JATIMTIMES - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang berencana mengusulkan kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) hasil produksi pertanian padi. Baik untuk gabah kering panen (GKP) maupun untuk gabah kering giling (GKG).
Rencana tersebut diambil karena dinilai bisa sedikit membantu petani agar pendapatannya tidak terlalu berkurang akibat dicabutnya subsidi pupuk. Akibat pencabutan subsidi tersebut, pupuk subsidi yang diterima petani menjadi semakin terbatas.
Baca Juga : Bupati Sanusi Tinjau Lokasi Kebakaran Pandanlandung, Dua Hal Jadi Evaluasi
"Misalnya yang GKP jadi Rp 6.000 dan HKG menjadi Rp 7.000. Itu kemungkinan pendapatan petani akan sedikit tertolong meskipun masih harus ada pengeluaran lebih karena menggunakan pupuk nonsubsidi," jelas Suwadji, penyuluh pertanian ahli muda Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang
Bahkan juga tidak tertutup kemungkinan banyak petani bakal terpaksa menggunakan pupuk nonsubsidi. Sebab, mengacu pada Permentan (Peraturan Menteri Pertanian) 10 Tahun 2022, pupuk yang masih disuntik subsidi oleh pemerintah hanya ada dua jenis, yakni Urea dan NPK.
"Jadi, sekarang ini kalau tidak salah untuk GKP itu sekitar Rp 4.200 dan untuk GKG sekitar Rp 5.600," ujar Suwadji.
Suwadji mengatakan, kenaikan HPP memang menjadi salah satu hal yang diharapkan oleh petani. Terlebih sejak perubahan kebijakan terkait pupuk bersubsidi yang tertuang pada Permentan 10 Tahun 2022 terbit pada Juli lalu.
"Itu yang diharapkan oleh petani. Sementara Pemkab Malang memang akan mengusulkan itu namun belum terlalu intens ke arah sana karena juga melihat kemampuan pemerintah," terang Suwadji.
Dalam menyikapi kemungkinan turunnya pendapatan petani akibat dicabutnya subsidi pupuk, Pemkab Malang juga telah melakukan beberapa upaya. Salah satunya dengan melakukan beberapa usulan melalui Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Malang.
Baca Juga : Mahasiswa Harus Tahu Zona Kos dan Kuliner Murah di Kota Malang
Dalam usulan tersebut, KTNA pusat juga telah menggelar audiensi bersama pihak Pupuk Indoenesia dan Kementerian Pertanian. Hasilnya, meskipun sebagian besar dicabut, masih ada dua jenis pupuk yang mendapat subsidi.
"Saat audiensi itu, memang kalau bisa (pupuk) diberi subsidi, ya diberi. Tapi kalau tidak bisa, ya dicabut. Namun Pak Presiden Joko Widodo berkeinginan agar pemerintah masih dapat memberi subsidi pada pupuk, terutama petani," ungkap Suwadji.
Sementara itu, berdasarkan Permentan 10 Tahun 2022 tersebut, selain jenis pupuk yang masih disubsidi, juga ada beberapa perubahan lain. Di antaranya petani penerima pupuk subsidi tidak boleh tercatat sebagai PNS, TNI-Polri, dan perangkat desa.
Selain itu, petani yang bisa mendapat pupuk bersubsidi adalah yang luas lahannya tidak lebih dari dua hektare. Kemudian, komoditas pertanian yang mendapat subsidi juga berubah. Jika sebelumnya ada hingga 70 komoditas yang mendapat subsidi, saat ini hanya tinggal 9 komoditas. Yakni padi, jagung dan kedelai untuk tanaman pangan; cabai, bawang merah dan bawang putih untuk hortikultura; tebu, kopi dan kakao untuk tanaman perkebunan.
"Sebelumnya malah hanya ada satu (komoditas) yang diusulkan untuk mendapat (pupuk) subsidi, yaitu padi. Namun dengan berbagai pertimbangan, terutama dampaknya terhadap inflasi, Kementan akhirnya mengajukan 9 komoditas itu yang dinilai produktivitasnya sangat berpengaruh terhadap inflasi," terang Suwadji.