JATIMTIMES - Bisnis kavlingan di Gresik kian menjamur. Maraknya kavlingan tersebut disinyalir banyak yang terselubung. Artinya, tanah-tanah yang dikavlingkan merupakan objek yang secara aturan tidak boleh dialihfungsikan untuk permukiman. Sayangnya, fenomena itu belum mendapat respon atau tindakan tegas dari pihak berwenang. Hal itu disampaikan Kasi Penataan dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Gresik, Rangga Alfiandri Hasim.
"Faktanya tidak ada tindakan dari pemerintah terkait. Mulai PUTR, Satpol PP, Bapedda dan kepolisian. Sehingga, para developer dengan leluasa menjual tanah kavlingan yang menggunakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD)," kata Rangga, Kamis (15/9/2022).
Baca Juga : Hari Lalu Lintas Bhayangkara Ke-67, Satlantas Polres Tulungagung Beri Bantuan Korban Kecelakaan
Rangga menyebutkan, berdasarkan data di BPN, LSD di Kabupaten Gresik lebih dari 39 ribu hektare (ha). Namun, dirinya kerap menjumpai brosure penjualan tanah kavling lengkap dengan kantor pemasarannya yang melanggar hukum. Yakni, SK Kementerian Agraria, Tata Ruang, dan Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN). Hal ini yang diindikasi pengalihfungsian lahan sawah menjadi properti semakin marak.
"Makanya harus ada penertiban dari instansi terkait," imbuhnya.
Menurut Rangga, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) merupakan bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan. Guna mendukung ketahanan pangan nasional.
"Pada praktik di lapangan masih banyak pengembang dan investor yang masih mengincar lahan sawah," katanya.
Pihaknya mengakui banyak benturan antara RTRW dengan LSD. Namun karena masih SK belum Perbup atau Perda, jadi masih bisa direvisi. Nah, 39 ribu ha LSD ini luasan yang dikunci, supaya tidak ada yang hilang.
Baca Juga : Viral, Aksi Wisatawan Asing Buat Video Kencing di Kawah Gunung Bromo
"Di BPN ada yang namanya Polisi Pegawai Negri Sipil (PPNS) khusus untuk mengawasi Tata Ruang. Misal ada lahan sudah diplot pertanian lalu dirubah fungsinya menjadi industri itu berarti pelanggaran tata ruang. Itu mengarahnya pidana," jelasnya.
BPN sendiri, lanjut Rangga, hanya memotret saja. Sedangkan kewenangan ada di Forum Tata Ruang PUTR, ditolak atau disetujui. Rangga juga menjelaskan bahwa memperbolehkan perorangan untuk membuat perumahan dengan luasan 0 s/5000 m2. Tetapi jika lebih dari luasan 5000m2 harus berbadan hukum.
"Meski perorangan tetap harus melalui proses perizinan dari DMPTSP yang namanya Site Plan/Blok Plan. Kita hanya melihat kesesuaian rencana pembangunannya apa, tata ruang, kondisi tanahnya dan penggunaannya sesuai atau tidak," pungkasnya.