JATIMTIMES- Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi memicu aksi protes di sejumlah daerah, termasuk Surabaya. Masyarakat menolak kebijakan tersebut.
Wakil Ketua DPRD Surabaya AH Thoni mengatakan, kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, tidak tepat waktunya.
Baca Juga : Dampak Kenaikan Harga BBM Subsidi, Supir Angkot di Bangkalan MenjeritÂ
"Saat ini masyarakat dalam proses pemulihan ekonomi setelah dua tahun dihantam pandemi. Impact yang muncul menurut saya adalah kegelisahan masyarakat karena akan menghadapi kesulitan ekonomi," terangnya.
Lebih lanjut politisi Partai Gerindra ini mengatakan, kenaikkan harga BBM bersubsidi, akan memicu kejutan ekonomi (economy shock). Karena di saat muncul isu kenaikan BBM, tidak diikuti kenaikan pendapatan.
AH Thoni meminta pemerintah, agar meninjau kembali kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi dengan menunggu beberapa waktu kemudian, karena situasi masyarakat yang masih sulit.
"Ini suara kami dari daerah menyuarakan itu. Karena setelah kenaikan harga BBM, kami yang di daerah kebanjiran keluhan begitu rupa. Kami mohon agar kebijakan ini ditinjau lagi dan dikaji lagi, dipertimbangkan lebih bijak. Agar tidak membebani masyarakat," tegasnya.
AH Thoni mengatakan, dampak sosial lain yang akan muncul adalah gelombang gerakan penolakan oleh masyarakat. Ketika gelombang ini semakin besar dan masif, akan menurunkan legitimasi pemerintah.
"Yang ujungnya membuat situasi keamanan dan ketertiban masyarakat tidak kondusif," jelasnya.
AH Thoni meminta Pemkot Surabaya menjadi bumper kesulitan masyarakat, jika kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi tidak ditinjau kembali oleh pemerintah pusat.
Baca Juga : Presiden Jokowi Sesuaikan Harga BBM, Wali Kota Sutiaji: Mau Ganti Kendaraan Listrik, tapi Masih Mahal
Pemerintah kota harus cepat melakukan restrukturisasi penyesuaian di berbagai bidang. Meningkatkan daya beli masyarakat, menjadi pekerjaan rumah yang harus diurai di tingkat daerah.
"Yang pertama segera melakukan pembahasan soal pengupahan. Kemudian memberikan insentif pada masa transisi kepada para pebisnis, untuk menyambung pada lintasan kritis. Insentif itu bisa berupa kebijakan mempermudah kegiatan pebisnis," ujarnya.
Menurut AH Thoni program jangka pendek yang bisa dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yaitu dengan memberikan bantuan tunai, kepada masyarakat berpenghasilan rendah.
"Bantuan ini tidak bisa diberikan sekali. Melainkan 3 sampai 4 kali saat masa adaptasi hingga selesai masa transisi," imbuhnya.
Kemudian, lanjut AH Thoni, tata kelola alat transportasi umum dengan tarif murah dan layanan yang baik, tentunya juga akan sangat membantu meringankan beban masyarakat.