JATIMTIMES - Bicara tentang kebenaran sejarah itu memang butuh proses yang panjang. Dan biasanya sejarah ditulis berdasarkan dari klaim penguasa di jaman itu. Seperti halnya sejarah seni tradisi tiban di Tulungagung, ternyata juga ada beberapa versi, bahkan ada yang meyakini tiban berasal dari Kediri yang dikaitkan dengan Kerajaan Kediri.
Sedangkan versi lain, Tiban diyakini oleh masyarakat Desa Wajak Lor dan Desa Wajak Kidul Kecamatan Boyolangu Kabupaten Tulungagung bahwa seni tradisi cambuk itu merupakan kebudayaan asli masyarakat wilayah tersebut.
Baca Juga : Pattimura Ternyata Seorang Kiai di Maluku yang Kerahkan Santrinya Lawan Belanda
Salah satu Tokoh Masyarakat Desa Wajak Lor Muhadi mengatakan, seni tradisi tiban muncul pada masa Adipati Nilo Suwarno atau Surontani II di Katumenggungan Wajak. Surontani II merupakan cucu dari Ki Juru Mertani, sebagai salah satu yang turut mendirikan kesultanan Mataram Islam dengan Panembahan Senopati sebagai penguasa pertamanya.
Menurut Muhadi, pengangkatan Surontani II sebagai penguasa di Katumenggungan Wajak digelar secara besar-besaran dengan dihadiri Panembahan Senopati. Namun penobatan itu diwarnai isu yang kurang sedap dan tidak diketahui kebenarannya.
Isu kurang sedap itu, lanjutnya, berasal dari Dewi Roro Pilang, putri Surontani II yang mengaku dihamili oleh Panembahan Senopati. Surontani yang murka lantah mengirim utusan untuk menyusul Panembahan Senopati ke Mataram.
"Selain itu, Surontani juga menggelar pertunjukan adu kekuatan yang di kemudian hari disebut tiban. Pertunjukan itu bertujuan untuk hiburan rakyat sekaligus siasat Surontani untuk mencari bibit unggul untuk membentuk prajurit," katanya. Minggu (19/6/2022).
Muhadi menambahkan, saat pertunjukan tiban, daerah Wajak sedang didera kemarau panjang. Dan saat menyaksikan pertunjukan, warga juga berdoa dan berharap hujan turun. Menurut cerita, di akhir pertunjukan tiban itu hujan deras pun turun sehingga sejak saat itu tiban digelar saat terjadi kamarau.
Untuk gerakan dalam tiban sendiri, tidak jauh dari pola gerakan dua orang yang sedang bertarung. Secara umum, gerakan Tari Tiban dapat digolongkan dalam beberapa unsur diantaranya gerak mlaku, gerak mecut, gerak ancang-ancang dan gerak ngece.
"Gerak mlaku atau gerak berjalan, yaitu berjalan untuk mendekati lawan sambil menikmati suara gendhing yang mengiringi. Selama gerak mlaku ini, para penari tiban atau peniban harus selalu waspada terhadap serangan lawan," ucapnya.
Untuk gerak mecut atau mencambuk, dilakukan dengan menggunakan lidi aren yang diikat atau disatukan. Sehingga, gerak mecut dalam hal ini adalah gerakan peniban saat mencambukkan cambuk yang dipegang ke arah lawan.
Baca Juga : Wali Kota Kediri Dorong Tontonan Jaranan Jadi Kesenian yang Bisa Membawa Dampak Ekonomi
Gerak ancang-ancang (bersedia atau persiapan), dalam artian peniban akan bersiap untuk menangkis cambukan lawan dengan posisi kaki yang pasang kuda-kuda dengan tubuh condong ke depan dan tangannya memegang cambuk, yang nanti bisa digunakan menangkis cambukan lawan.
"Terakhir adalah ngece. Ngece merupakan bahasa keseharian masyarakat Wajak, Tulungagung, yang artinya mengejek. Dalam tiban, peniban akan melakukan gerakan atau mimik wajah ejekan untuk memanas-manasi lawan," jelas Muhadi.
Selain gerakan-gerakan itu, Tiban juga memiliki gerakan lain seperti mbabat dan petrukan. Gerakan mbabat sama seperti petani yang sedang memangkas rumput, sedangkan petrukan merupakan gerakan menirukan petruk dalam tokoh pewayangan.
"Pagelaran tiban biasanya juga dilengkapi dengan sesaji, dengan jenang dawet sebagai sajian utamanya," tambahnya.
Minuman jenang dawet tiban, kata Muhadi, diminum sebelum prosesi dengan maksud agar tidak menimbulkan rasa sakit pada para peniban.
Sekedar informasi, hampir 3 tahun lebih seni tradisi tiban di Kabupaten Tulungagung tidak diselenggarakan karena alasan Pandemi Covid-19 yang membatasi kegiatan masyarakat. Setelah sekian lama tidak digelar, seni tradisi tiban di lapangan Desa Pucung Lor Kecamatan Ngantru Tulungagung 16-19 Juni 2022 itu disambut antusias baik oleh pecinta tiban maupun oleh masyarakat secara umum.