JATIMTIMES - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono mengajak masyarakat untuk bisa ikut andil dalam pengurangan konsumsi barang-barang kebutuhan impor. Hal tersebut imbas dari sejumlah barang-barang kebutuhan yang terindikasi mengalami kenaikan harga karena ketidakpastian ekonomi global.
Edy mengatakan, salah satu kebutuhan impor yang mungkin bisa dikurangi seperti gandum, sebagai bahan baku roti dan mie. Di mana menurutnya, kebutuhan tersebut bisa digantikan dengan sumber karbohidrat lain yang menjadi produk dalam negeri. Contohnya seperti singkong dan porang.
Baca Juga : Pengembangan Kepanjen Sebagai Ibukota Direncanakan Berbasis Pertanian
“Singkong, ubi, porang, itukan penghasil karbohidrat yang bisa kita hasilkan sendiri. Tentu tidak mudah mengubah pola konsumsi. Tapi kita mesti mengarah ke sana,” ujar Edy, Minggu (6/3/2022).
Sebelumnya, indikasi kenaikan harga sejumlah barang juga telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Edi menegaskan, bahwa peringatan dari Presiden tersebut harus disikapi dengan bijak. Dan yang terpenting tidak perlu sampai memunculkan kekhawatiran secara berlebih.
Dirinya menilai, kondisi tersebut sudah seharusnya dapat dijadikan sebagai momentum untuk mulai menguatkan produksi dalam negeri dan mengurangi bahan-bahan impor.
“Apa yang disampaikan bapak Presiden mengandung satu pesan kunci, yakni kita harus berani berubah dan berani mengubah,” tegas Edy.
Edy berpendapat, ketidakpastian ekonomi global yang saat ini terjadi akibat pandemi Covid-19 dan ditambah dengan munculnya konflik di daratan eropa antara Rusia dan Ukraina, berimplikasi pada produksi dan konsumsi.
Ia merinci, di sisi konsumsi masih ada ketergantungan terhadap barang-barang impor selain gandum. Seperti LPG, kedelai yang juga berimbas pada lonjakan harga. Dirinya menyebut bahwa dalam jangka pendek, pemerintah pun tidak punya banyak pilihan. Yakni tetap mempertahankan harga agar tetap stabil, caranya dengan memberikan subsidi.
Baca Juga : Dorong Pelaku UMKM, Wabup Gresik: Jaga Kualitas dan Mindset Berani Ekspor
Ia mencontohkan LPG subsidi 3 kilogram yang porsi konsumsinya mencapai 93 persen. Meskipun tren harga kontrak Aramco (CPA) mengalami kenaikan sebesar 21 persen dari rata-rata CPA akibat konflik Rusia-Ukraina, namun pemerintah tidak menaikkan harga LPG subsidi dan tetap mengacu pada Harga Eceran Tertinggi (HET).
“Pemerintah memberikan subsidi sekitar Rp 11 ribu per kilogram sehingga masyarakat dapat membeli LPG subsidi 3 kilogram dengan harga yang terjangkau,” terang Edy.
Menurutnya, jika kondisi tersebut berlangsung bahkan hingga berkepanjangan, akan berdampak pada bertambahnya beban keuangan negara. Sebagai solusi jangka panjang, produksi barang dalam negeri harus didorong.
“Kalau kondisi ini berlangsung lama tentu akan memberatkan keuangan negara. Karena itu, solusi jangka panjangnya kita harus mendorong produksi dalam negeri agar ketergantungan pada barang impor bisa dikurangi. Salah satunya dengan mendorong penggunaan DME yang bahan bakunya batubara,” pungkas Edy.