JATIMTIMES - Forum Mahasiswa Muslim Peduli Bangsa (FMMPB) Malang Raya menggelar aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang. Aksi digelar untuk menolak Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Koordinator Lapangan (korlap) massa aksi dari FMMPB Malang Raya Khotibul Umam mengatakan, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang dimaksud oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Menristek) RI Nadiem Makarim tersebut sebenarnya bagus.
Baca Juga : Operasi Zebra Semeru 2021, Satlantas Polres Malang Panen Pelanggar Prokes
Namun, menurutnya dalam tatanan undang-undang terdapat aspek liberal. Khotibul pun mencontohkan pada Pasal 5 terdapat frasa ‘tanpa persetujuan korban’.
"Khawatirnya ketika ada frasa seperti itu, ketika sudah dipahami orang-orang bahwa tanpa persetujuan, kalau suka sama suka kan terjadi perzinahan seperti itu, maka itu salah satunya yang kemudian kita tolak," ungkap Kotibul kepada JatimTIMES.com, Senin (29/11/2021).
Aksi yang dihadiri oleh sekitar 30 massa aksi dengan posisi barisan massa aksi laki-laki di dekat mobil komando dengan membentangkan banner bertuliskan "Tolak! Permendikbudristek No 30 Tahun 2021, Aturan Sekuler Legalkan Seks Bebas".
Sedangkan untuk massa aksi perempuan berada tepat di depan papan nama Gedung DPRD Kota Malang dengan membentangkan banner berwarna merah dengan tulisan yang sama. Lalu juga terdapat massa aksi yang membawa poster bertuliskan "Syariat Islam, Solusi Tuntas Masalah Kekerasan Seksual".
"Memang kita sebagai perwakilan mahasiswa muslim ya tetep yang kita utarakan sesuai Syariat Islam yang memang disitu bisa mempersoalkan laki-laki maupun perempuan," terang Khotibul.
Menurutnya, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini harus ditinjau ulang terkait frasa-frasa yang menurut FMMPB Malang Raya masih mengambang dan tidak terperinci.
Baca Juga : Tuai Protes, Perusahaan Malaysia Bangun SPBU di Surabaya Tanpa Kula Nuwun RT dan RW
Pihaknya mengkhawatirkan, jika masih menggunakan frasa dan pengertian yang sama, nantinya untuk implementasi dari Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 bakal dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan berdampak buruk bagi masyarakat maupun mahasiswa.
Maka dari itu, pihaknya pun menolak dengan keras adanya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 sebelum adanya revisi maupun penjelasan frasa secara terperinci dan tidak terindikasi sebagai peraturan yang sekuler.
"Jadi harus diubah, dalam artian frasa-frasa yang tadi ada harus diulas kembali. Kalau di undang-undang kan dia berkesinambungan, alasan ditolak ya kan memang berkesinambungan point satu dengan point selanjutnya," tutur Khotibul.
Sementara itu, untuk tahapan lanjutan rangkaian aksi dari FMMPB adalah audiensi. Namun pihaknya mengatakan belum bisa dilakukan saat ini. "Jadi kita sampaikan terlebih dahulu aspirasi kita, berharap undang-undang yang diterapkan itu tidak liberal," pungkas Khotibul.