JATIMTIMES - Koordinator tim juri 2 Lomba Kampung Bersinar, Wasto menyebut bahwa rata-rata peserta lomba belum memahami bagaimana cara memelihara lingkungannya dengan baik dan benar.
Hal itu dikatakan Wasto karena ia menilai bahwa rata-rata para peserta lomba belum memulai menggerakkan warganya dalam melakukan penghijauan. Oleh karena itu, ia berharap pada penyisihan 50 besar nanti dapat lebih baik lagi.
Baca Juga : 1.895 Guru Keagamaan di Kota Batu Terima Insentif, Anggaran Capai Rp 4,7 Miliar
“Saya yakin memang saat ini belum ideal, tapi dengan adanya lomba yang diindikatorkan, warga paham, warga dikunjungi ini bagian motivasi bagian pemahaman agar kesadaran untuk mengelola lingkungan itu terus menerus diingatkan dan tumbuh serta istiqomah,” terang Wasto.
Disinggung bagaimana penghijauan yang telah dilakukan oleh beberapa rukun warga (RW) yang mengikuti lomba Kampung Bersinar, Wasto pun menjelaskan bahwa masih ada kekurangan. Karena masih banyak space kosong pada lingkungan.
“Rata-rata pertama di bidang penghijauan, itu masih banyak space yang masih kosong, itu harus ditanami, tidak harus tanaman yang harganya mahal tapi awalnya tanaman yang mudah dikembangkan mudah pembibitan,” ungkap Wasto.
Wasto pun juga menuturkan bahwa bagaimanapun sehari-hari warga tinggal di lingkungannya. Oleh karena itu, ia berharap warga dapat melihat lingkungan yang bagus dengan situasi yang diciptakan sendiri.
Lebih lanjut, Wasto berpesan untuk bidang persampahan di semua RW agar menyerukan sebuah kesabaran bagaimana memilah sampah rumah tangga.
Baca Juga : Logo Dipakai Aplikasi Pinjol, OJK Kediri Ingatkan Masyarakat Agar Waspada
“Agar yang proses-proses selanjutnya apakah mau dikompos atau kadangkala mau diteruskan ke TPS itu bisa seminimal mungkin,” tegas Wasto.
Untuk pemanfaatan air dari rumah tangga, Wasto menjelaskan bahwa air sisa mencuci beras bisa di manfaatkan untuk disiramkan ke tanaman. Karena ia menilai setiap hari warga akan menanak nasi dan hasil dari air mencuci beras akan berimbas pada debit air.
“Itu kan setiap hari namanya warga itu mesti masak, ada sisa air mesusi (air cucian beras) itu sebagian warga sudah disiramkan ke tanaman. Karena kalau itu enggak semua jatuh ke drainase maka satu RW, satu kecamatan itu berapa debit air hasil mencuci beras satu hari. Tapi kalau itu untuk menanam maka ada pengurangan sekaligus untuk penyuburan tanaman yang disiram dengan air leri itu,” ungkap Wasto mengakhiri.