JATIMTIMES - PPKM darurat di Lumajang telah turun level menjadi level 3, sejumlah aturan telah mengalami kelonggaran bahkan untuk sekolahan sudah diijinkan untuk menggelar pembelajaran tatap muka.
Lalu bagaimana dengan geliat ekonominya? Itu yang coba JatimTimes cari tahu, hingga beberapa sumber kita datangi.
Baca Juga : Dari Hayam Wuruk hingga Cleopatra, Sederet Kisah Cinta Tragis Keluarga Kerajaan
Sektor pariwisata boleh bergembira, karena masyarakat antusias seolah merayakan kemerdekaan setelah lama terkekang PPKM. Di beberapa obyek wisata seolah tak pernah sepi.
MPU Yang Terpuruk
Memang hampir semua sektor menggeliat, tetapi tidak sedikit pula yang tertatih-tatih memulihkan ekonominya. Contohnya yang dialami sopir mobil penumpang umum (MPU). Sejak semula nasib MPU di Lumajang seolah-olah hidup enggan, mati tak mau.
Sebelum PPKM, kelangsungan hidup MPU sudah terancam karena masyarakat sudah banyak yang memiliki motor, sehingga MPU menggantungkan harapannya kepada pedagang di pasar dan anak sekolah.
Ketika PPKM darurat diberlakukan maka seketika itu pula MPU tak berdaya karena jarang ada pedagang yang memanfaatkan jasanya dan anak sekolah sama sekali tidak ada.
Bagi pemilik kendaraan MPU yang tidak mampu bertahan, maka satu satunya jalan untuk meringankan bebannya maka harus rela menjual MPU-nya.
"Biaya perawatan dan operasionalnya besar, rugi kalau harus jalan (beroperasi) jadi terpaksa saya jual," ujar Bambang warga Desa Jarit Kecamatan Pasirian. Bambang sebelumnya memiliki sebuah MPU yang disopiri sendiri.
Hal senada diungkap sopir MPU yang bernama Gito. Ia yang menjalankan MPU milik Sinar Surya Lumajang mengaku sangat prihatin dengan kondisi saat ini.
Menjadi sopir MPU di Lumajang sejak tahun 1990, baru kali ini merasakan keprihatinan yang sangat pahit sebagai sopir MPU. Sejak tahun 2014 situasi ini menurut sudah mulai dirasakannya.
Baca Juga : Deklarasi Halinar, Kalapas Tuban: Jamin Tidak Ada Pungli
"Kini situasinya parah, saya sekali jalan rata-rata mengangkut cuma tiga orang penumpang. Itupun separuh jalan,'' ujar Gito sopir MPU jurusan Lumajang-Pasirian.
Saat ini Gito mampu setor ke juragan MPU antara Rp 30 ribu hingga Rp 40 ribu sehari. Sementara ia sendiri tiap harinya bisa mengantongi antara Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu.
"Alhamdulillah sekarang terbantu anak-anak yang sudah masuk sekolah, Jika tidak ada anak sekolah paling banyak dapat 30 ribu, " ungkap Gito.
Nasib Gito ini menurut Koordinator terminal MPU Kota Moh. Rodhi, masih beruntung karena ia mengambil jurusan Lumajang - Pasirian. Keadaan yang lebih parah adalah MPU jurusan Lumajang - Kencong dan Lumajang - Senduro.
Rodhi yang sehari-hari berada di terminal MPU ini mengaku prihatin melihat kondisi usaha jasa angkutan orang tersebut.
"Di terminal ini ada 17 MPU yang beroperasi setiap hari, hampir semuanya mengeluh ketika kami harus tarik retribusi, tapi bagaimana lagi," ungkap Rodhi.
Rodhi mengaku rata-rata retribusi yang dibebankan kepada MPU cuma Rp 2.000 perhari.