BANYUWANGITIMES- Apabila sebagian wilayah Ijen lepas ke Kabupaten Bondowoso, salah satu konsekwensi adalah mengubah logo Kabupaten Banyuwangi. Kalau sampai lepas, itu tentu semua pihak -baik legislatif, eksekutif maupun masyarakat Banyuwangi- tidak rela kalau kemudian Ijen sampai lepas.
Karena itu, menjadi bagian hak dan kewajiban anggota DPRD Banyuwangi untuk mempertanyakan dan minta keterangan kepada Bupati Banyuwangi terkait masalah Ijen.
Baca Juga : Kepentingan Timnas, Pelatih Persik Joko Susilo Desak Kompetisi Liga Digulirkan
Menurut H M Ali Mahrus, wakil ketua DPRD Banyuwangi asal PKB ,apabila penandatangan tapal batas wilayah Banyuwangi-Bondowoso sampai terjadi dan dikuatkan oleh pemerintah pusat, itu akan berdampak luas bagi kepentingan masyarakat Banyuwangi. Tentunya tidak hanya terkait urusan prestise daerah, tetapi juga urusan potensi pendapatan yang akan berkurang,
Selanjutnya alumni Ponpes Salafiyah Syafiiah Situbondo itu menuturkan, terkait dengan skema penyelesaian sengketa tapal batas Kabupaten Banyuwangi-Kabupaten Bondowoso di kawasan Gunung Ijen, terdapat dua cara penyelesaian yang diamanahkan oleh Undang-undang (UU) No 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah terkait tapal batas wilayah. Yaitu cara non-hukum dan hukum (peradilan).
Apabila menggunakan cara non-hukum, maka menggunakan cara mediasi. Yakni negosiasi antara dua pihak dan yang memfasilitasi adalah gubernur.
Hal ini dikenal dengan penyelesaian secara administratif. Masing-masing membawa dokumen baik secara historis, yuridis, sosiologis, dan maupun yang lainnya.
Kasus Ijen ini hampir sama dengan kasus perebutan Gunung Kelud antara Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar. Saat itu kemudian provinsi memfasilitasi dan menerbitkan SK penetapan bahwa hak pengelolaan Kelud oleh Kabupaten Kediri. Kabupaten Blitar tidak terima langsung mengajukan gugatan kepada PTUN Surabaya dan akhirnya terjadi pembatalan penerbitan SK gubernur.
“Karena gubernur tidak dalam kapasitas mengeksekusi, mengadili, mana yang dimenangkan, tetapi memfasilitasi dengan cara mediasi dan negosiasi. Ketika tidak berhasil, maka diserahkan ke Kemendagri. Kalau tidak, ke jalur hukum peradilan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),”jelas Mahrus lewat WA Minggu (01/08/2021).
Selanjutnya ,dia menuturkan bahwa putusan dari PTUN Surabaya akhirnya mengembalikan status Gunung Kelud menjadi status quo atau kembali ke kondisi semula. Akhirnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) mencabut kembali SK penetapan yang sudah dimenangkan Kediri.
Baca Juga : Selama Pandemi, 11 Lapangan Usaha Ini Alami Kontraksi
Ketika proses di Kemendagri dan salah satu pihak tidak terima, maka diselesaikan dengan cara uji materiil di Mahkamah Agung (MA). Itulah solusi-solusi untuk bagaimana Banyuwangi mengamankan semua yang akan dilakukan.
“Karena DPRD itu bagian dari pemerintahan daerah, tidak serta merta bupati, semua adalah sama-sama punya peran. Diibaratkan bupati dan DPRD suami istri maka harus rukun., Kalau tidak rukun, yang rugi anaknya adalah rakyat,” ucap Mahrus.
Inilah yang mendorong Fraksi PKB, Partai Demokrat dan PKS kencang untuk meminta keterangan bupati dan kejelasan terkait dengan penandatangan batas wilayah Ijen. Mereka juga mendesak pencabutan atau pembatalan tanda tangan bupati terkait Ijen.
“Sampai sejauh mana karena kita juga ingin mengamankan hak wilayah yang ada di Gunung Ijen yang sebelumnya memang menjadi kawasan yang sepenuhnya dikelola oleh Kabupaten Banyuwangi,” pungkas Mahrus.