BONDOWOSOTIMES - Sejumlah warga di Desa Wringin dan Desa Jatitamban, Wringin, menolak eks aula UPT Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta SMP Negeri 1 Wringin dijadikan tempat isolasi mandiri (Isoman). Video aksi penolakan itu beredar luas di media berbagi grup WhatsApp.
Video pertama aksi penolakan terjadi pada Minggu (25/7/2021) malam di depan TK Pembina atau eks aula UPT Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca Juga : Polres Jember Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi Proyek Pasar Balung
Berikutnya pada Senin (26/7/2021) malam, ratusan warga diikuti sejumlah wali murid SMP Negeri 1 Wringin menggeruduk sekolah tersebut hingga membakar ban sebagai aksi protes. Usai itu, dilanjutkan dengan aksi penolakan di rumah kepala desa.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kecamatan Wringin Son Haji menerangkan, alasan penolakan warga karena khawatir terjadi penularan virus corona kepada masyarakat sekitar.
"Mereka menolak karena khawatir. Dianggapnya yang dirawat di sana pasien covid-19 (kondisi berat, red). Padahal nanti tempat itu untuk orang tanpa gejala (OTG), " ungkapnya dikonfirmasi Selasa (27/7/2021).
Ia menerangkan, pihaknya memilih tempat itu karena dinilai memenuhi syarat sebagai lokasi isolasi. Cukup luas, bahkan diperkirakan bisa menampung sekitar 10 pasien Isoman dengan kategori OTG.
Selain itu, nantinya selama dijadikan tempat isolasi, akan turut dijaga oleh aparat TNI-Polri serta relawan dari pemerintah desa. "Tempatnya memenuhi syarat. Kapasitanya paling 10. Maksimal itu. Laki-laki dan perempuan," ujarnya.
Sonhaji mengaku akan mengedukasi masyarakat terlebih dahulu sebelum benar-benar memutuskan tempat Isoman.
Dihubungi terpisah, PJ Kepala Desa Jatitamban Joko, menerangkan bahwa semula memang TK Pembina yang akan dijadikan sebagai lokasi Isoman. Namun karena ada penolakan, maka diwacanakan akan dipindah ke SMP Negeri 1 Wringin.
"Takutnya menular katanya warga," ujar dia. Menurut kades, penentuan lokasi Isoman adalah musyawarah pimpinan kecamatan.
Sementara itu Juru Bicara Satgas Covid-19 Bondowoso M. Imron mengatakan, penentuan tempat isolasi terpusat yang ada di tingkat kecamatan sebenarnya sudah bisa dilakukan oleh satu pihak. Dalam hal ini satgas kecamatan yang terdiri dari camat, danramil, kapolsek, kepala puskesmas, serta kepala desa setempat.
Baca Juga : Hoaks Soal Covid-19 Jadi Atensi Kominfo Bondowoso
Walaupun demikian, jika penentuan tempat itu menyebabkan resistensi di masyarakat, tempat itu tidak boleh dipaksakan dengan catatan masih ada tempat lain yang representatif. "Artinya tidak boleh dipaksakan itu kalau masih ada alternatif lain," tandasnya.
Selain itu, Imron menekankan penentuan tempat isolasi terpust merupakan kebijakan dari pemerintah pusat. Dapat dilihat berdasarkan arahan dari menko marves bahwa tidak boleh ada lagi isolasi mandiri (Isoman) di rumah masing-masing.
Karena itulah, setiap pemerintah daerah di Indonesia harus menyiapkan tempat isolasi terpusat. "Ini akan kami siapkan pelan-pelan. Sambil menyiapkan sarana dan prasarana yang lain," ujarnya.
Tidak hanya di tingkat kabupaten. Imron juga menambahkan, setiap kecamatan juga harus ada tempat isolasi terpusat. "Kalau nggak bisa dibawa ke kabupaten, ya kita isolasi di sana," tegasnya.
Tempat isolasi terpusat di kecamatan hanya boleh digunakan untuk pasien dengan gejala ringan serta orang tanpa gejala (OTG). Sedangkan untuk gejala sedang atau berat tidak boleh dirawat di tempat itu.
Lebih lanjut, Imron berharap kejadian yang terjadi di Wringin bisa segera ditemukan solusi terbaik. "Kalau belum bisa memakai TK Pembina, mungkin ada gedung sekolah lain yang bisa digunakan seperti di kecamatan-kecamatan lain," pungkasnya.