RKH M. Thohir Abdul Hamid (Lora Thohir), pengasuh PP. Mambaul Ulum Bata-Bata (Muba), telah meninggalkan kita semua.
Pesantren Muba adalah salah satu pesantren terbesar dan legendaris di pulau Madura. Memiliki belasan ribu santri. Jika dihitung dengan alumninya, tentu pesantren ini telah mencetak ratusan ribu, bahkan jutaan santri, yang tersebar hingga pelosok Nusantara.
Baca Juga : Cahaya Madura (RKH Muhammad Thohir Abdul Hamid) Telah Meninggalkan Kita
Saya tidak dekat dengan beliau. Hanya beberapa kali bertemu beliau. Terakhir bertemu beliau sekitar 3 minggu lalu, ketika saya mendampingi Mas Emil Dardak (wagub Jawa Timur) melakukan kunjungan silaturahmi di pesantren beliau, PP Mambaul Ulum Bata-Bata, Panaan, Palengaan, Pamekasan.
Dalam pertemuan tersebut, Mas Emil dan Lora Thohir berdiskusi cukup lama. Dimulai dengan menyampaikan salam dari Ibu Gubernur Jawa Timur (Hj Khofifah Indar Parawansa) dan update situasi dan kondisi covid-19. Diskusi berlanjut membahas sektor ekonomi, sosial, dan pendidikan.
Diskusi sangat gayeng dan ternyata keduanya saling mengagumi. Dalam diskusi tersebut, Lora Thohir menyampaikan bahwa beliau memantau dan mengikuti berita-berita tentang Mas Emil lama sekali, sejak beliau masih menjadi bupati Trenggalek.
Sebaliknya Mas Emil sangat mengagumi Lora Thohir. Salah satunya tentang pesantrennya yang berwawasan global. Bayangkan dalam pesantren beliau, ada 12 bahasa yang diajarkan, mulai bahasa Inggris, Arab, Prancis, Mandarin, Korea bahkan Rusia.
Lora Thohir juga sosok yang peduli memikirkan ekonomi umat. Beberapa ikhtiar gerakan usaha juga beliau telah lakukan untuk mewujudkan mimpi beliau dalam sektor ekonomi umat. Mas Emil dan Lora Thohir ternyata memiliki kesamaan, yaitu sama-sama penggemar Manchester United.
Canda dan tawa mewarnai diskusi dua tokoh muda ini. Banyak nasihat dari Lora Thohir kepada Mas Emil. Dalam diskusi yang luar biasa tersebut, saya menilai Lora Thohir adalah potret ulama muda Madura yang visioner. Ulama muda yang sederhana, humble, egaliter, dan haus akan ilmu pengetahuan. Pandangan politiknya luas dan bernas, terbuka dalam pemikiran, argumentasinya berdalil, dan selalu adaptif dan update dalam kemajuan. Sungguh sosok yang berwawasan global namun tidak kehilangan akar tradisionalnya. Gagasan-gagasannya segar, kreatif, global serta memiliki perspektif dan spirit baru dalam kemajuan dunia pesantren. Beliau sosok yang moderat, menjaga tradisi pesantren namun haus ilmu hingga terus bergerak melampaui batas geografis untuk mengirim para santrinya menuntut ilmu.
Salah satunya kita bisa lihat dari bagaimana beliau mendiaspora santrinya ke berbagai perguruan tinggi negeri bonafit dalam negeri dan luar negeri. Diaspora ini tentunya membawa dampak positif bagi kemajuan pesantrennya. Tak jarang beliau ikut membiayai diaspora ini. Lihat pesantrennya, memiliki 12 bahasa asing. Beliau juga sangat adaptif dalam perubahan, mulai perkembangan teknologi informasi dan banyak lainnya. Dalam dunia entrepreneur, sampai-sampai beberapa santrinya pun dikursuskan oleh beliau menjadi barista. Maka tak heran jika bertamu kepada beliau, aneka jenis minuman ala kafe disajikan kepada tamu.
Baca Juga : Sempat Buka Beberapa Jam, Karaoke New Samba Langsung Tutup
Dalam kenangan pertemuan tersebut, Lora Thohir meminta Mas Emil hadir dalam acara Pekan Mengaji. Fan Mas Emil menyatakan siap hadir. Pekan Mengaji adalah agenda besar tahunan Pesantren Mambaul Ulum Bata-Bata yang diikuti oleh santri dan alumni dari seluruh pelosok negeri, bahkan dunia. Acara Pekan Mengaji adalah wujud ikhtiar beliau tentang komitmen pesantren dalam hal pendidikan agar tidak tertinggal roda kemajuan peradaban.
Tak tanggung-tanggung, 30 narasumber kaliber nasional dan internasional diundang untuk dapat berbagi dan mentransformasikan pengetahuan kepada para santri dan alumni. Beliau ingin para santrinya berwawasan luas, adaptif dalam perubahan namun tetap menjaga akar tradisi pesantren.
Tepat hari Sabtu pukul 17.23 WIB, saya mendapatkan WA dari Wakil Gubernur Jawa Timur Mas Emil, dengan ekpresi sangat sedih. Ternyata beliau mendapatkan berita duka terlebih dahulu daripada saya. Berita duka tersebut tak terasa membuat air mata saya menetes deras. Masih tak percaya Cahaya Madura telah meninggalkan kita semua.
Kami merasa sangat kehilangan sosok ulama muda (belum genap 40 tahun) yang saya sebut sebagai Cahaya Madura. Semoga kita semua dapat melanjutkan perjuangan beliau, dan semoga beliau dan ibundanya ditempatkan yang terbaik di sisinya.
*Penulis Mahathir Muhammad, wakil sekretaris PW GP Ansor Jawa Timur