MALANGTIMES- Audensi terkait proyeksi kelapa sawit di Kabupaten Malang, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Lingkungan Malang Selatan (ASLIMAS), mulai dari WALHI, MCW, LBH Malang, KTH, serta para pegiat lingkungan Malang Raya mendatangi Kantor DPRD Kabupaten Malang, Kamis (10/6/2021).
Audensi tersebut, ASLIMAS menolak adanya pembangunan kelapa sawit di Kabupaten Malang. Menurut Jubir Aliansi Selamatkan Lingkungan Malang Selatan, Atha Nursasi mengatakan bahwa pembangunan kelapa sawit akan berdampak kerusakan di berbagai sektor. Di antaranya mulai dari sektor ekonomi, lingkungan, sosial, bahkan berpotensi memicu adanya korupsi.
Baca Juga : Kunjungan Turun Drastis, Disporapar Kota Malang Terapkan Strategi Khusus Tarik Wisatawan Mancanegara
"Kami melihat dalam berbagai perspektif tentu secara lingkungan hidup, segala resiko dan berbagai ancaman. Selain itu perkebunan kelapa sawit itu juga berkaitan dengan problem korupsi," ujarnya.
Nursasi mencontohkan, seperti halnya di beberapa daerah dengan lahan perkebunan sawit yang besar dengan pengelolaannya begitu besar, dari hasil investigasi dan hasil kajian dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa untuk kerentanan tata pengelolaan kelapa sawit adalah korupsi, begitu juga berkaitan dengan proses perizinan.
Terjadinya pembangunan tersebut, juga ada kondisi di mana Pemerintah Daerah (Pemda) itu mengalami sitausi dilematis. Di satu sisi, harus memenuhi atau mengakomodir kepentingan ekonomi global di sektor perkebunan sawit. Di lain sisi juga perlu menyiapkan atau menyesuaikan kebijakan-kebijakan daerah dengan nasional, yang berkaitan dengan upaya melancarkan agenda investasi di sektor perkebunan sawit.
"Nah kerentanan ini juga akan memicu terjadinya korupsi," ujarnya.
Mengingat kasus sebelumnya di Kabupaten Malang telah terjadi kasus korupsi di sektor tambang pasir besi pada tahun 2016 lalu. Yang kemudian kalah, karena pegiat lingkungan kompak untuk menggugat.
"Kejadian itu dapat memicu korupsi dan nilainya tidak sedikit. Kekhawatiran itu yang mungkin bisa terjadi manakala pola yang dipakai itu sama. Terlebih perda RT/RW Kabupaten Malang atau kebijakan tata ruang Kabupaten Malang itu menempatkan wilayah selatan malang adalah wilayah konservasi. Yang berarti tidak boleh dialihfungsikan sebagai tempat industri perkebunan kelapa sawit," ujarnya.
Rencana pembangunan kelapa sawit dengan lahan sekitar 60 ribu hektar, Bupati Kabupaten Malang, Sanusi pernah mengatakan bahwa kondisi geografis di Kabupaten Malang akan disesuaikan dengan kondisi geografis di daerah yang sudah menanam kelapa sawit terlebih dahulu, seperti Sumatera dan Kalimantan. Menurut Nursasi, hampir 60 persen wilayah Kabupaten Malang itu adalah daerah karst (kawasan batu gamping) dan juga wilayah Kabupaten Malang secara teritorial adalah daerah pesisir. Sementara lahan 60 ribu hektar itu pasti akan membentang di beberapa desa atau kecamatan.
"Itu juga akan menimbulkan terjadinya alih fungsi besar-besaran dan memicu konflik sosial. Maka kami mendorong agar pihak DPRD Kabupaten Malang bertindak tegas. Jika menolak, ya menolak. Jika mendukung ya mendukung. Tidak boleh kabur," ujarnya.
Baca Juga : Cuitan Lawas Gofar Hilman Soal "Berhubungan" Kembali Viral Usai Dituding Lakukan Pelecehan Seksual
Namun, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang Budiar Anwar sempat membantah adanya wacana pembangunan kelapa sawit dan mengatakan bahwa itu hanya isu. "Jika memang begitu, mungkin ada masalah internal di mereka. Yang terpenting kami menolak adanya pembangunan lahan kelapa sawit," ujar Nursasi.
Sementara itu, anggota Komisi 1 DPRD Kabupaten Malang mengatakan bahwa ASLIMAS telah menyampaikan keberatannya terkait dengan rencana Bupati Kabupaten Malang untuk membangun perkebunan sawit dengan berbagai alasan, baik itu isu lingkungan maupun ekonomi.
Beberapa point-point keluhan itu menurut berbagai penelitian yang ada, dengan pembuatan perkebunan kelapa sawit itu akan mengancam serta merusak lingkungan.
Mengingat juga bahwa kelapa sawit ini sudah ada di Malang Selatan sejak tahun 2012 tanpa kajian yang diketahui. "Ini saya tidak tahu, tapi mereka memberikan kajian, bahwa kelapa sawit per pohonnya dalam per bulan hanya menghasilkan Rp 900 per kilo. Dan per pohon per bulan hanya menghasilkan 10 kilo. Jadi tidak besar, jika dibandingkan tanaman lain seperti pisang, kelapa, kopi, dan tebu," ujarnya.
Lanjutnya, dalam sisi ekonomi, kelapa sawit hanya dijual kepada beberapa pihak saja (para pabrik). Dan tidak bisa dijual dengan olahan sendiri.
"Kami menerima keluhan mereka dan akan disampaikan kepada pimpinan dewan, yang kemudian diteruskan kepada komisi terkait. Yang pasti kita akan melakukan kajian dengan masukan dari mereka. Karena dapat berdampak ekonomi, lingkungan dan sosial. Nah kajian itu mungkin ada di komisi berkaitan. Setahu saya isu ini belum ada forum Pemda bersama DPRD," ujarnya.