MALANGTIMES - Syiar Ramadan ke-enam Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang, mengusung tema "Puasa dan Kesabaran Membangun Komitmen Sosial dan Spiritual". Selaras dengan tema yang dibahas, salah satu narasumber, Prof Dr H Roibin MHI menjelaskan, jika sabar terdapat tiga tingkatan.
Dikatakannya, tiga tingkatan sabar tersebut yakni, sabar dalam menjauhi maksiat, sabar dalam ketaatan dan sabar dalam menghadapi musibah atau takdir. 'Wa shabru alal-ma’shiyati', Sabar dalam menjauhi maksiat, merupakan hal yang sulit. Namun ketika seseorang mampu menjaga hal tersebut, dalam lingkup kecil seperti iri hati, sombong, tak membicarakan orang lain dan sebagainya, di situ seseorang telah mampu mencegah maksiat.
Baca Juga : Mengaku Nabi ke 26 dan Menistakan Islam, Pria Ini Diburu Polisi dan Pihak Imigrasi
"Malah sebaliknya, 'sombong' tidak pasif, tapi menjadi aktif dalam berbuat kebaikan," jelasnya.
Kemudian, wa shabrun ala at-tha’ati. Seseorang harus sabar dalam ketaatan kepada Allah SWT. Ketaatan pada Allah SWT, tentu semua perintah Allah harus dilakukan, diamalkan dan juga menjauhi segala larangannya juga harus dilakukan. Ketaatan sendiri merupakan hal yang berat.
"Betapa luar biasanya ini, sabar mewakili semua. Sabar itu menghadirkan kebaikan pada diri," terangnya.
Kemudian, wa shabru alal-mushibati. Sabar merupakan hal yang berat. Sebab, kesabaran melahirkan sebuah musibah yang merupakan sebuah ujian. Dalam hal ini, bisa merupakan ujian dalam kebaikan maupun ujian yang diberikan dalam bentuk musibah.
Ketika seseorang diuji dengan kebaikan, tentunya harus bersyukur. Dan syukur termasuk dalam melakukan ketaatan sehingga butuh juga pada kesabaran, seperti yang disebutkan sebelumnya. Sedangkan ketika diuji dengan musibah, tentunya membutuhkan kesabaran yang besar. Seseorang harus berusaha menahan dan menanamkannya dalam hati.
Dr H Imam Muslimin MAg, menambahkan, jika sesungguhnya, sabar itu adalah bersama Allah. Sehingga dinyatakan 'innallaha ma’as-sabirin' yang berarti: 'sesungguhnya Allah SWT bersama orang-orang yang sabar'.
Baca Juga : Orda NTT Malang Raya Usung 6 Rekomendasi untuk Pemda Mengenai Bencana NTT, Berikut Rinciannya
"Sehingga sebaliknya, seseorang tersebut tak mungkin bisa bersabar kalau tidak bersama Allah," terangnya.
Lalu bagaimana bersama Allah itu?, lebih lanjut dijelaskan Imam, jika bersama Allah artinya harus berakhlak seperti Allah, dengan mengamalkan sifat Allah. "Apa akhlak itu? Ya yang 99 itu (Asmaul Husna)," jelasnya.
Jika akhlak Allah yang terkandung dalam Asmaul Husna mampu terpencar dari jiwa seseorang, alangkah hebatnya seseorang tersebut. Hal itu tentunya juga menjadi kebahagiaan tersendiri.