BONDOWOSOTIMES - Polemik peraturan daerah (Perda) Kabupaten Bondowoso mengenai toko swalayan masih menjadi buah bibir masyarakat. Alih-alih menjawab pertanyaan mengenai Perda Nomor 5 Tahun 2020 yang disinyalir melenceng dari Naskah Akademik (NA), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Riset Daerah (DRD) Bondowoso kini dinilai lebih sibuk mendorong penertiban toko swalayan.
Namun bukan menggunakan aturan yang baru saja disahkan, Legislatif malah mendorong eksekutif melakukan penertiban dengan dasar Perbup Nomor 39 Tahun 2013 yang merupakan turunan Perda No 3 Tahun 2012 yang sudah tak berlaku. Peraturan yang sudah ‘kadaluarsa’ itu secara hukum harusnya sudah digantikan dengan aturan main yang baru.
Baca Juga : Jelang Hari Air Sedunia, Nawakalam Gemulo Kritisi Perda Tata Ruang Kota Batu
Karena belum lama ini, telah disahkan Perda baru yakni Perda Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Toko Swalayan dan Pusat Perbelanjaan.
Belum lama ini, Ketua Fraksi PPP DPRD Bondowoso Imam Khalid Andiwijaya menyatakan, bahwa legislatif mendorong pemerintah daerah untuk melakukan penertiban terhadap toko modern yang tak sesuai dengan Peraturan Bupati nomor 39 tahun 2013 sebelum eksekutif membuat perbup tentang penataan pasar Modern.
“Ide yang sangat bagus dari DRD untuk menertibkan beberapa toko swalayan yang tak sesuai dengan Perbup 39 tahun 2013,” kata Andy yang tak lain merupakan anggota Pansus Perda Nomor 5 Tahun 2020.
Padahal, dalam Perda nomor 5 Tahun 2020 Pasal 60 disebut bahwa pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso Nomor 3 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern (Lembaran Daerah Kabupaten Bondowoso tahun 2012 Nomor 1 Seri E) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dosen Hukum Acara Fakultas Syariah IAIN Jember Achmad Hasan Basri mengatakan, dalam ilmu perundang-undangan, ada asas yang menyatakan bahwa hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama.
"Lex posterior derogat legi priori, dengan catatan tingkatan dan materi muatannya sama. Contoh seperti perda tadi. Maka perda lama dianulir oleh perda yang baru," jelasnya saat dikonfirmasi Senin (15/3/2021).
Hasan Basri juga menegaskan, demikian pula dengan Perbup yang merupakan turunan dari Perda. Jika sudah disahkan Perda baru, maka Perbup lama sebagai turunan Perda lama juga kehilangan objektivitasnya. Sekalipun belum dibuat Perbup baru turunan dari Perda yang baru disahkan.
Baca Juga : Isu Diajak Moeldoko Jadi Waketum, Eks Wakapolri Syafruddin Beri Bantahan Keras
"Maka dibutuhkan perbup baru sebagai pengganti untuk mempermudah perda tadi. Misalkan perbupnya mengatur tentang teknisnya," imbuhnya.
Ia menambahkan, Perda yang telah diundangkan tetap berlaku meski belum ada Perbup yang menjadi petunjuk teknisnya.
"Tetapi tidak adanya perbup, suatu perda tetap berlaku dan bisa diterapkan. Berlakunya perda tidak ditentukan dari sudah atau belum diterbitkannya peraturan pelaksana di bawahnya (Perbup)," terang pria yang akrab disapa Hasan itu.
Persoalan Perda pengatur toko swalayan atau toko modern di Bondowoso memang menjadi perbincangan hangat semenjak diundangkannya Perda No 5 Tahun 2020 sebagai pengganti Perda No 3 Tahun 2012. Sebab, dalam proses penyusunannya disinyalir melenceng dari Naskah akademik (NA).
Pemerintah melakukan pemangkasan 950 meter jarak antara toko modern dan pasar tradisional. Dari semula diatur 1000 meter sekarang menjadi 50 meter. Apalagi, pemberian pembinaan toko modern kepada toko kelontong hingga saat ini tidak pernah dilakukan.