TULUNGAGUNGTIMES - Keputusan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Tulungagung yang akan menjalankan kebijakan kenaikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) kembali mendapat respons dari Asosiasi Kepala Desa (AKD). Ketua AKD Muhammad Sholeh melalui Humasnya, M. Suhardi menegaskan, para kepala desa di 18 Kecamatan tidak akan menerima dan atau mengambil SPPT untuk diteruskan ke wajib pajak di desa masing-masing.
Keputusan ini dijelaskan dengan tanda tangan 90 persen kepala desa di Tulungagung yang telah memberi dukungan pada AKD untuk menolak kenaikan NJOP dan Pajal Bumi Bangunan (PBB) di masa pandemi Covid-19.
Baca Juga : Surganya Wisata Alam di Kabupaten Blitar, Desa Ngadipuro Punya 11 Pantai Indah
"Ini masa pandemi, pemerintah telah membantu masyarakat karena dampaknya sangat menyulitkan ekonomi. Kemudian Bapenda berencana menaikkan NJOP, coba dipikir masuk akal apa tidak," kata pria yang juga Kepala Desa Sumberejo Kulon Kecamatan Ngunut ini, Rabu (10/03/2021).
Kenaikan NJOP bisa dipahami kepala desa karena pemerintah membutuhkan dana besar untuk jalannya pembangunan. Namun, jika dijalankan sepihak tanpa sosialisasi hingga ke tingkat desa, masyarakat juga dipastikan akan keberatan.
"Kenaikannya juga besar, jadi keputusan Bapenda ini tidak tepat di saat sekarang. Perlu waktu untuk menjelaskan ke masyarakat dahulu, jangan kemudian langsung diterapkan begitu saja," ujarnya.
Petugas dari Bapenda menurut informasi yang diterima AKD sudah mulai keliling mendatangi kantor desa dan meminta kerja sama agar bisa menerima SPPT, kemudian diteruskan ke wajib pajak. Namun, para kepala desa masih tetap belum mau menerima jika nilai yang tertera dalam SPPT itu tidak dikembalikan pada tahun sebelumnya.
"Kami (AKD) bukan memboikot, namun memberi pertimbangan yang rasional agar penarikan pajak ini bisa berjalan tanpa memberatkan masyarakat," terangnya.
Suhardi memastikan jika AKD dapat diajak mencari solusi dalam permasalahan ini. Bupati Tulungagung diharapkan untuk turun tangan guna mencari titik temu agar masalah ini tidak berlarut. "Saya kira bupati saatnya turun tangan, masalah ini harus dicari solusinya," paparnya.
Sebelumnya, dalam pemberlakuan kebijakan kenaikan NJOP, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tulungagung menilai permintaan keberatan dari Asosiasi Kepala Desa (AKD) berubah-ubah. Menurut Kepala Bapenda Tulungagung Endah Inawati, dari pertemuan koordinasi pertama, hingga hearing dengan DPRD 04 Maret 2021 silam, selalu berubah atau tidak sama.
"Dalam koordinasi kedua yang difasilitasi Bupati di Pendopo, AKD sepakat untuk dinaikkan tipis-tipis, tapi waktu hearing dengan DPRD justru ingin dikembalikan pada NJOP Tahun 2020," Kata Endah di Kantornya. Selasa (09/03/2021).
Endah juga menyayangkan, karena dalam hearing lalu, yang diminta untuk berbicara pertama adalah AKD, menurutnya agar semuanya bisa jelas, seharusnya Bapenda diberi waktu dulu untuk menjelaskan, karena yang dipermasalahkan dalam hal ini adalah Bapenda.
Baca Juga : Pupuk Subsidi Langka dan Mahal, GMNI Cabang Pamekasan Demo Kantor DKPP
"Alangkah baiknya Bapenda diberi kesempatan menceritakan kronologi, setelah itu baru ditanggapi oleh AKD," ucapnya.
Wanita ramah ini mengungkapkan, sebelum hearing dengan DPRD 04 Maret 2021, sebenarnya sudah ada 2 kali pertemuan koordinasi dan koordinasi itu juga menghasilkan kesepakatan. Tapi setelah kesepakatan disetujui dan ditindaklanjuti dengan naik cetak SPPT, saat hearing justru beda lagi permintaannya.
Endah menceritakan, yang perlu dipahami semua agar tidak terjadi polemik, bahwa sejak diserahkannya kewenangan PBB dari KPP Pratama ke Pemda tahun 2014, Pemda belum melakukan pembaharuan zona nilai tanah, kalau dihitung sudah sekitar 6 tahun.
Menurut amanat undang-undang lanjutnya, setiap 3 tahun sekali diharuskan melakukan update zona nilai tanah atau pembaharuan NJOP. "Karena kita terbentur anggaran akhirnya pembaharuan dilakukan tahun 2020," ucapnya.
"Dalam artian pembaharuan ini bukan melipatkan nilai-nilai pajak, tapi melakukan validasi nilai tanah pada kondisi sebenarnya," imbuhnya.
Hasil kajian Bapenda dengan UGM, menemukan 2 opsi, pertama naik 100% dan kedua naik 60%. Endah mengaku, ini bukan naik lagi tapi memang sudah ganti harga, karena setelah dilihat di lapangan ditemukan tanah hanya bernilai 20 ribu per meter, padahal realitanya sudah tidak ada tanah senilai itu.