INDONESIATIMES- Menteri Negara Bidang Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara di era Presiden Soeharto, Emil Salim menyoroti soal kasus korupsi eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. Ia mengaku terenyuh saat membaca sebuah berita yang mengatakan jika Edhy Prabowo membeli barang-barang mewah dari hasil korupsi tersebut.
Emil lantas mengingat kisah Wakil Presiden Mohammad Hatta yang ingin membeli sepatu. Hal itu ia sampaikan melalui akun Twitternya @emilsalim2010 Sabtu (13/1/2021).
Baca Juga : Kepala Disdikbud Turun Tangan, Polemik Pembangunan Bronjong Sekolah YPKA Malang Beres
"Hati trenyuh membaca “Tempo” beritakan belanja mantan Menteri Kelautan & Perikanan beli jam-tangan Rolex & barang2 lux lainnya dan ingatan melayang ke hasrat WAPRES Bung Hatta hanya ingin beli sepatu Bailey, namun maksud tak sampai karena gaji tak cukup," cuit Emil Salim.
Cuitan Emil itu langsung saja mendapatkan berbagai respons dari warganet. Mereka menilai jika menteri di era Soeharto tidak berani melakukan hal-hal yang seperti dilakukan Edhy.
@afathngantuk: "Dulu jaman pak Harto, Mentri gak bakal berani terang-terangan beli dan pakai barang mewah. Apalagi hasil korupsi".
@Heripolitia: "Jika setiap jbatan apapun dimaknai sebagai amanah yg akan dimintai pertanggung jawabannya tidak hanya di dunia namun juga di pengadilan akherat kelak,. Maka tentu akan ditunaikan dgn sebaik2nya & selurus2nya prof".
@Heripolitia: "Korupsi tjd bukan hanya karena ada niat dan kesempatan, namun dominan disebabkan karena keserakahan, abai bahwa hidup ini hanya sementara, ada saat di mana tubuh akan lapuk hancur binasa dalam tanah".
Seperti diketahui, Edhy Prabowo terjaring OTT oleh KPK pada 26 November 2020 lalu. Ia terbukti terlibat dalam kasus korupsi ekspor benur yang diduga menerima uang senilai Rp 3,4 miliar.
Kisah Bung Hatta yang tak bisa membeli sepatu
Pada tahun 1950, kala itu Bung Hatta pulang ke rumahnya. Begitu menginjakkan kaki di rumah. Ia ditanya sang istri, Ny Rahmi Rachim, tentang kebijakan pemotongan nilai mata ORI (Oeang Republik Indonesia) dari 100 menjadi 1.
Pantas saja hal itu ditanyakan oleh sang istri. Sebab Ny Rahmi tidak bisa membeli mesin jahit yang diidam-idamkannya akibat pengurangan nilai mata uang. Padahal, ia sudah cukup lama menabung untuk membeli mesin jahit baru. Lantas, apa kata Bung Hatta?
"Sunggguhpun saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada siapa pun. Biarlah kita rugi sedikit, demi kepentingan seluruh negara. Kita coba menabung lagi, ya?" jawab Bung Hatta.
Kisah mesin jahit ini adalah salah satu contoh dari kesederhanaan hidup Bung Hatta dan keluarganya. Sejak kecil, ia sudah dikenal hemat dan gemar menabung.
Baca Juga : Bank Indonesia Sebut Sektor Pariwisata Pacu Pertumbuhan Ekonomi Banyuwangi
Akan tetapi, uang tabungannya itu selalu habis untuk keperluan sehari-hari dan membantu orang yang membutuhkan. Sampai-sampai sepasang sepatu Bally yang diidam-idamkannya pun tak pernah terbeli hingga akhir hayatnya.
Tak bisa dibayangkan, seorang yang pernah menjadi nomor 2 di negeri ini tidak pernah bisa membeli sepatu. Mimpi itu masih berupa guntingan iklan sepatu Bally yang tetap disimpannya dengan rapi hingga wafat pada tahun 1980.
Kala itu Bung Hatta baru menikah dengan Ny Rahmi 3 bulan setelah memproklamasikan kemerdekaan RI bersama Bung Karno pada 18 November 1945. Apa yang dipersembahkan Bung Hatta sebagai mas kawin? Hanya buku "Alam Pikiran Yunani" yang dikarangnya sendiri semasa dibuang ke Banda Neira tahun 1930-an.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Wapres tahun 1956, keuangan keluarga Bung Hatta semakin kritis. Uang pensiun yang didapatkannya sangat kecil. Dalam buku "Pribadi Manusia Hatta, Seri 1," Ny Rahmi menceritakan, Bung Hatta pernah marah saat anaknya usul agar keluarga menaruh bokor sebagai tempat uang sumbangan tamu yang berkunjung.
Ny Rahmi mengenang, suatu ketika sang suami terkejut saat menerima rekening listrik yang tinggi sekali. "Bagaimana saya bisa membayar dengan pensiun saya?" kata Bung Hatta.
Bung Hatta mengirim surat kepada Gubernur DKI Ali Sadikin agar memotong uang pensiunnya untuk bayar rekening listrik. Namun saat, Pemprov DKI memutuskan untuk menanggung seluruh biaya listrik dan PAM keluarga Bung Hatta.