Sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Malang Raya (JMR) Anti-Kekerasan turun ke jalan, Senin (19/10/2020). Mereka menyesalkan tindakan represif terhadap para peliput berita saat aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja 8 Oktober 2020 lalu.
Para jurnalis dari berbagai media di Malang Raya tersebut dalam aksi kali ini turut menampilkan manekin sebagai ilustrasi kerja jurnalis. Tulisan-tulisa berupa “Stop Kekerasan terhadap Jurnalis”, “Ingat UU Pers Main Sikat Kerr...”, “Lawan Premanisme terhadap Jurnalis” dan yang lainnya mewarnai aksi yang berlangsung di kawasan Alun-Alun Tugu Kota Malang tersebut.
Baca Juga : Ribuan Mahasiswa Akan Datangi Istana Lagi, Tolak UU Cipta Kerja Tepat Setahun Jokowi Menjabat
"Kami memprotes keras tindakan represi ataupun perlakuan oleh pihak kepolisian yang bertindak brutal saat aksi unjuk rasa omnibus law pada pekan kemarin terhadap semua orang, termasuk kepada jurnalis yang sedang melakukan kerja-kerja jurnalistik," ujar juru bicara Slsolidaritas JMT Anti-Kekerasan Zainul Arifin.
Solidaritas JMR Anti-Kekerasan yang terdiri dari Pewarta Foto Indonesia (PFI) Malang, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Malang Raya meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kejadian tersebut. Mengingat, tindakan-tindakan kekerasan terhadap jurnalis tak hanya terjadi sekali.
Tentu saja tindakan represif itu sangat disesalkan. Dan diharapkan pihak kepolisian bisa memberikan pemahaman kepada personel keamanan akan UU Pers.
"Ini adalah kejadian yang terus berulang. Maka tuntutan kami jelas, meminta kepolisian untuk mengusut kasus ini serta memberikan pemahaman, termasuk institusi kepolisian sampai ke personelnya, tentang UU Pers.
Tentang bagaimana melindungi kerja-kerja jurnalistik, agar tidak dihantam dengan seenaknya sendiri," imbuh Zainul.
Padahal, tindakan kekerasa baik fisik maupun verbal terhadap jurnalis tidak dibenarkan. Sebab, dalam UU Pers telah diatur bahwa setiap jurnalis memiliki hak untuk menyebarkan informasi.
Hal inilah yang menjadi poin sorotan dalam aksi Solidaritas JMR Anti-Kekerasan tersebut. "Karena itu kami memprotes itu," tandasnya.
Baca Juga : Eks Terpidana Kasus Munir Pollycarpus Meninggal, Suciwati Tetap Minta Kasus Suami Berjalan
Lebih jauh, Solidaritas JMR Anti-Kekerasan juga mengimbau para perusahaan media untuk senantiasa bertanggung jawab penuh terhadap jurnalisnya, membekali jurnalisnya dengan identitas kartu pers, hingga memberikan pendampingan jurnalis yang menjadi korban kekerasan sesuai Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Wartawan yang dikeluarkan Dewan Pers.
Solidaritas JMR Anti-Kekerasan juga terus mengharapkan teman-teman jurnalis untuk bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik dan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
"Kami juga meminta perusahaan media untuk bertanggung jawab penuh terhadap jurnalisnya. Untuk memprioritaskan keselamatan jurnalis dan memberikan pendampingan hukum terhadap setiap jurnalis ketika mengalami kekerasan. Dan kami mengimbau pada teman-teman untuk tetap patuh terhadap UU Pers. Serta tidak perlu takut ketika mengalami kekerasaan dan melaporkan apa yang terjadi," tandasnya.