Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan UU Cipta Kerja pada rapat paripurna yang digelar pada 5 Oktober 2020. Sikap ini pun menuai reaksi keras dari berbagai kalangan. Tak terkecuali dari kalangan mahasiswa di Kota Malang.
Aliansi Mahasiswa Brawijaya telah menyatakan sikap mengutuk sikap Pemerintah dan DPR yang telah melakukan pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja. Sikap pemerintah dan DPR dianggap secara sepihak serta mengabaikan suara dan aspirasi rakyat mengenai ancaman keberlangsungan hidup yang akan diterima oleh setiap kalangan masyarakat apabila Undang-Undang ini diterapkan.
Baca Juga : Tolak Omnibus Law, BEM SI Beri Pernyataan Sikap: RUU Cipta Kerja Sakiti Hati Rakyat
"Pemerintah dan DPR yang secara labelitasnya merupakan pionir bangsa sekaligus perwakilan dari masyarakat, namun fakta yang tersedia telah membuktikan secara terbuka bahwa saat ini Pemerintah dan DPR tidak lebih dari sosok pengkhianat bangsa dan penindas rakyat kecil yang dengan sengaja "menjual" negeri ini kepada para korporat demi keuntungan pribadi," ujar Presiden Eksekutif Mahasiswa, Muhammad Farhan Aziz dalam konferensi pers Brawijaya Menggugat di sebuah kafe di Malang, Selasa sore (6/10/2020).
Alih-alih memfokuskan perhatian dan memberikan dedikasi penuh dalam penangan wabah, kata Farhan, Pemerintah dan DPR justru mensentralisasikan prioritas mereka pada pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja yang dalam proses persiapannya saja sudah sangat bermasalah.
"Seperti dalam tahap penyusunan yang minim akan keterlibatan masyarakat, khususnya dari kelompok yang kerap dimarjinalisasikan seperti kaum buruh, nelayan, dan petani, sehingga pada bagian penyusunannya saja sudah mendegradasi hak atas partisipasi publik," katanya.
Bahkan, lanjutnya, sejumlah agregasi yang turut mengakomodir Omnibus Law Cipta Kerja melalui Tim Satgas secara komposisinya didominasi oleh kalangan pengusaha dan dari internal pemerintah itu sendiri disertai dengan minimnya pelibatan tokoh akademisi.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja juga sangat berpotensi dalam membangkitkan kembali pola kehidupan New Orde Baru melalui sistematika kebijakan yang terpusatkan kepada wewenang pemerintah pusat. Hal ini menciderai semangat otonomi daerah sebagai salah satu isi dari perjuangan reformasi.
"Juga menghancurkan ruang hidup masyarakat melalui pasal-pasal Omnibus Law yang memberikan kemudahan bagi korporasi untuk merampas tanah dan sumber daya alam sekitarnya yang dikuasai oleh masyarakat adat dan kolektif marjinal," timpalnya.
Ia juga menganggap Omnibus Law Cipta Kerja akan melegalkan terjadinya tindakan represi selama proses penggusuran, memberi ruang besar bagi kerusakan lingkungan alam dengan dihapuskannya ketentuan Amdal, dan semakin mendiskriminasi kaum pekerja, perempuan, hingga kaum minoritas melalui sistematika perbudakan modern, PHK massal, hingga tindak eksploitasi tanpa adanya pemberian sanksi kepada korporasi yang melakukan kesewenangan tersebut.
"Maka dari itu kami menyatakan mosi tidak percaya kepada Pemerintah dan DPR," tegasnya.
Aliansi Mahasiswa Brawijaya juga mengecam keras segala tindakan represif aparat selama proses demonstrasi dan penyampaian aspirasi publik. Selain itu, seluruh elemen mahasiswa UB juga mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk terus melakukan perlawanan terhadap Omnibus Law Cipta Kerja serta turut serta dalam mengawal dan memperjuangkan proses pembatalan UU tersebut melalui mekanisme Judicial Review.
Baca Juga : Udara Bersih dari Asap Rokok dengan Lidah Mertua
"Pada intinya kita ingin RUU Cipta Kerja ini dibatalkan," tukasnya kepada awak media saat wawancara.
Setelah ini, akan ada aksi lanjutan secara berturut-turut dari aliansi. Aksi lapangan akan digelar tanggal 8. Apabila belum menghasilkan apa-apa, akan ada gerakan-gerakan lainnya. Namun, Farhan menegaskan, kali ini pihaknya akan fokus pada edukasi kepada masyarakat mengenai undang-undang dan juga kinerja pemerintah maupun DPR.
"Kita pengen melebarkan edukasi kepada masyarakat umum dengan mekanisme model propaganda kedaerahan," ungkapnya.
Misalkan, lanjutnya, di Malang bisa melakukan edukasi dengan menggunakan bahasa Malangan atau guyonan Malangan. Hal ini masih mereka diskusikan lebih lanjut.
"Tiap daerah bisa berbeda-beda, makanya kita dari mahasiswa akan membentuk tim kampanye kedaerahan di masing-masing daerah," pungkasnya.
Hal ini dilakukan agar tekanan publik kepada DPR semakin kuat sehingga akan menghancurkan citra DPR.