Penyebaran virus Covid-19 di Tanah Air hingga kini masih terus meningkat. Hal itu terlihat melalui grafik yang tak kunjung melandai dengan total kasus per 27 September 2020 yakni mencapai angka 279 ribu.
Sebelumnya awal kasus Covid-19, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajarannya fokus untuk menerapkan 3T (tracing, testing dan treatment) sejak Juli lalu. Kala itu kasus positif Covid-19 baru 108.376 per 31 Juli 2020.
Baca Juga : 31 Warga Al-Izzah Kota Batu Dinyatakan Sembuh Tanpa Swab Test Ke-Dua
Namun seiring berjalannya waktu, jurus Jokowi itu tidak menampakkan hasil. Bahkan kasus Covid-19 dibeberapa hari terkahir ini kian meningkat hingga 4 ribu-an per hari.
Terkait jurus tersebut, ahli epidemiologi dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane menduga wabah belum juga terbendung karena penerapan 3T yang tidak tepat dan efektif.
Bahkan, Masdalina mengatakan jika pemerintah tidak memiliki konsep jelas dalam penerapan jurus 3T itu. Dia menilai jika jurus tersebut kini berubah menjadi sebuah jargon.
"Kesalahan terbesar [pemerintah] adalah pengendalian tanpa konsep dan sebatas jargon. Jargon 3M, 3T. Itu sudah usang, sudah hampir tujuh bulan dilakukan hasilnya nggak ada perubahan, semrawut, tidak jelas," ujar Masdalina.
Di sisi lain, tak hanya 3T saja yang meleset, tapi jika prediksi Jokowi soal puncak Covid-19. Teranyar, Jokowi sempat memprediksi jika puncak Covid-19 akan terjadi pada Agustus-September. Tapi pada kenyataannya jelang akhir September kasus Covid-19 malah meningkat.
Baca Juga : Berawal Perjalanan dari Madura, Sejumlah Nakes di Blitar Dilaporkan Positif Covid-19
Lebih lanjut, Masdalina mengatakan jika ada tiga pendekatan yang mampu untuk mengendalikan virus Covid-19. Yakni mencegah, mendeteksi dan mengendalikan.
Ia bahkan menilai jika peningkatan kapasitas testing dan menerapkan protokol kesehatan bakal percuma jika pengendalian virus tak maksimal.