Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan survei terkait dampak yang timbul akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama masa pandemi covid-19.
Hasil survei tersebut menunjukkan kesimpulan bahwa untuk jenjang SMK, pembelajaran praktik membutuhkan kehadiran siswa dan guru secara fisik di ruang praktikum dengan protokol kesehatan yang ketat.
Baca Juga : Pramuka Jember Bagikan Ribuan Masker, Ajak Masyarakat Sadar Kesehatan
"Kami menjaring masukan dari SMK dan hasilnya banyak anak SMK yang kesulitan memahami pembelajaran. Kemudian timbul adanya kekhawatiran jika kondisi ini terus berlangsung, lulusan SMK menjadi tidak kompeten," tutur Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud, Wikan Sakarinto.
Untuk itu, tidak seperti sekolah-sekolah pada umumnya yang hanya diperbolehkan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di daerah zona hijau dan kuning. Khusus untuk SMK, pada semua zona diperbolehkan pembelajaran tatap muka.
Namun demikian, hanya untuk pembelajaran praktik karena adanya kebutuhan praktikum. Pembelajaran praktik tersebut harus dilakukan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Realisasinya di lapangan diserahkan kepada SMK dengan tetap berkoordinasi dengan satuan gugus tugas setempat dan dinas pendidikan," kata Wikan.
Wikan mengatakan, sebagai bentuk persiapan saat ini pemerintah daerah melalui dinas pendidikan tengah melakukan asesmen untuk memetakan tingkat kesiapan sekolah sebelum pembelajaran tatap muka dibuka.
Dijelaskan Direktur Sekolah Menengah Kejuruan Kemendikbud, M. Bakrun, diperbolehkannya pembelajaran tatap muka bagi jenjang SMK dikarenakan pembelajaran praktik merupakan keahlian inti SMK. Oleh karena itu, pembelajaran praktik mata pelajaran produktif bagi peserta didik SMK diperbolehkan di semua zona dengan wajib menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, tersedianya sarana kesehatan dan kebersihan yang baik, serta penerapan social distancing.
Baca Juga : Munculnya Kekhawatiran Kluster Baru di Sekolah, Ini Jawaban Kemendikbud
"Pembagiannya (jadwal masuk siswa) diatur sekolah per shift merujuk pada protokol kesehatan yang ada. Kesiapannya diserahkan ke masing-masing daerah dan sekolah. Ada satuan gugus tugas di daerah yang menentukan sekolah dan daerah mana yang sudah memenuhi daftar periksa," paparnya.
Selanjutnya, penyederhanaan kurikulum juga diberlakukan oleh Kemendikbud untuk memberikan kemudahan bagi guru-guru agar tidak perlu menuntaskan kurikulum serta tidak membebani siswa dalam pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Bersamaan dengan revisi SKB, Kemendikbud menerbitkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
Merujuk pada kepmen di atas, satuan pendidikan pada kondisi khusus dalam melaksanakan pembelajaran dapat: 1) tetap mengacu pada kurikulum nasional, 2) menggunakan kurikulum darurat, dan 3) melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. Semua jenjang pendidikan pada kondisi khusus dapat memilih satu dari tiga kurikulum tersebut, tak terkecuali SMK.