Bupati HM. Sanusi memberikan tanggapan terkait adanya warga Kabupaten Malang yang tetap melaksanakan salat Idul Fitri berjamaah di luar rumah.
Menurut Sanusi, meski sudah masif menyosialisasikan imbauan ibadah di rumah saat pandemi covid-19, nyatanya masih ada warga Kabupaten Malang yang mengabaikan instruksi pemerintah tersebut.
Baca Juga : Anggaran Kebutuhan Kesehatan Penanganan Covid-19 di Kota Batu Dipangkas, Ini Alasannya
”Kita ikuti imbauan alim ulama dan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Imbauannya, MUI itu meminta masyarakat untuk tidak melakukan salat Idul Fitri di luar rumah. Berarti itu kan salat Idul Fitri dilakukan di dalam rumah masing-masing,” kata bupati Malang di sela-sela agenda rapat evaluasi penerapan PSBB (pembatasan sosial berskala besar) di pendopo (22/5/2020).
Seperti yang sudah diberitakan, dari penelusuran Polres Malang, terindikasi ada sekitar 3 hingga 4 tempat ibadah di tiap kecamatan di Kabupaten Malang yang tetap melangsungkan salat Id, Minggu (24/5/2020).
Disinggung perihal temuan Polres Malang tersebut, Sanusi memilih untuk irit bicara dan terkesan memasrahkan semuanya kepada para jamaah yang tetap beribadah di luar rumah.
”Tergantung dari daerahnya. Tapi imbauan pemerintah dan imbauan MUI itu agar tidak melaksanakan salat Ud di luar rumah. Kita serahkan saja (kepada masing-masing jamaah), karena itu hak mereka. Cuma kita akan mengimbau supaya physical distancing tetap dijalankan dan memberi pengertian kepada mereka bahwa berkerumun begini ini rentan ketularan covid-19,” ungkap Sanusi.
Orang nomor satu di Pemerintah Kabupaten Malang ini tidak menampik bahwa masih banyak warganya yang menentang imbauan pemerintah untuk ibadah di rumah. Bahkan, pihaknya juga tidak memungkiri ada stigma buruk warga terhadap kebijakan pemerintah tersebut.
Terbukti, sampai saat ini terpantau masih ada yang melangsungkan ibadah di luar rumah. Misalnya saat salat Jumat dan salat Idul Fitri.
”Maka kita ini sebenarnya menjaga. Tetapi masyarakat Kabupaten Malang khususnya dan Indonesia pada umumnya kita lihat di medsos (media sosial), banyak yang tidak menyadari bahwa pemerintah melarang ini dianggap kepentingan pemerintah. Bupati membuat surat edaran dianggap nupati yang memiliki kepentingan,” ucap Sanusi.
Baca Juga : Bupati Keluarkan Surat, Pasar dan Mal di Jember Tutup 7 Hari
Menurut Sanusi, adanya warga yang menentang kebijakan pemerintah tersebut sudah terjadi sejak masa penjajahan. Saat itu banyak masyarakat yang menentang pemerintahan karena dianggap semena-mena.
”Dulu ketika masa penjajahan, kalau melawan pemerintah itu bangga. Sekarang ini masih dianggap kalau melanggar atau melawan anjuran pemerintah itu masih jadi kebanggaan. Padahal pemerintah menganjurkan PSBB atau yang lain itu untuk menyelamatkan rakyat. Ini bukan karena ada kepentingan pemerintah,” tegasnya.
Namun sayangnya, lanjut Sanusi, justru ada sebagian masyarakat yang memlintir kebijakan pemerintah tersebut sebagai kepentingan pribadi. Bahkan ada yang terkesan menyayangkan kebijakan pemerintah dan ada yang mempertanyakan mengapa kegiatan ibadah di masjid dilarang, tapi mal dan pasar dibiarkan.
”Bahwa ada yang beranggapan diskriminasi pelarangan. Sebenarnya tidak ada. Semua kebijakan di Kabupaten Malang dan warga Indonesia, semuanya diwajibkan mengikuti physical distancing. Di pasar sama. Di mal juga sama,” ungkap Sanusi.