Fragmen manuskrip yang diklaim sebagai bagian dari lembaran Alquran tertua di dunia, yang dikumpulkan oleh Alphonse Mingana, seorang Imam Kasdim (Chaldeans) yang lahir dekat Mosul, Irak, pada 1920-an, serta disponsori oleh Edward Cadbury, jutawan yang menjadi bagian dari dinasti pembuat cokelat terkenal dunia, sempat membuat heboh dunia.
Fragmen manuskrip Alquran tersebut, dari hasil penelitian Alba Fedeli, yang mempergunakan uji penanggalan radiokarbon (radiocarbon dating). Diperkirakan berusia 1.370 tahun, serta merupakan salah satu Alquran versi paling awal yang ditulis dengan huruf Hijazi (versi awal huruf Arab).
Manuskrip Alquran yang menurut beberapa ahli dari Timur Tengah sebagai versi lengkap kitab suci umat Islam pertama tersebut bersemayam di Universitas Birmingham, Inggris. Hal ini pun diikuti dengan perdebatan panjang terkait usia manuskrip Alquran itu. Ulama Saudi secara tegas membantah klaim Universitas Birmingham ditulis selama era Nabi Muhammad SAW. Manuskrip Alquran Birmingham bukanlah yang tertua. Justru, arkeolog Saudi memperkirakan, salinan itu ditulis pada periode Utsman bin Affan.
Lepas dari perbedaan itu, jejak perjalanan manuskrip Alquran terbilang sangat panjang dan dramatik.
Karena selain ada di Birmingham, ternyata juga ditemukan manuskrip Alquran yang diklaim sebagai yang tertua di dunia. Yakni di sebelah barat daya negara bagian Karnataka, India. Serta berasal dari periode Akbar The Great, penguasa terbesar Dinasti Mughal sekitar 4 abad yang lalu.
Penemuan manuskrip Alquran di India yang diperkirakan berusia 410 tahun, bahkan cukup menarik ditelaah. Pasalnya, manuskrip Alquran ini pertama kali ditemukan oleh polisi di distrik Mysuru, Karnakata.
Dari beberapa literatur, penemuan akbar itu berawal dari adanya video iklan dari sekelompok orang yang akan menjual manuskrip Alquran. Sekelompok orang itu mematok harga fantastik untuk manuskrip setebal 604 halaman. Serta diyakini ditulis pada tahun 1050 Hijriyah atau 1605 M. Yakni, seharga Rp 10,7 miliar. Aksi yang disiarkan itulah yang membuat polisi India mengetahui dan akhirnya menyamar sebagai calon pembeli.
"Setelah mengetahui adanya iklan itu, petugas mendekati mereka di kawasan KR Nagar dengan menyamar sebagai calon pembeli," kata Inspektur Polisi Distrik Mysuru Abhinav Khare.
Begitu pula jejak manuskrip Alquran di Inggris. Dimana, ada sebuah proses perjalanan panjang dan juga transaksi jual beli di dalamnya.
Profesor Deroche, peneliti, mengatakan, pada abad ke-19, manuskrip itu ditransfer dari masjid tertua di Mesir yaitu Amr ibn al-As di Fustat ke perpustakaan nasional di Kairo. Dalam perjalanannya, beberapa lembar manuskrip Alquran hilang dan berada di pasar barang antik.

Lembaran-lembaran inilah yang akhirnya ditemukan dan dibeli oleh Mingana, sekitar tahun 1920-an. Mingana pula yang akhirnya membawanya ke Birmingham, Inggris.
Deroche pun pernah menyampaikan, bahwa memang tidak ada bukti otentik jejak perjalanan naskah tersebut. "Namun bisa dijelaskan bagaimana Mingana mendapatkan naskah itu dari masjid di Fustat," ujarnya yang juga mengatakan masih dimungkinkan adanya fragmen lain di berbagai kolektor Barat.
Manuskrip Alquran di Birmingham, Inggris, menurut dosen mata kuliah tentang Kristen dan Islam dari Universitas Birmingham, dimungkinkan ditulis di masa yang sama dengan Rasulullah. "Sosok yang menulis naskah tersebut mungkin mengenal sosok Nabi Muhammad. Ia mungkin bertemu dengan Sang Rasul, mungkin juga mendengar langsung syiarnya. Penulis itu bisa jadi mengenal sosok Nabi secara pribadi," ucapnya.
Tidak hanya di India dan Inggris, manuskrip Alquran juga tersimpan di Perpustakaan Nasional Prancis, Bibliotheque Nationale de France. Bahkan fragmen di Birmingham memiliki kecocokan dengan yang ada di Paris. Selain, sumbernya berasal dari tempat yang sama, yaitu dari Masjid Amr ibn al-As di Fustat.
Deroche menyampaikan, manuskrip Alquran itu dibawa oleh Asselin de Cherville yang saat itu bekerja sebagai konsul Prancis di Mesir, saat negeri tersebut di bawah kendali militer Napoleon pada awal abad ke-19.
Di jejak perjalanan tersebut, proses transaksi jual beli pun terjadi. Dimana janda Asselin mencoba menjual fragmen tersebut bersama manuskrip Islam lain ke British Library pada tahun 1820-an. Namun, entah bagaimana, naskah-naskah itu berakhir di perpustakaan nasional di Paris hingga saat kini.
Polemik pun berkembang sejak tahun 2014 lalu, manuskrip Alquran dipublikasikan. Pro dan kontra terhadap usia dan penulis manuskrip pecah. Tapi, beberapa kalangan mempercayai, bahwa manuskrip yang ditemukan itu merupakan versi pertama Alquran. Misalnya, Jamal bin Hureib direktur dari Yayasan Mohammed bin Rashid Al Maktoum.
"Ini penemuan paling penting yang pernah ada bagi dunia Muslim. Saya yakin ini adalah Alquran dari masa Abu Bakar," ujar bin Huwareib yang juga menegaskan versi tersebut adalah akar Islam. "Manuskrip itu adalah akar dari Alquran," imbuhnya.
Joseph Lumbard, profesor di departemen bahasa Arab dan studi penerjemahan di American University of Sharjah, mengatakan jika penanggalan awal benar maka tidak ada yang harus disingkirkan dari berbagai penelitian yang telah dilakukan.
"Dimungkinkan fragmen tersebut berasal dari naskah kuno yang dikumpulkan Zaid bin Tsabit di bawah kepemimpinan Abu Bakar," ucap Lumbard yang juga menyampaikan, dirinya tidak bisa mengabaikan juga bahwa salinan naskah kuno berasal dari masanya Usman.