Disnakertransduk Jatim hari ini mengirimkan nota sanksi pertama terhadap PT Jaya Mustika Indonesia (JMI) di Desa Tumapel, Kecamatan Dlanggu, Mojokerto. Gara-garanya, perusahaan tersebut terbukti menggunakan tenaga kerja asing (TKA) ilegal.
"Ini nota sanksi pertama bagi PT Jaya Mustika Indonesia dan berlaku selama dua minggu (14 hari) bagi perusahaan itu untuk segera melengkapi dokumen tentang TKA yang mereka pekerjakan," ujar Kadisnakertransduk Jatim Sukardo saat dikonfirmasi Jumat (23/12/2016).
Menurut Sukardo, sanksi ini diberikan karena saat pihaknya bersama Polda Jatim melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Rabu (21/12) lalu dan menemukan 26 TKA asal China yang tak berizin di PT JMI. Ironisnya, para pekerja asing itu tidak memiliki skill alias menjadi tenaga kerja kasar yang dilarang sesuai UU ketenagakerjaan.
"Di perusahaan itu hanya tiga TKA yang memiliki izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA). Sedangkan 26 TKA lainnya tidak memiliki IMTA atau ilegal," ujar mantan sekwan DPRD Jatim itu.
Nota sanksi pertama meliputi lima poin. Di antaranya, belum pernah melaporkan menggunakan TKA ke disnaker, mendesak Kemenkumham dan imigrasi melakukan pengecekan perizinan TKA, tidak sesuai dengan kompetensi antara jabatan dengan jenis pekerjaan, dan tidak adanya alih teknologi yang diberikan TKA kepada tenaga kerja lokal.
"Kalau selama dua minggu tidak bisa melengkapi, ya akan kami kirim nota sanksi kedua. Kalau tetap tidak bisa melengkapi, baru dilayangkan nota sanksi ketiga dan dilaporkan ke Polda Jatim karena sudah masuk ranah pidana," tegas Sukardo.
Menurut Sukardo, kewenangan Disnakertransduk Jatim hanya menyangkut ketenagakerjaan seperti IMTA. Sedangkan masalah visa, paspor, maupun izin tinggal akan diserahkan kepada pihak imigrasi dan kepolisian.
Selain merugikan tenaga kerja lokal, keberadaan TKA ilegal dan unskill juga sangat merugikan negara karena seharusnya mereka mengajukan registrasi (perpanjangan) IMTA setiap tahun dan dikenai biaya sekitar 1.200 USD per orang yang nantinya dapat menambah PAD. "Kalau TKA Ilegal, ya otomatis mereka tidak membayar karena tidak pernah dilaporkan ke disnaker setempat," ungkapnya.
Berdasarkan data, jumlah TKA legal yang tercatat di Disnakertransduk Jatim sepanjang tahun 2016 sebanyak 3.460 orang dan 40 persen di antaranya berasal dari China. Sedangkan pada tahun 2015 tercatat hanya 1.400 TKA. "Jumlah TKA legal tahun ini naik lebih dari 100 persen dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan jumlah wisatawan asing ke Jatim sekitar 12 ribuan," ucapnya.
Ia juga berharap kabupaten/kota di Jatim melakukan sweeping TKA Ilegal dengan melibatkan serikat pekerja, lalu dilaporkan ke disnaker setempat dan polisi serta imigrasi sehingga bisa menjadi gerakan yang serius dan serempak. "Di Jatim ada 37 ribu perusahaan besar dan 3.200 di antaranya berstatus PMA (penamanan modal asing). Perusahaan-perusahaan itulah yang perlu dilakukan klarifikasi sekaligus klasifikasi TKA-nya berasal dari negara mana," kata Sukardo.
Disinggung soal temuan TKA Ilegal asal China di Gresik, Sukardo mengakui masih terus melakukan pengawasan dan pengamatan. Pasalnya, data yang dimiliki disnaker berbeda dengan yang dilaporkan manajemen PT Petrokimia. "Data kami menyebutkan ada 76 TKA China. Rinciannya, 23 orang yang memiliki IMTA dan 44 orang tidak memiliki alias ilegal," bebernya.
Menurut dia, sesuai UU No13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, TKA yang bekerja di Indonesia harus memiliki IMTA, bukan kitas (kartu izin tinggal sementara). "Kalau pekerja ya harus memiliki IMTA. Kalau kitas itu biasanya untuk wisatawan. TKA Ilegal itu biasanya menanfaatkan kitas untuk bekerja," ujar Sukardo.
Dia juga menemukan data bahwa TKA ilegal China yang bekerja di proyek milik perusahaan BUMN digaji sekitar Rp 6 juta. Namun untuk mengelabuhi, gaji yang mereka terima selama di Indonesia hanya sebesar Rp 2 juta per bulan untuk memenuhi kebutuhan hidup. "Yang Rp 4 juta itu langsung dikirim ke keluarga mereka yang ada di China," ucapnya. (*)