Kasus Kebaya Merah, Guru Besar Komunikasi UB: Buat Citra Negatif Budaya Khas Nusantara
Reporter
Anggara Sudiongko
Editor
Dede Nana
10 - Nov - 2022, 01:37
JATIMTIMES - Beberapa waktu belakangan, sempat viral sebuah video asusila berjudul Kebaya Merah. Video asusila itu membuat keresahan di masyarakat. Polda Jatim pun bergerak cepat dan berhasil menangkap pelakunya.
Seperti diketahui sebelumnya, dalam video asusila yang beredar, pemeran perempuan mengenakan kebaya merah dengan selendang. Menanggapi hal itu, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi UB Prof Rachmat Kriyantono menilai, kasus video asusila Kebaya Merah ini bisa menimbulkan citra negatif untuk budaya khas nusantara. Sebab, diketahui kebaya menjadi sebuah bagian dari kebudayaan di Indonesia.
Baca Juga : Viral, Video Mika Tambayong Buat Salfok Warganet, Netizen Sebut Nominasi Wanita Tercantik Se-Indonesia
"Video ini membuat citra negatif yang menimpa artefak atau produk budaya yang khas Nusantara yakni kebaya dan sewek atau jarit. Bisa juga menyimbolkan perilaku seksualitas ini menjadi warisan sejak dahulu karena kebaya dan sewek sudah ada sejak zaman dahulu," tegasnya, Rabu (9/11/2022).
Lebih lanjut, dalam perspektif Ilmu Komunikasi, dijelaskan Prof Rachmat Kriyantono, video kebaya merah ini merupakan pesan atau konten komunikasi yang bisa berdampak membahayakan masyarakat. Merusak norma kesusilaan sebagai bagian budaya adiluhung bangsa yang bersumber pada nilai agama.
Konten tersebut, tentu tidak pantas bagi semua usai, terlebih untuk anak-anak. Terlebih lagi yang mengkhawatirkan, konten tersebut tersebar dan mudah diakses oleh siapapun. Ditegaskannya, jika di internet didominasi oleh konten-konten seperti ini, maka bisa saja pola pikir masyarakat, sikap dan tindakan masyarakat dapat mengikuti konten yang berkembang.
Dicontohkannya, seperti kasus content creator Situs OnlyFans dan lainnya. Dalam hal ini, para pelaku menganggap tindakan memviralkan adegan asusila ini sebagai sebuah kesenangan.
"Pornografi yang telah bergeser dari hanya bersifat konsumsi privat menjadi bersifat publik dan semula sebagai penikmat menjadi pelaku sudah dianggap biasa oleh generasi muda. Ini berbahaya,” tegas Guru Besar Ilmu Hubungan Masyarakat ini.
Baca Juga : Baca Selengkapnya