Ironi di Balik Pembangunan Berbasis Informasi, Masih Ada Desa Terisolir di Tulungagung
Reporter
Muhamad Muhsin Sururi
Editor
Pipit Anggraeni
24 - Oct - 2021, 08:17
JATIMTIMES - Era globalisasi dan kemajuan Teknologi Informasi (IT) belum bisa menyentuh semua lapisan masyarakat, termasuk Kabupaten Tulungagung. Kampanye pemerintah tentang Revolusi Industri 4.0 juga belum bisa dirasakan sebagian masyarakat.
Lebih-lebih pembelajaran di era Pandemi Covid-19 dengan menggunakan sistem e-learning yang kini tengah digalakkan. Namun kondisi itu menjadi bertolak belakang dengan kondisi masyarakat di Desa Kalidewe, Kecamatan Pucanglaban. Masyarakat pun belum merasakan kecepatan internet secara maksimal. Saat hendak belajar secara daring, sekelompok siswa harus menuju Balai Desa terlebih dulu. Karena di sanalah satu-satunya lokasi yang memiliki akses dan jaringan internet.
Bukan hanya itu, infrastruktur jalanan yang mulus pun seolah masih sebatas angan dan kerinduan masyarakat sekitar. Hingga kini, jalanan yang ada di kawasan berpenghuni 30 KK itu sama sekali belum pernah disentuh pembangunan.
Sekretaris Desa Kalidawe, Kecamatan Pucanglaban Endri Gunawan mengatakan, ada satu wilayah di Desa Kalidawe yang dihuni 30 KK dan masih belum tersentuh pembangunan infrastrukturnya. Bahkan saat ini, kondisi infrastruktur jalan menuju wilayah itu sangat sulit, apalagi saat musim hujan dan ditempuh menggunakan sepeda motor yang pasti akan menjadi sulit.
Menurut Endri, dari 30 KK yang menghuni wilayah itu, 12 KK adalah penduduk Desa Panggungkalak dan sisanya penduduk Desa Kalidawe. Akan tetapi wilayah yang dihuni sekelompok masyarakat itu masih masuk wilayah administrasi Desa Kalidawe. Hal ini terjadi karena pada zaman dahulu, akses ke pusat pemerintahannya lebih dekat dengan Desa Panggungkalak.
"Saat musim hujan, anak sekolah sudah tidak bisa sekolah karena aksesnya sangat jauh dan sulit ditempuh, tidak mungkin anak sekolah berjalan sekitar 4 KM, jika ditempuh jalan kaki bisa sekitar 1,5 jam sampai 2 jam," kata Sekdes Endri, Sabtu (23/10/2021).
Jika dilokalisir, lanjutnya, tidak mungkin bisa dilakukan. Karena penduduk yang menghuni wilayah itu tidak memiliki tanah atau aset. Lantaran mereka menumpang atau menduduki wilayah perhutani dan bermukim sejak zaman Belanda. "Yang ada disitu itu adalah anak cucu dari orang tua mereka yang bekerja di perkebunan Kopra milik belanda," tambahnya...