JATIMTIMES - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur Dr H Puguh Wiji Pamungkas MM kembali menggelar agenda reses. Terbaru, kegiatan yang turut ditujukan menjadi wadah aspirasi publik khususnya terkait isu pendidikan menengah atas tersebut, berlangsung di Kelurahan Blimbing, Kota Malang, pada akhir Juni 2025 lalu.
Pada kesempatan tersebut, salah satu aspirasi turut disampaikan seorang warga bernama Yuli. Pada pernyataannya, yang bersangkutan menyampaikan keluhan seputar sistem domisili pada Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) di kawasan Tunggulwulung, Kota Malang.
Baca Juga : FBS Unikama Mantapkan Kurikulum Berbasis OBE, Libatkan Pakar Nasional
Yuli menilai, sistem domisili yang diterapkan justru terkesan mempersulit pelajar untuk mendapatkan sekolah. Sistem domisili justru membuat anak-anak yang tinggal dekat sekolah tergeser dari jalur penerimaan.
Sementara itu, pada forum terbuka tersebut, Dr Puguh menegaskan permasalahan SPMB tidak bisa dipisahkan dari moratorium pendirian SMA yang masih berlaku di Jawa Timur. "Sampai hari ini, moratorium pendirian SMA belum dicabut," ujar Puguh dalam konfirmasinya kepada JatimTIMES, Rabu (2/7/2025).
Di sisi lain, disampaikan Dr. Puguh Dinas Pendidikan juga terkesan tidak berani mengambil langkah. Penyebabnya karena masih terikat aturan dari gubernur Jawa Timur.
"Akibatnya, ketersediaan sekolah tidak sebanding dengan jumlah lulusan SMP, dan sistem zonasi menjadi tidak efektif,” tuturnya.
Apa yang disampaikan Puguh tersebut senada dengan pernyataan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur yang sejak beberapa tahun terakhir mengajukan moratorium pendirian SMA kepada gubernur. "Moratorium ini bagian dari strategi untuk menggeser komposisi pendidikan menuju 70 persen SMK dan 30 persen SMA. Yakni dengan harapan dapat memperkuat sektor industri dan menekan angka pengangguran terbuka," ujarnya.
Namun demikian, disampaikan Puguh, dampak dari adanya kebijakan tersebut justru terkesan mulai terasa imbasnya di lapangan. "Keterbatasan SMA di sejumlah wilayah menyebabkan ketimpangan akses pendidikan, terlebih di daerah urban yang padat penduduk," imbuhnya.
Baca Juga : Porprov Jatim IX dan Libur Sekolah Dongkrak Okupansi Hotel di Kota Batu
Puguh menambahkan, perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan tersebut. Tujuannya agar tidak mengorbankan hak pendidikan masyarakat.
"Moratorium ini ada tujuannya, yakni mendorong vokasi. Tapi kita juga harus realistis, kalau daya tampung SMA tidak mencukupi maka sudah semestinya pemerintah harus hadir memberi solusi," ungkapnya.
Solusi tersebut, dijabarkan Puguh, di antaranya melalui adanya pembangunan unit sekolah baru, perluasan ruang kelas, hingga pemetaan ulang zonasi yang lebih adil.
"Diharapkan, dengan adanya aspirasi ini menjadi bahan dorongan legislatif untuk mendesak evaluasi kebijakan pendidikan tingkat provinsi secara menyeluruh," pungkas Dr. Puguh.