JATIMTIMES - Dalam Islam, apabila seseorang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki utang puasa Ramadan yang belum sempat ia qadha, apakah keluarganya wajib menggantikannya?
Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri, ulama Islam yang merupakan anggota Hai'ah Kibaril Ulama di Kerajaan Arab Saudi, sebagaimana dilansir dari Instagram Shahih Fiqih dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki tanggungan puasa yang belum diganti, maka ada perintah dalam hadis Rasulullah untuk menggantikannya:
"Siapa yang punya tanggungan puasa maka walinya yang akan menggantinya."
(HR. Bukhari No. 1952 dan Muslim No. 1147).
Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksud dengan wali dalam hadis tersebut.
• Pendapat pertama menyatakan bahwa yang dimaksud dengan wali adalah ashobah (kerabat laki-laki dari pihak ayah yang menjadi ahli waris utama).
• Pendapat kedua menyatakan bahwa yang dimaksud wali adalah semua ahli warisnya, baik laki-laki maupun perempuan.
Menurut Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri, pendapat kedua dianggap lebih kuat oleh banyak ulama karena lebih luas cakupannya, sehingga tidak hanya membebankan kewajiban ini kepada kerabat laki-laki saja.
Namun, perlu dicatat Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri menegaskan bahwa hukum menggantikan puasa orang yang telah meninggal dunia bukanlah kewajiban, melainkan sunah. Artinya, jika ahli waris ingin menggantikannya, maka itu adalah perbuatan yang dianjurkan dan berpahala. Tetapi jika tidak dilakukan, tidak ada dosa bagi mereka.
Selain itu, dalam qaul qadim Imam Syafi’i, dianjurkan bagi wali mayit untuk berpuasa sebagai pengganti dari kewajiban yang ditinggalkan si mayit. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Syarah Muadz-dzab, dan Imam Nawawi membenarkannya dalam kitab Raudhah, dengan lebih memilih pendapat qaul qadim tersebut.
Dalil yang menguatkan pendapat ini adalah hadis dari Aisyah r.a.:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
"Dari Aisyah r.a.; Rasulullah ﷺ bersabda: siapa meninggal dunia dan ia meninggalkan kewajiban (qada) berpuasa, maka ahli warisnya diwajibkan berpuasa untuk menggantikan kewajiban puasanya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis lain yang menguatkan pendapat ini adalah riwayat dari Ibnu Abbas r.a.:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ امْرَاَةً قَالَتْ: يَارَسُولَ اللهِ اَنَّ اُمِّي مَاتَتْ وَ عَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ اَفَاَصُوْمُ عَنْهَا ؟ قَالَ: اَرَاَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى اُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتُهُ اَكَانَ يُؤَدِّى ذَلِكَ عَنْهَا ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ فَصُوْمِى عَنْ اُمِّكِ
"Dari Ibnu Abbas r.a: sesungguhnya ada seorang perempuan yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia meninggalkan kewajiban puasa nazar yang belum sempat ia tunaikan. Apakah aku boleh berpuasa untuk menggantikannya?’ Rasulullah ﷺ menjawab: ‘Apakah pendapatmu, kalau seandainya ibumu mempunyai hutang, lalu kamu membayarnya, apakah hutangnya terbayarkan?’ Perempuan itu menjawab: ‘Ya.’ Maka Nabi ﷺ bersabda: ‘Berpuasalah untuk ibumu.’”
(HR. Muslim).
Sebagai alternatif, jika ahli waris tidak sanggup berpuasa, maka mereka dapat membayar fidyah sebagai bentuk pelunasan kewajiban ibadah yang belum ditunaikan.
Dilansir dari NU Online, sebagian ulama mengatakan bahwa utang puasa orang yang telah meninggal dunia dapat dibayar dengan fidyah atau sedekah makanan pokok sebanyak satu mud atau bobot seberat 675 gram/6,75 ons beras.
ولو كان عليه قضاء شئ من رمضان فلم يصم حتي مات نظرت فان أخره لعذر اتصل بالموت لم يجب عليه شئ لانه فرض لم يتمكن من فعله إلي الموت فسقط حكمه كالحج وإن زال العذر وتمكن فلم يصمه حتى مات أطعم عنه لكل مسكين مد من طعام عن كل يوم
Artinya: Seandainya seseorang memiliki utang puasa dan ia belum sempat membayarnya sampai wafat, maka kau harus menimbang terlebih dahulu. Jika ia menundanya karena uzur yang terus menerus hingga wafat, maka ia tidak berkewajiban apapun karena puasa itu kewajiban yang tidak mungkin dikerjakannya hingga wafat sehingga status kewajibannya gugur seperti ibadah haji. Tetapi jika uzurnya hilang dan ia memiliki kesempatan untuk membayar utang puasanya, lalu ia tidak berpuasa, maka utang puasanya dibayar dengan satu mud makanan pokok untuk setiap harinya (Abu Ishaq As-Syairazi, Al-Muhadzdzab pada Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Kairo: Al-Maktabah At-Taufiqiyah, 2010, juz VI, halaman 337).
Demikian beberapa pendapat terkait siapa yanh mengganti utang puasa bagi orang yang meninggal. Semoga informasi ini bermanfaat.