JATIMTIMES - Pengadilan Negeri (PN) Magetan menggelar sidang perdana kasus gugatan seorang warga Desa Pesu Bitner Sianturi terhadap dua orang pedagang sayur keliling. Gugatan ini menjadi perbincangan hangat di masyarakat, karena penggugat menuding aktivitas pedagang sayur keliling tersebut sebagai penyebab sepinya toko miliknya yang berakibat pada kerugian finansial.
Sidang yang berlangsung di ruang Chandra PN Magetan itu dipimpin oleh Hakim Ketua Rintis Chandra dengan didampingi oleh dua hakim anggota. Sidang dihadiri oleh penggugat, yakni Bitner Sianturi pemilik toko sembako di Desa Pesu, serta tergugat Kepala Desa Pesu Gondo. Dua orang perangkat Desa Mulyono dan Yuni Setiawan dan dua orang pedagang sayur keliling, Suwarno dan Wiyono.
Baca Juga : Usai RDP Alih Fungsi Lahan, Warga Kampung Anyar Tunggu Tindak Lanjut Komisi 4 DPRD Banyuwangi
Tergugat melalui kuasa hukumnya menegaskan bahwa kegiatan jual beli yang dilakukan adalah bagian dari persaingan usaha yang sehat dan sah secara hukum. "Klien kami hanya mencari nafkah dengan berjualan sayur seperti yang sudah dilakukan selama ini. Tidak ada niatan untuk merugikan pihak lain. Pembeli memiliki kebebasan untuk memilih di mana mereka berbelanja. Tuntutan dari penggugat untuk minta ganti rugi ratusan juta itu sangat tidak masuk akal juga buat kami. Namun dalam mediasi awal tadi nominal tuntutan berubah jadi Rp 10 juta. Kami berharap dengan waktu mediasi yang diberikan pengadilan lebih kurang seminggu kedepan, masalah tuntutan ganti rugi sudah ada titik temunya," terang kuasa hukum tergugat.
Praktisi hukum yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Dr. Sigit Sapto Nugroho memberikan komentarnya tentang kasus Pesu yang sedang hangat ini. Ia menjelaskan, prinsipnya setiap orang boleh berusaha.
"Itu merupakan bagian dari perlindungan HAM sepanjang tidak melanggar hukum dan merugikan orang lain. Karena berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut," ucapnya.
Ketika disinggung tentang keberhasilan gugatan perdata ini , Dr. Sigit menjelaskan, bila sampai pada persidangan tentunya akan sangat ditentukan pembuktian. "Jenis alat bukti perdata: surat,saksi, persangkaan, pengakuan, sumpah, pemeriksaan setempat dan keterangan ahli. Kekuatan alat bukti berbeda. Akta otentik, pengakuan dan sumpah merupakan pembuktian sempurna sementara kekuatan pembuktian alat bukti dan persangkaan menjadi kewenangan hakim," terangnya.
Baca Juga : Ratusan Warga Demo, Tuntut Kejari Sidoarjo Tuntaskan Pungli PTSL
Ia juga mengatakan, sebaiknya diupayakan penyelesaian melalui mediasi sehingga dicapai kesepakatan bersama (win-win solution) secara kekeluargaan. "Ini akan jauh lebih bisa diterima para pihak dari pada jalur litigasi (hukum) yang akan menguras tenaga, fikiran dan tentu biaya" pungkasnya.