JATIMTIMES – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) berkolaborasi dengan The University of Queensland menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk Digital Transaction in Asia VI. Kegiatan ini berlangsung pada 22-24 Januari 2025 di Gedung C, FISIP UB, dan bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan literasi masyarakat terhadap dinamika transaksi digital yang melibatkan berbagai sektor.
Konferensi ini menghadirkan para ahli ternama, seperti Prof. Heather Horst dari Western Sydney University, Associate Prof. Elske van de Fliert dari The University of Queensland, dan Prof. Anang Sujoko dari FISIP Universitas Brawijaya, sebagai pembicara utama. Peserta dari 10 negara, termasuk Indonesia, Australia, India, dan Singapura, turut ambil bagian, menjadikan acara ini sebagai wadah diskusi multilateral yang strategis.
Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Brawijaya, Prof. Dr. Unti Ludigdo, S.E., M.Si., Ak., menegaskan bahwa konferensi ini merupakan realisasi dari upaya kolaborasi global UB dengan institusi pendidikan internasional. “Melalui acara ini, kami memperkuat kolaborasi dalam bidang riset, inovasi, dan akademik, yang menjadi langkah konkret dari kerja sama kami dengan The University of Queensland,” ungkapnya.
Baca Juga : Harlah NU ke-102, Unisma Berikan Kemudahan Biaya Kuliah bagi Mahasiswa Baru
Prof. Unti juga menyoroti pentingnya konferensi ini dalam membangun literasi digital masyarakat. “Transaksi digital tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, tetapi juga berdampak pada ranah sosial dan budaya. Kehadiran delegasi dari 10 negara membuka peluang untuk memperluas jejaring kerja sama lintas perguruan tinggi,” tambahnya.
Dekan FISIP UB, Prof. Anang Sujoko, S.Sos., M.Si., D.COMM, menjelaskan bahwa transaksi digital merupakan fenomena multidisiplin dengan implikasi luas, mulai dari sosial, budaya, ekonomi, hingga politik. “Misalnya, dalam sektor transportasi online, teknologi memang mempermudah akses masyarakat. Namun, kita juga menyaksikan eksploitasi pekerja yang perlu mendapat perhatian serius,” jelasnya.
Selain itu, Prof. Anang menekankan perlunya kebijakan internasional yang komprehensif dalam keamanan transaksi digital. “Saat ini, regulasi di bidang keamanan digital masih belum memadai. Pemerintah harus lebih aktif, dan jika tidak, masyarakat sipil perlu memperkuat perannya melalui peningkatan literasi digital,” tambahnya.
Indonesia, menurut Prof. Anang, memiliki potensi besar di bidang teknologi dan sumber daya manusia. Namun, pemanfaatan teknologi tersebut masih perlu didukung oleh regulasi yang mendukung inovasi dan keamanan digital. “Peran peneliti, termasuk dari Universitas Brawijaya, serta kolaborasi lintas disiplin ilmu akan memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan kebijakan dan solusi transaksi digital yang lebih baik di masa depan,” paparnya.
Konferensi Digital Transaction in Asia VI merupakan edisi keenam yang sebelumnya telah diselenggarakan di berbagai negara, seperti Australia, Filipina, Malaysia, India, Singapura, dan Vietnam. Tahun ini, konferensi menyediakan sesi presentasi untuk sekitar 40 makalah ilmiah yang membahas berbagai topik transaksi digital, baik secara langsung maupun daring melalui platform online.
Baca Juga : Transformasi Layanan Digital: Mudahnya Cek Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan dengan JMO
Dengan kehadiran para pakar dan akademisi dari berbagai negara, konferensi ini diharapkan menjadi katalis dalam pengembangan literasi digital, memperkuat regulasi keamanan, dan mendorong kolaborasi inovasi di kawasan Asia.
