JATIMTIMES - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim) Komisi E Puguh Wiji Pamungkas turut menyoroti kinerja BPJS. Menurutnya, perlu adanya perbaikan alur komunikasi antara BPJS Kesehatan sebagai lembaga penjamin layanan kesehatan, dengan masyarakat yang telah terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Perbaikan alur komunikasi ini perlu dilakukan karena ada banyak kejadian di mana masyarakat tidak bisa mengakses layanan kesehatan," ujar Puguh dalam konfirmasinya kepada JatimTIMES, Kamis (9/1/2025).
Baca Juga : Waspada HMPV, Dinkes Kabupaten Blitar Imbau Masyarakat Tingkatkan Kewaspadaan
Kendala akses layanan kesehatan tersebut, disampaikan Puguh, terjadi baik pada fasilitas layanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas dan klinik pratama, maupun di layanan kesehatan tingkat lanjut seperti rumah sakit.
"Penyebabnya karena terbentur oleh regulasi BPJS Kesehatan yang melakukan pembatasan terhadap beberapa penyakit yang tidak bisa di-cover oleh BPJS, ataupun penyakit yang tidak bisa dilayani di rumah sakit," ujar Puguh
Padahal, disampaikan Puguh, kesehatan adalah hak mendasar seluruh warga negara yang dijamin dalam undang-undang. "Oleh karenanya, akses layanan kesehatan kepada masyarakat yang hari ini di-handle oleh BPJS semestinya semakin mudah dan tidak ada pembatasan," ujarnya.
Namun faktanya, disampaikan Puguh, justru banyak aduan dan keluhan dari masyarakat termasuk di Jawa Timur. Masyarakat merasa kesusahan untuk mengakses berbagai layanan pengobatan. Masyarakat juga mengeluhkan susahnya ketentuan layanan penyakit yang dibuat oleh BPJS Kesehatan.
"Sehingga orang sakit yang semestinya segera bisa dilayani dengan baik, justru mereka harus gigit jari karena tidak bisa dilayani," tuturnya.
Lebih lanjut, dijabarkan Puguh, dari 41 juta jiwa penduduk Jawa Timur, 40 juta atau setara dengan 95,98 persen di antaranya telah masuk dalam kepesertaan program JKN BPJS. Sementara di tahun anggaran 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga telah mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 400 milyar.
Anggaran tersebut dialokasikan untuk memberikan subsidi terhadap program Universal Health Coverage (UHC). "Artinya 95,98 persen penduduk Jawa Timur dalam kehidupannya menggantungkan kesehatannya dengan menggunakan BPJS Kesehatan," tuturnya.
Baca Juga : Komisi A DPRD Surabaya Minta Dispendukcapil Tracing Warga Negara Ganda
Namun, lanjut Puguh, ketika ada pembatasan dan rumitnya prosedural dalam akses layanan di fasilitas kesehatan, tentunya menjadi anomali dengan semangat jaminan kesehatan nasional yang sudah dijamin undang-undang.
"Saya mendorong kepada BPJS kesehatan sebagai single insurance yang ditunjuk oleh negara untuk bisa memperbaiki regulasi yang dibuatnya," ujar Puguh yang juga menjabat sebagai Sekretaris Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPRD Provinsi Jawa Timur ini.
Tidak hanya itu, Puguh juga mendorong BPJS Kesehatan untuk melakukan analisa mendalam terhadap fenomena dan kejadian di tengah masyarakat yang mengakses layanan kesehatan. Termasuk melakukan kerja sama dan komunikasi yang positif dengan fasilitas kesehatan. "Tujuannya agar masyarakat tidak menjadi korban," ujar Puguh.
Sekedar informasi, beberapa waktu terakhir ini BPJS Kesehatan merilis 144 penyakit yang tidak bisa dilayani di rumah sakit dan cukup dilayani di puskesmas ataupun klinik. Ditambah lagi BPJS juga merilis beberapa kasus penyakit yang tidak ditanggung pembiayaan BPJS seperti korban KDRT.
"Sehingga orang sakit yang seharusnya bisa segera dilayani dengan baik, justru tidak bisa terlayani," pungkas Puguh.