free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Pangeran Joyokusumo: Panglima Peranakan yang Gugur Sebagai Martir di Perang Jawa

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

30 - Dec - 2024, 10:22

Placeholder
Ilustrasi Perang Diponegoro (1825-1830): Simbol Perlawanan Rakyat Jawa Melawan Kolonialisme Belanda. (Foto: Dibuat dengan AI/JatimTIMES)

JATIMTIMES- Di balik gemuruh Perang Jawa (1825–1830), Pangeran Joyokusumo muncul sebagai figur sentral yang jarang tersorot. Sebagai seorang panglima dari kalangan peranakan, ia bukan hanya mencerminkan keberagaman dalam barisan Diponegoro, tetapi juga menunjukkan keberanian dan kecerdasannya sebagai ahli siasat. 

Dalam historiografi yang kerap menyoroti Kiai Mojo atau Sentot Prawirodirjo, peran Joyokusumo memberikan perspektif baru tentang kompleksitas Perang Jawa dan jejaring kepemimpinan di dalamnya.

Baca Juga : Daftar 5 Kecelakaan Pesawat Paling Parah 2024, Jeju Air Makan Korban Paling Banyak

Melansir berbagai sumber, kisah Joyokusumo dimulai jauh sebelum Perang Jawa. Lahir dari perpaduan darah Cina dan Jawa, ia telah menunjukkan karakter unik yang membedakannya di lingkungan keraton. Ketika peristiwa Geger Sepehi (19–20 Juni 1812) terjadi, di mana pasukan Sir Thomas Stamford Raffles menghancurkan keraton Yogyakarta, Joyokusumo berdiri teguh di tengah-tengah kehancuran. 

Dalam sebuah catatan yang jarang ditemukan pada pangeran lainnya, ia memilih bertahan di dalam keraton, menghadapi serangan brutal itu, sementara banyak bangsawan memilih melarikan diri.

Jejak di Medan Perang

Saat Perang Jawa pecah, tujuh dari 19 putra Hamengku Buwono II bergabung dengan Diponegoro. Di antara mereka, Pangeran Joyokusumo dan Wiromenggolo menjadi dua nama yang selalu berada di garis depan. Hubungan Joyokusumo dengan Diponegoro bukan sekadar hubungan keluarga; ia adalah besan sang pangeran, dan lebih dari itu, ia membawa pengalaman militer yang kaya.

Diponegoro sangat menghargai kecerdasan Joyokusumo, yang kemudian diberi mandat sebagai komandan senior dan panglima kavaleri. Dalam struktur militer gerilya yang dibangun oleh Diponegoro, Joyokusumo memainkan peran vital, memimpin serangan mendadak, mengatur strategi pengepungan, hingga menyelamatkan pasukan dari ambang kekalahan.

Kebesaran di Balik Kedermawanan dan Keberanian

Berbeda dengan banyak figur lain yang bertarung demi ambisi pribadi atau status, Joyokusumo dikenal sebagai seorang pemimpin yang rendah hati. Para prajurit mengenalnya sebagai sosok yang tak segan berbagi logistik, bahkan dalam kondisi paling genting. Dalam "Babad Dipanagara," tercatat bahwa Joyokusumo sering kali turun langsung ke lapangan, mendampingi pasukan kavaleri yang menjadi kekuatan inti dalam strategi gerilya Diponegoro.

Namun, kelebihan Joyokusumo tidak hanya terbatas pada kecerdasan dan keberanian di medan perang. Sebagai seorang peranakan, ia memahami pentingnya keberagaman dalam memperkuat solidaritas barisan. Keberadaan tokoh peranakan seperti Joyokusumo dan Sayid Ibrahim Ba’abud (peranakan Yaman) memperlihatkan bagaimana perjuangan Diponegoro melibatkan berbagai elemen masyarakat, melampaui sekat-sekat etnis dan agama.

Martir di Gunung Kelir

Baca Juga : Arti Kode Kelulusan Pengumuman Hasil Seleksi PPPK 2024 Tahap 1

Tragedi menimpa Joyokusumo pada 21 September 1829, ketika pasukan Belanda menyergapnya di Gunung Kelir, Bagelen. Dalam pertempuran sengit itu, ia gugur bersama dua anaknya, Joyokusumo II dan Adikusumo. Kabar kematiannya menghantam Diponegoro dengan keras. Dalam salah satu catatan "Babad Dipanagara," sang pangeran merasakan kehilangan yang mendalam atas gugurnya salah satu panglima kepercayaannya.

Kematian Joyokusumo tidak hanya menjadi akhir perjalanan hidup seorang panglima besar, tetapi juga menandai runtuhnya salah satu pilar penting dalam perjuangan Diponegoro. Peristiwa ini menjadi titik balik emosional bagi Diponegoro, yang pada akhirnya menyadari bahwa perjuangan besar ini memerlukan pengorbanan tak terkira.

Warisan yang Tak Tergantikan

Pangeran Joyokusumo adalah simbol keberanian, kecerdasan, dan pengabdian tanpa pamrih. Sebagai seorang peranakan, ia menunjukkan bahwa identitas bukanlah penghalang, melainkan kekuatan dalam perjuangan bersama. Sosoknya mengingatkan kita bahwa sejarah bukan hanya tentang kemenangan, tetapi juga tentang mereka yang rela menjadi martir demi prinsip dan keyakinan.

Hingga hari ini, nama Pangeran Joyokusumo mungkin tidak sepopuler Diponegoro, tetapi kontribusinya dalam Perang Jawa tidak dapat disangkal. Ia adalah pengingat akan keberagaman dan solidaritas yang menjadi fondasi perjuangan besar melawan penindasan kolonial. Dan di sanalah, di lereng Gunung Kelir, ia beristirahat sebagai martir, meninggalkan warisan yang tak tergantikan dalam sejarah perjuangan bangsa.

 


Topik

Serba Serbi Pangeran Joyokusumo Diponegoro



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Nurlayla Ratri