JATIMTIMES - Terdapat sebuah kisah menarik dan punya pesan mendalam. Kisah ini menunjukkan keteladanan dalam mengagungkan asma Allah. Seperti kisah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih, masing-masing dari Abu Hurairah.
Kisah ini juga didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Ahadisil Anbiya’, bab firman Allah, "Dan ceritakanlah kisah Maryam di dalam Al-Qur'an" ( QS Maryam : 16).(6/478, no. 3443). Selain itu, juga diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam Kitabul Fadhail, bab keutamaan Isa (4/1838), no. 2366. Hadis ini dalam Syarah An-Nawawi, 15/506.
Baca Juga : 9 Rekomendasi Film yang Cocok Ditonton saat Natal
Kisah ini melibatkan Nabi Isa AS. Beliau saat itu pernah membenarkan pengakuan seorang pencuri yang bersumpah atas nama Allah.
Dari riwayat al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih, masing-masing dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah pernah bercerita bahwa satu ketika, Nabi Isa bertemu dengan seorang lelaki yang mencuri.
Nabi Isa kemudian bertanya kepada lelaki tersebut. ‘Apakah engkau mencuri?’. Lelaki tersebut kemudian menjawab dan mengatakan bahwa ia tidak mencuri.
Lelaki tersebut kemudian bersumpah di hadapan Nabi Isa dengan menyebut nama Allah. Ia berkata, "Demi Allah, Dzat yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidak!’ Nabi Isa berkata, ‘Aku beriman kepada Allah dan mendustakan kedua mataku’.”
Setelah itu, Nabi Isa kemudian mendustakan atau mengabaikan penglihatannya karena sebelumnya melihat lelaki tersebut melakukan sebuah tindakan yang mengarah ke aksi pencurian.
Tentunya, dalam hal ini Nabi Isa bukan merupakan makhluk Allah yang tidak dapat membedakan kejujuran ataupun tidak. Namun, Allah yang berada di hati Nabi Isa bahkan lebih agung dari sekadar nama Allah yang digunakan oleh lelaki tersebut untuk bersumpah secara dusta.
Setelah itu, berlalulah lelaki tersebut dari Nabi Isa. Lelaki tersebut berhasil lolos dan pergi dari hadapan Nabi Isa. Meski begitu, Nabi Isa yakin bahwa lelaki tersebut tak akan mampu bisa lolos dari balasan azab yang diberikan Allah. Allah selalu mengawasi setiap hambanya dalam berbagai aktivitas yang dilakukan.
Baca Juga : Misteri Jasad Trunojoyo: Akhir Tragis Sang Pemberontak dan Pertarungan Melawan Kekuasaan
Keyakinan inilah yang kemudian diyakini Nabi Isa. Hal ini juga merujuk bahwa Rasul dan Nabi tidak dibebani Allah berupa tugas untuk menghukum mereka.
Dalam buku berjudul "Kisah-Kisah Shahih Dalam Al-Qur’an dan Sunnah", Syaikh ‘Umar Sulaiman al-Asyqor menjelaskan tentang hal yang dapat dipetik dalam kisah Nabi Isa ini.
Para nabi dan rasul tidak mengetahui perkara gaib dan tersembunyi kecuali apa yang diberitahukan Allah melalui wahyu. Dalam hati para nabi dan rasul, tersimpan rasa haibah dan pengagungan terhadap asma Allah meskipun diucapkan oleh orang yang berbohong.
Selain itu, para Rasul bukan merupakan manusia yang diperintahkan untuk mengawasi para hamba, apalagi menjadi hakim bagi mereka yang bersalah. Dalam hal ini, Allah-lah yang maha mengurus, mengawasi, dan menghitung amal perbuatan hamba-hamba-Nya.