JATIMTIMES - Rencana proyek Geothermal Arjuno-Welirang terus menjadi sorotan banyak pihak. Yang mana, manifestasi air panas untuk pembangkit listrik itu salah satunya di Kota Batu pada titik yang ditetapkan Wilayah Kerja Panas Bumi (WTP) Arjuno-Welirang. Proyek energi itu dinilai mengancam kualitas lingkungan, utamanya debit air sehingga menuai penolakan.
Salah satunya Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jatim. Proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) disebut menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat dengan potensi ancaman terhadap debit air, kualitas lingkungan, serta fungsi kawasan lindung, proyek ini dianggap lebih merugikan ekosistem dan kesejahteraan warga daripada manfaat energi terbarukannya.
Baca Juga : Polda Jatim Lantik 900 Bintara Polri Baru, Irjen Imam: Polisi Sebagai Pejuang Kemanusiaan
Manajer Kampanye dan Jaringan Publik WALHI Jawa Timur Lila Puspita mengatakan, bahwa kondisi alam Kota Batu sudah mengalami kemunduran.
Di antaranya kelestarian sumber air dan debit air salah satunya akibat pemanfaatan wisata. Dikatakannya, Kota Batu tercatat memiliki 111 sumber mata air yang menjadi bagian dari aliran hulu Sungai Brantas hingga ke Surabaya. Namun, hasil penelitian IMPALA Water Spring Research tahun 2018, menemukan hanya tinggal 52 mata air dan 17 di antaranya diprivatisasi.
"Mata air banyak yang diprivatisasi untuk kebutuhan hotel dan obyek wisata buatan," ujar Lila kepada JatimTIMES, belum lama ini.
Ia melanjutkan, saat masalah air karena industri pariwisata belum terurai, proyek raksasa akan berdiri di Arjuno-Welirang dan Songgoriti di kawasan Pegunungan Kawi-Butak. Yakni pada 2014, kedua gunung itu ditetapkan menjadi Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP), atau area tertentu yang ditetapkan Negara untuk pengelolaan sumber energi listrik.
Ia menceritakan, rencana Pemerintah Kota Batu untuk merevisi Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang muncul sejak tahun 2019, terus menimbulkan penolakan. Dalam Revisi Perda RTRW ini disebutkan hampir seluruh desa di Kota Batu masuk dalam WKP.
"Dokumen Revisi Perda RTRW pada situs Bappeda Kota Batu menyebutkan pembangkit listrik panas bumi atau geothermal ini adalah bagian dari upaya mendorong produksi energi terbarukan. Tahun 2022 Walikota Batu telah menerima dokumen persetujuan subsistensi dari ATR/BPN, dokumen ini yang kemudian menggantikan Perda No.07 Tahun 2011 dan menjadi karpet merah dalam melanggengkan proyek ini," jelasnya.
Peraturan yang disebut telah direvisi untuk memperlancar proyek Geothermal ialah Perda no 7 th 2011. Yakni tentang Energi lain yang bisa dikembangkan untuk peningkatan pelayanan listrik di Kota Batu meliputi pengembangan mikrohidro dan biogas, biomasa, surya dan panas bumi.
"Perda itu di dalamnya memberi jalan soal proyek geothermal. Nah, geothermal di jatim juga sepertinya akan mulai dipercepat sejak menerima kerja sama JETP (pendanaan Just Energy Transition Partnership), kalau nggak salah targetnya 2030," sebut Lila.
"Dan hampir seluruh desa dan kelurahan akan terdampak panas bumi ini," imbuhnya.
Baca Juga : 7 Obat Alami untuk Mengobati Perut Kembung yang Ampuh dan Efektif
Ia berpendapat, Proyek geothermal di Kota Batu memang masih belum terlihat progres. Namun baginya, seluruh dokumen kebijakan telah menunjukkan bahwa sewaktu-waktu, bisa mengancam. Dimana pihak perusahaan PT Geodipa Energy mengatakan rencana pengeboran PLTP Arjuno-Welirang sudah pasti dilaksanakan.
Ia menyayangkan jika proyek ini masih dipromosikan untuk keperluan warga sekitar. Sebab warga sekitar dinilai lebih butuh hutan, tanah, dan air untuk kehidupan mereka.
Sebagaimana diberitakan JatimTIMES sebelumnya, empat lokasi akan jadi manifestasi air panas Arjuno-Welirang. Di antaranya adalah wilayah Cangar Kota Batu, Pacet Mojokerto, dan Tretes Pandaan Kabupaten Pasuruan.
Meski belum muncul informasi resmi titik pengeboran Geothermal di Kota Batu, Lila beranggapan proyek tersebut harus ada penolakan. Sebab, dampaknya dikhawatirkan mengganggu keseimbangan lingkungan terutama debit sumber air.
"Belum ada info pasti soal ini tp ada kemungkinan titik pengeboran atau sumur wellpadnya belum di Batu tapi di daerah Padusan (Pacet) atau Claket Mojokerto. Sosialisasi terakhir sebelumnya kalau diteliti juga memang sebatas memberikan pandangan soal baiknya proyek ini," kata dia.
Lila menerangkan, bahwa berkaca pada proyek PLTPB serupa di Dieng, Jawa Tengah, geothermal beroperasi di antara pertanian warga.
"Saya membayangkan bagaimana Kota Batu ketika proyek ini berjalan. Pipa-pipa air akan bersanding dengan pipa-pipa milik proyek yang jauh lebih besar dan juga sewaktu-waktu dapat meledak. Juga sumur bor yang mungkin saja terletak di seberang wahana wisata," tuturnya.