JATIMTIMES - Keruntuhan Singasari tahun 1292 menjadi sebuah titik balik yang kelam namun krusial dalam sejarah Nusantara. Raja Kertanagara, sang penguasa visioner yang berambisi besar terhadap persatuan Jawa, tewas bersama sejumlah pejabat kerajaan di tangan Jayakatwang, penguasa Kediri. Kejatuhan Singasari bukan sekadar tragedi bagi keluarga kerajaan, melainkan titik mula dari sebuah perjalanan panjang yang kelak membentuk kebesaran Majapahit.
Di antara keruntuhan dan kekacauan itu, putri-putri Singasari—keturunan Kertanagara—tidak lepas dari nasib buruk. Mereka ditawan dan dibawa ke Keraton Daha, pusat pemerintahan Jayakatwang. Namun, di balik bayang kekalahan, muncul sosok yang kelak berperan penting dalam sejarah: Gayatri Rajapatni, putri Kertanagara. Dengan keberanian dan kecerdikan, Gayatri menyembunyikan identitasnya, dibantu oleh pelayannya, Sodrakala.
Penyamaran di Tengah Wilayah Musuh
Baca Juga : FGD BPJS Ketenagakerjaan Kediri Dorong Optimalisasi Perlindungan Pekerja Konstruksi
Sebagai putri bungsu Kertanagara, Gayatri berada dalam bahaya besar jika identitasnya diketahui. Namun, Sodrakala—pelayan setia yang memahami risiko—mengusulkan agar Gayatri menyamar sebagai rakyat biasa. Strategi ini terbukti berhasil. Bersama Sodrakala, Gayatri dibawa ke bangsal perempuan Keraton Daha. Dalam pengasingan tersebut, ia mencoba beradaptasi di tengah lingkungan yang tidak bersahabat bagi keturunan Singasari.
Menariknya, Ratu Kediri menaruh simpati terhadap Gayatri. Ratu yang tidak mengetahui siapa sebenarnya Gayatri, melihatnya sebagai gadis muda yang tenang dan berbudi pekerti. Bahkan, ia memperkenalkan Gayatri kepada putri Kediri yang seusianya. Tak ada kecurigaan sedikit pun bahwa di balik sosok gadis sederhana ini tersembunyi seorang putri dari dinasti yang baru saja mereka runtuhkan.
Dalam buku Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit karya Earl Drake, disebutkan bahwa Gayatri diperlakukan secara manusiawi selama di Keraton Kediri. Ia memanfaatkan situasi ini untuk tetap hidup sembari mengumpulkan informasi penting dari dalam wilayah musuh.
Raden Wijaya: Pertaruhan Hidup dan Strategi Balik
Sementara itu, di sisi lain peperangan, Raden Wijaya—menantu Kertanagara—mengalami nasib yang pahit. Pasukannya, yang kalah jumlah di utara ibu kota, terpaksa mundur hingga ke Sungai Brantas. Derasnya arus sungai menambah kepedihan. Sebagian besar pasukan Raden Wijaya tenggelam atau tertangkap, sementara sisanya tercerai-berai melarikan diri dari kejaran pasukan Jayakatwang.
Raden Wijaya sendiri selamat berkat bantuan seorang kepala desa. Kepala desa tersebut menyembunyikan Raden Wijaya dari pengejaran musuh, memberinya makan, minum, dan tempat berlindung. Keputusan besar kemudian diambil oleh Raden Wijaya: melarikan diri ke Madura dan mencari dukungan Arya Wiraraja, Bupati Madura yang dahulu pernah menjadi pejabat di Singasari.
Arya Wiraraja dikenal sebagai tokoh yang cerdas, oportunis, penuh perhitungan, sekaligus ahli strategi.Meski pernah direshuffle oleh Kertanagara, Arya Wiraraja melihat peluang baru dengan membantu Raden Wijaya. Di antara keduanya, tercapai kesepakatan: Arya Wiraraja akan memfasilitasi penyerahan diri Raden Wijaya kepada Jayakatwang, sebuah langkah yang tampaknya menunjukkan kepasrahan, namun sejatinya adalah awal dari strategi besar untuk merebut kekuasaan.
Iring-iringan ke Daha: Pertemuan Tak Terduga
Penyerahan diri Raden Wijaya ke Jayakatwang menjadi sebuah peristiwa besar. Iring-iringan Raden Wijaya menuju ibu kota Kediri disambut meriah oleh rakyat. Jayakatwang—yang tak menyadari jebakan ini—menganggapnya sebagai tanda kemenangan mutlak atas Singasari. Di antara kerumunan rakyat Kediri yang menyaksikan arak-arakan tersebut, berdirilah Gayatri dalam penyamarannya.
Momen ini tercatat dalam Kidung Panji Wijayakrama, di mana Raden Wijaya yang berjalan menuju Keraton Kediri menangkap pemandangan yang tak ia sangka. Di tengah kerumunan, matanya bertemu dengan tatapan Gayatri. Sepasang mata mereka terkunci sesaat—sebuah pengakuan tanpa kata di tengah kerumunan musuh. Raden Wijaya yang peka segera menyadari bahwa gadis di antara rakyat itu bukanlah sembarang orang. Namun, baik Raden Wijaya maupun Gayatri sama-sama sadar bahwa situasi mereka terlalu berbahaya untuk saling mengakui.
Gayatri, dengan kecerdasannya, tetap menahan diri. Penyamarannya harus sempurna demi keselamatan dirinya dan pelayannya, Sodrakala. Sementara Raden Wijaya melangkah ke dalam Keraton Kediri, ia membawa harapan yang baru: bahwa perjuangannya belum selesai, dan bahwa sosok Gayatri yang ia temui akan memiliki peran penting dalam rencana masa depannya.
Strategi Arya Wiraraja dan Raden Wijaya
Setelah berhasil memasuki wilayah Kediri, Arya Wiraraja dan Raden Wijaya mulai menyusun strategi secara diam-diam. Hubungan baik Arya Wiraraja dengan Jayakatwang digunakan sebagai tameng, sementara di balik layar, persiapan besar untuk menggulingkan kekuasaan Kediri terus berjalan. Raden Wijaya memahami bahwa kemenangan hanya bisa diraih dengan kecermatan dan dukungan yang kuat.
Di sinilah Arya Wiraraja menunjukkan kelicikannya. Dengan taktik politik yang halus, ia memberikan ruang bagi Raden Wijaya untuk membangun kekuatan di hutan Tarik, yang kelak menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Majapahit. Jayakatwang, yang tidak mencurigai niat Raden Wijaya, justru memberi kesempatan bagi musuhnya untuk mengatur siasat yang lebih matang.
Raden Wijaya dan Berdirinya Kerajaan Majapahit
Baca Juga : Besok, Bakesbangpol Kota Blitar Gelar Kampung Pancasila Fest: Jaga Warisan Kebangsaan Bung Karno
Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara, berhasil membalas kekalahan Singasari dengan cerdik. Setelah sempat berpura-pura mengabdikan diri kepada Jayakatwang—sebuah langkah yang disarankan oleh Arya Wiraraja, Bupati Madura—Raden Wijaya diberikan wilayah Hutan Tarik untuk dikembangkan menjadi desa. Namun, di balik penerimaan itu, Raden Wijaya memanfaatkan Desa Majapahit sebagai basis kekuatan untuk melawan Jayakatwang.
Keadaan mulai berpihak pada Raden Wijaya ketika pasukan Mongol dari Kekaisaran Yuan tiba di Jawa pada 1293 dengan tujuan membalas penghinaan Kertanegara terhadap utusan Kaisar Kubilai Khan. Menyadari situasi tersebut, Raden Wijaya dan Arya Wiraraja dengan cerdik mengajak pasukan Mongol untuk bekerja sama. Gabungan kekuatan antara pasukan Raden Wijaya dan Mongol inilah yang akhirnya berhasil menjatuhkan Jayakatwang dan meruntuhkan Kerajaan Gelanggelang.
Setelah kemenangan itu, Raden Wijaya memutuskan untuk mengusir pasukan Mongol dari Jawa, memastikan bahwa kekuatan asing tidak ikut campur dalam pemerintahannya. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit di bekas wilayah Hutan Tarik. Nama Majapahit berasal dari buah maja yang banyak ditemukan di kawasan tersebut, yang terasa pahit ketika dimakan—sebuah simbol dari perjalanan penuh tantangan yang dihadapi untuk mendirikan kerajaan ini.
Pada tahun yang sama, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja pertama Majapahit dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Sebagai penghargaan terhadap para pengikut setianya, Raden Wijaya mengangkat mereka menjadi pejabat tinggi di pemerintahan Majapahit. Kemenangan ini menandai awal dari kejayaan besar di Nusantara yang kelak akan dicatat dalam sejarah sebagai peradaban terbesar pada masanya.
Di tengah perayaan kemenangan tersebut, Gayatri—putri Raja Kertanegara—merayakan ulang tahunnya yang ke-19. Pada momen ini, Raden Wijaya meminangnya sebagai istri keempat dan menganugerahkan gelar Rajapatni, yang berarti pendamping raja. Gayatri dikenal sebagai sosok cerdas dan tangguh, yang turut berperan dalam membangun fondasi Kerajaan Majapahit.
Dari pernikahan ini, lahirlah generasi penerus Majapahit, termasuk cucu Gayatri, Hayam Wuruk, yang kelak memimpin Majapahit menuju puncak kejayaan. Hayam Wuruk juga mengenang keluhuran jasa neneknya dengan menciptakan legasi yang mengukuhkan peran Gayatri dalam sejarah Majapahit. Selain itu, penunjukan Gajah Mada sebagai Mahapatih, yang membawa Majapahit ke era Pax Majapahit, tidak lepas dari pengaruh kebijaksanaan Gayatri di balik layar.
Dengan berdirinya Majapahit, Nusantara memasuki babak baru dalam sejarahnya, di mana kejayaan politik, ekonomi, dan budaya berkembang pesat, berkat kecerdikan strategi Raden Wijaya dan peran penting Gayatri Rajapatni.
Dari Kekalahan Menuju Kebangkitan
Kisah Gayatri dan Raden Wijaya di masa kejatuhan Singasari adalah contoh nyata dari keberanian, kecerdikan, dan kemampuan bertahan di tengah situasi sulit. Penyamaran Gayatri bukan hanya menyelamatkan nyawanya, tetapi juga menjadi simbol ketahanan keluarga Kertanagara di tengah kehancuran. Sementara Raden Wijaya, dengan dukungan Arya Wiraraja, berhasil bangkit dari kekalahan dan merancang pondasi bagi kebangkitan Majapahit.
Pertemuan tak terduga antara Gayatri dan Raden Wijaya di tengah kerumunan rakyat Kediri adalah momen simbolis dari takdir yang akan menyatukan mereka. Kelak, Gayatri menjadi pendamping Raden Wijaya sekaligus sosok kunci dalam legitimasi kekuasaan Majapahit. Sebagai Rajapatni, ia memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas dan kejayaan kerajaan yang didirikan oleh suaminya.
Sejarah mencatat bahwa kebangkitan Majapahit tidak lepas dari rangkaian tragedi, penyamaran, dan intrik politik yang cermat. Gayatri Rajapatni dan Raden Wijaya, dengan segala kecerdikan dan keberanian mereka, berhasil mengubah takdir yang semula pahit menjadi awal dari sebuah era keemasan Nusantara.
“Dalam gelapnya kekalahan Singasari, muncul cahaya dari Gayatri dan Raden Wijaya—dua tokoh yang mencatatkan sejarah di atas puing-puing kejatuhan.”