free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Rupa dan Penampilan Sultan Agung Mataram dalam Catatan Orang Eropa

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

16 - Dec - 2024, 12:47

Placeholder
Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, dan Cinta. Sebuah film epik yang menggambarkan perjalanan hidup Sultan Agung, pemimpin besar Kesultanan Mataram. (Foto: Instagram @sultanagung.themovie)

JATIMTIMES - Sultan Agung Hanyokrokusumo, penguasa ketiga dari Kesultanan Mataram Islam, bukan hanya dikenal sebagai tokoh militer ulung yang berhasil menancapkan kekuasaan Mataram di sebagian besar Pulau Jawa pada abad ke-17. 

Di balik segala pencapaian politik dan militernya, citra pribadi Sultan Agung menyimpan kompleksitas tersendiri, terutama ketika gambaran rupa dan penampilannya direkam dalam catatan-catatan para pengamat Eropa. Tidak jarang catatan tersebut diwarnai oleh perspektif subjektif, eksotisme, dan interpretasi budaya yang khas dari para pendatang Barat.

Sultan Agung Hanyokrokusumo: Raja Visioner Mataram

Baca Juga : Update Negara Asal Barang Impor di Jatim, Tiongkok Masih Juaranya

Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593-1645) adalah raja terbesar dalam sejarah Kesultanan Mataram yang memerintah pada 1613-1645. Dengan nama asli Raden Mas Jatmika atau dikenal juga sebagai Raden Mas Rangsang, ia merupakan putra dari Panembahan Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Lahir di Kotagede pada 14 November 1593, Sultan Agung tumbuh dalam lingkungan aristokrat Jawa yang membentuk visi kepemimpinannya.

Sultan Agung mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai pemimpin lokal pertama yang melakukan perlawanan besar-besaran terhadap Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Dengan semangat anti-kolonialisme, ia melancarkan dua kali serangan ke Batavia, pusat kekuasaan VOC di Jawa, pada tahun 1628 dan 1629. Meskipun serangan ini tidak berhasil sepenuhnya menundukkan VOC, Sultan Agung sempat merebut Benteng Hollandia dan membuat posisi VOC di Batavia terguncang.

Strategi militer Sultan Agung mencerminkan kepiawaiannya sebagai pemimpin yang tangguh, meskipun terbentur keterbatasan logistik dan medan yang tidak mendukung.

Sultan Agung tidak hanya dikenal sebagai pemimpin militer, tetapi juga seorang reformis ekonomi yang cerdas. Ia memprioritaskan peningkatan produksi beras sebagai komoditas utama Kesultanan Mataram. Pemanfaatan sungai untuk irigasi menjadi strategi utama untuk meningkatkan hasil panen di berbagai wilayah Mataram. 

Selain itu, Sultan Agung mendorong perdagangan dan pelayaran, yang memperkuat posisi ekonomi kerajaan dan menjadikannya salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Jawa pada masanya.

Sultan Agung juga tercatat sebagai tokoh yang berperan besar dalam perkembangan budaya Jawa. Salah satu peninggalan pentingnya adalah penciptaan Kalender Jawa Islam, yang merupakan perpaduan antara Kalender Hijriyah dan Kalender Saka. Penanggalan ini hingga sekarang masih digunakan dalam tradisi Jawa.

Selain itu, ia menetapkan bahasa Bagongan sebagai bahasa resmi yang digunakan dalam lingkungan istana. Sultan Agung juga menjadi pelindung bagi seniman dan pengrajin, yang pada masa pemerintahannya berkembang pesat dalam bidang seni patung, ukir, tari, bangunan, dan lukis.

Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Kesultanan Mataram mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya meluas hingga mencakup hampir seluruh Pulau Jawa, termasuk Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Ekspansi ini diperoleh melalui kombinasi strategi militer, diplomasi, dan penguatan sistem pemerintahan di wilayah taklukan. Keberhasilan Sultan Agung memperluas kekuasaan Mataram menjadikannya salah satu raja terbesar dalam sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Gambaran Sultan Agung dari Dokter H. de Haen: Seorang Pemuda di Puncak Vitalitas

Salah satu deskripsi fisik Sultan Agung yang paling awal datang dari seorang dokter asal Belanda bernama H. de Haen, yang mencatat pengamatannya pada tahun 1622. Pada saat itu, menurut perhitungannya, Sultan Agung diperkirakan berusia sekitar 20 hingga 30 tahun, sehingga dapat diasumsikan bahwa ia lahir antara tahun 1592-1594. De Haen menggambarkan Sultan sebagai sosok pemuda dengan fisik yang "bagus" dan memancarkan vitalitas.

Kulit Sultan Agung disebutkan lebih gelap dibandingkan orang Jawa pada umumnya, namun tetap menonjol dengan hidung kecil yang tidak pesek, mulut datar agak lebar, dan wajah bulat yang tenang namun cerdas. Salah satu ciri khas yang paling mencolok menurut De Haen adalah sorotan matanya yang tajam dan "seperti singa," sebuah perumpamaan yang menegaskan wibawa serta aura kekuasaan yang terpancar dari seorang raja besar.

Selain deskripsi fisik, de Haen juga mencatat perilaku dan gaya bicara Sultan Agung. Menurut dia, Sultan cenderung lamban dalam berbicara, tetapi ada kesan kekuatan dan ketegasan di balik ucapannya yang kasar. Gambaran ini mungkin mencerminkan kepribadian Sultan Agung yang karismatik, yang tidak hanya dihormati oleh rakyatnya tetapi juga disegani oleh para pendatang asing.

Pakaian Sultan Agung: Antara Kesederhanaan dan Kemegahan

De Haen juga menyinggung pakaian Sultan Agung yang saat itu mencerminkan ke-Jawa-an yang kental. Sultan mengenakan kain batik berwarna putih biru yang diproduksi secara lokal di Mataram. Busana tersebut dilengkapi dengan kopyah dari kain linen yang berwarna putih, atau dalam istilah Jawa disebut kuluk. Pemakaian kuluk putih ini, selain menunjukkan kepatuhan Sultan Agung terhadap ajaran Islam, juga menegaskan citranya sebagai pemimpin spiritual sekaligus politik.

Selain itu, De Haen memperhatikan bahwa Sultan Agung membawa keris di bagian depan tubuhnya, sebuah kebiasaan yang berbeda dengan adat Jawa pada umumnya. Di masa itu, keris biasanya dikenakan di bagian belakang atau samping. Penyimpangan ini mungkin dimaksudkan sebagai simbol kekuasaan atau pengaruh Sultan terhadap budaya yang ia pimpin. Jemari Sultan dihiasi oleh cincin-cincin berintan yang berkilauan, sebuah tanda kemewahan yang sering kali dikaitkan dengan status seorang raja besar.

Perspektif Jan Vos: Sultan Agung sebagai Representasi Kemegahan Jawa

Baca Juga : Ekspor Jatim ke Tiongkok Melonjak 43,25 Persen, Jadi Pangsa Pasar Terbesar

Beberapa tahun setelah pengamatan De Haen, seorang utusan VOC bernama Jan Vos memberikan gambaran berbeda tentang penampilan Sultan Agung. Pada tahun 1624, Vos mencatat bahwa pakaian Sultan lebih berornamen dan menonjolkan sisi kemegahan. Sultan mengenakan kain batik panjang yang diduga berasal dari Koromandel—wilayah di India Selatan yang terkenal dengan produk tekstil bermutu tinggi. Kain batik tersebut memiliki pola mosaik yang rumit, dengan ukuran panjang 5,10 meter dan lebar 64 cm, menunjukkan bahwa Sultan Agung tidak hanya berpakaian untuk fungsi praktis, melainkan juga sebagai simbol status dan kebesaran.

Hal menarik lainnya dari catatan Jan Vos adalah keris Sultan yang kini dikenakan di bagian belakang tubuh, berbeda dengan kebiasaan yang dicatat oleh De Haen. Keris ini digambarkan lebih sederhana, mungkin sebagai upaya Sultan untuk menonjolkan sikap rendah hati di hadapan para tamu asing. Namun, kesederhanaan itu berbanding terbalik dengan cincin yang dikenakan Sultan, yang masih bertatahkan empat hingga lima butir intan berkilau.

Badan bagian atas Sultan Agung dihiasi baju beledu hitam yang dirajut dengan motif daun emas berbentuk bunga. Penambahan elemen-elemen keemasan ini mempertegas citra Sultan Agung sebagai seorang raja yang agung sekaligus anggun. Bahkan, Vos mencatat bahwa Sultan mengenakan terompah dari kayu, sebuah atribut sederhana yang lazim digunakan oleh kaum Muslim saleh, memperkuat kesan Sultan Agung sebagai pemimpin yang taat beragama.

Namun, salah satu kebiasaan yang paling menarik perhatian Vos adalah fakta bahwa Sultan Agung merokok pipa berlapis perak selama audiensi berlangsung. Kebiasaan ini disebutnya sangat jarang ditemukan di kalangan bangsawan Jawa lainnya, di mana aturan protokol sangat ketat dan larangan merokok berlaku bagi para pembesar kerajaan. Tindakan ini, bagi pengamat Barat seperti Jan Vos, mungkin menunjukkan kebebasan dan otoritas absolut yang dimiliki Sultan Agung.

Kontradiksi dan Interpretasi: Citra Sultan Agung yang Beragam

Catatan dari dua pengamat Eropa—De Haen dan Jan Vos—menunjukkan adanya variasi dalam penampilan Sultan Agung, baik dalam busana maupun kebiasaannya. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan konteks waktu, situasi audiensi, atau interpretasi pribadi dari masing-masing pengamat. Namun demikian, keduanya sepakat bahwa Sultan Agung adalah figur yang memiliki kehadiran kuat, baik secara fisik maupun simbolik.

Penampilan Sultan Agung yang kerap berubah—dari kesederhanaan kain batik lokal hingga kemewahan kain Koromandel dan beledu emas—bukanlah kebetulan belaka. Hal ini mungkin merupakan strategi politik yang cermat untuk menyampaikan pesan-pesan simbolik yang berbeda kepada audiens yang berbeda pula. Di satu sisi, ia tampil sebagai pemimpin Jawa yang sederhana dan dekat dengan rakyat. Di sisi lain, ia menunjukkan kemewahan yang sepadan dengan raja-raja besar Asia lainnya.

Sultan Agung: Sebuah Simbol Kekuatan Jawa yang Berakar dalam Budaya

Gambaran fisik dan penampilan Sultan Agung yang terekam dalam catatan Eropa memberikan kita potret yang lebih manusiawi tentang tokoh yang sering kali dilihat dari perspektif politik dan militer semata. Sultan Agung bukan hanya sosok penguasa yang tangguh, melainkan juga pemimpin yang memahami pentingnya simbolisme dalam menegakkan legitimasi kekuasaan.

Dengan pakaian yang kental nuansa Jawa, keris yang ditempatkan dengan cara berbeda, cincin-cincin berkilauan, serta kebiasaannya yang unik seperti merokok pipa perak, Sultan Agung berhasil menciptakan citra diri yang kompleks dan berlapis. Bagi pengamat Eropa seperti De Haen dan Jan Vos, sosok Sultan Agung menjadi representasi dari sebuah peradaban Jawa yang misterius, eksotis, tetapi penuh dengan keagungan yang tak terbantahkan.

Melalui catatan ini, kita dapat melihat bahwa Sultan Agung bukan hanya pemimpin yang mampu mengukir sejarah besar dalam lembaran politik Jawa, tetapi juga seorang tokoh yang penampilan dan perilakunya mampu memancarkan kekuatan simbolik yang mendalam. Di mata orang Eropa, Sultan Agung adalah wajah peradaban Mataram yang penuh daya tarik—sebuah potret seorang raja yang tak lekang oleh waktu.

 


Topik

Serba Serbi Sultan Agung Hanyokrokusumo Kesultanan Mataram Mataran melawan Belanda



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy