JATIMTIMES - Sejarah Kerajaan Majapahit, seringkali, diwarnai dengan kisah heroik tentang kejayaan, penguasa yang cerdas, dan kebijakan luar biasa yang melahirkan salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara.
Namun, sering terlupakan adalah aspek lain yang tak kalah penting dalam membentuk struktur kerajaan ini, yaitu kehadiran Islam di tengah keragaman budaya dan agama yang ada. Salah satu bukti menarik dari percampuran ini adalah peran seorang tokoh yang tak bisa dipandang sebelah mata: Arya Adikara Ranggalawe.
Baca Juga : Menikmati Senja di Pantai Lumbung, Rekomendasi Pantai di Pucanglaban Tulungagung
Ranggalawe bukan sekadar pejabat tinggi dalam struktur Kerajaan Majapahit, ia merupakan simbol dari pertemuan dua dunia yang berbeda: politik dan agama.
Sebagai Menteri Mancanegara pertama Majapahit, Ranggalawe membawa nuansa baru ke dalam kerajaan yang baru berdiri. Nama besar Arya Adikara Ranggalawe beredar dalam dokumen sejarah sebagai salah satu tokoh yang memainkan peran penting dalam mendirikan dan mempertahankan stabilitas kerajaan, meskipun tak jarang ia terlibat dalam ketegangan internal yang berujung pada pemberontakan tragis.
Pemberontakan ini bukan hanya menandakan ketidakpuasan terhadap kebijakan politik raja, tetapi juga mencerminkan kehadiran perbedaan agama dan pandangan yang lebih besar tentang kepemimpinan dalam sebuah kerajaan yang penuh tantangan.
Keturunan yang Terhormat dan Latar Belakang Politik
Ranggalawe, putra dari Arya Wiraraja, seorang tokoh penting dalam sejarah Jawa, lahir pada masa yang tak tercatat dengan pasti dalam dokumen sejarah. Namun, keberaniannya dalam memperjuangkan kepentingan Majapahit sangat dihargai.
Arya Wiraraja sendiri, seorang bupati dari Sumenep yang dikenal sebagai sosok tegas, memainkan peran kunci dalam mendukung Raden Wijaya, calon pendiri Majapahit, dalam menghadapi Kerajaan Kediri.
Dukungan Arya Wiraraja kepada Raden Wijaya merupakan langkah strategis yang kemudian membuka jalan bagi berdirinya Kerajaan Majapahit pada awal abad ke-14 Masehi.
Dukungan Arya Wiraraja dan Rencana Pendirian Majapahit
Raden Wijaya, yang sebelumnya dikenal sebagai menantu Sri Kertanegara, raja Singasari, berjuang untuk merebut kembali kekuasaan setelah kehancuran kerajaan Singasari akibat serangan dari Jayakatwang, penguasa Kediri.
Dalam perjalanan politiknya, Raden Wijaya mencari dukungan dari Arya Wiraraja di Madura. Di sinilah peran besar Arya Wiraraja, yang memberikan bantuan moral dan logistik bagi Raden Wijaya. Bersama-sama, mereka merencanakan serangan balasan terhadap Jayakatwang, yang pada gilirannya mengarah pada pendirian Kerajaan Majapahit di wilayah yang dikenal dengan nama Wilwatikta, yang kemudian menjadi Majapahit.
Keberhasilan ini tidak lepas dari peran para pemimpin Madura yang turut mendukung keberhasilan rencana tersebut. Wilwatikta, yang dibuka dengan bantuan Arya Wiraraja, menjadi simbol dari keberhasilan membangun Majapahit.
Ranggalawe, sebagai putra Arya Wiraraja, mendapat penghormatan tinggi atas jasanya dalam pembukaan wilayah ini. Namanya kemudian dikenal dalam sejarah Majapahit sebagai salah satu tokoh yang ikut serta dalam membangun pondasi kerajaan tersebut.
Perselisihan Politik dan Pemberontakan Ranggalawe
Namun, seiring berjalannya waktu, ketegangan antara para pejabat tinggi kerajaan mulai muncul. Dalam perjalanan sejarahnya, Ranggalawe tidak hanya dikenang sebagai pahlawan yang membantu mendirikan Majapahit, tetapi juga sebagai pemberontak pertama dalam sejarah kerajaan tersebut.
Ketidakpuasan Ranggalawe terhadap kebijakan Sri Kertarajasa Jayawarddhana, raja Majapahit saat itu, menjadi pemicu utama dari pemberontakannya.
Salah satu alasan utama ketidakpuasan Ranggalawe adalah penunjukan Nambi, putra dari Pu Sina, sebagai Patih Amangkubhumi, sementara Ranggalawe merasa bahwa dirinya lebih pantas untuk mendapatkan posisi tersebut.
Ketegangan ini semakin meningkat seiring berjalannya waktu dan akhirnya memunculkan perselisihan internal yang tak terhindarkan.
Pemberontakan Ranggalawe akhirnya berujung pada pertempuran di Tambak Beras. Dalam pertempuran sengit ini, Ranggalawe kalah dan gugur. Meskipun begitu, kematiannya meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Majapahit.
Sebagai seorang Muslim, Ranggalawe dihormati dengan pemakaman yang layak dan tradisi ziarah yang masih berlangsung hingga saat ini di Tuban, kampung halamannya. Makamnya menjadi tempat ziarah yang penting, terutama bagi para pemimpin lokal, sebagai bentuk penghormatan terhadap keberaniannya dalam memperjuangkan keyakinannya.
Pengaruh Islam di Tuban dan Majapahit
Baca Juga : Pembangunan Parkir di eks Kantor Bank Mandiri Syariah Diperkirakan Mulai Mei 2025
Salah satu aspek yang paling menarik dalam perjalanan sejarah Arya Adikara Ranggalawe adalah kepercayaan Islam yang ia anut.
Menurut Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo, Arya Wiraraja, ayah Ranggalawe, dan Ranggalawe sendiri, tercatat sebagai seorang Muslim. Ini menambah dimensi baru dalam pemahaman tentang sejarah politik Majapahit, di mana keberadaan agama Islam, meskipun terbatas pada kalangan tertentu, sudah mulai memengaruhi jalannya pemerintahan.
Keberadaan Islam di lingkungan kerajaan Majapahit semakin memperkaya kehidupan sosial dan budaya di Jawa. Walaupun Majapahit sendiri tetap menjadi kerajaan yang didominasi oleh agama Hindu-Buddha, pengaruh Islam mulai menunjukkan eksistensinya di berbagai kalangan, baik di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa. Tuban, sebagai kampung halaman Ranggalawe, bahkan menjadi salah satu pusat perkembangan Islam di Jawa Timur.
Sejarah Tuban yang dikenal sebagai tempat berkembangnya Islam pada masa itu semakin mempertegas peran penting Arya Wiraraja dan Ranggalawe dalam memperkenalkan agama Islam di pulau Jawa.
Arya Wiraraja dan Jejak Islam di Lumajang
Pasca gugurnya Ranggalawe, Arya Wiraraja menagih janji Sri Kertarajasa untuk mendapatkan wilayah Lumajang. Permintaan ini dikabulkan, dan Arya Wiraraja memimpin Lumajang dengan karakteristik pemerintahan yang berbeda. Lumajang, di bawah kepemimpinan Arya Wiraraja, dipercaya menjadi salah satu kerajaan Islam pertama di Jawa.
Sejarawan mencatat bahwa Arya Wiraraja membawa pengaruh Islam yang kuat di Lumajang. Setelah wafatnya Arya Wiraraja, kepemimpinan diteruskan oleh keturunannya, termasuk Arya Menak Koncar dan Arya Wangbang Pinatih. Di era Wangbang Pinatih, kerajaan Lumajang turut berperan dalam ekspedisi militer ke Bali, yang dipimpin oleh Arya Damar dan Arya Pinatih.
Legasi Arya Adikara Ranggalawe: Pejuang dan Tokoh Spiritual
Setelah kematiannya, legasi Arya Adikara Ranggalawe terus hidup dalam ingatan masyarakat Tuban. Makamnya yang terletak di Tuban, kini menjadi simbol keberanian dan dedikasinya untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Tradisi ziarah ke makam Ranggalawe juga menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan spiritual masyarakat setempat. Tidak hanya sebagai tokoh sejarah, Ranggalawe dipandang sebagai figur yang membawa nilai-nilai keberanian, pengorbanan, dan keimanan yang mendalam.
Sebagai salah satu tokoh yang turut berperan dalam sejarah Majapahit, Arya Adikara Ranggalawe meninggalkan bekas yang mendalam dalam perkembangan politik, agama, dan budaya di Jawa.
Dari pemberontak yang menentang ketidakadilan hingga pejuang yang memperkenalkan Islam di tengah Kerajaan Majapahit, Ranggalawe tetap menjadi simbol dari pertemuan antara dua dunia: dunia politik yang keras dan dunia spiritual yang mendalam.
Dalam akhirnya, sejarah Majapahit tidak hanya mengisahkan tentang kejayaan kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nusantara, tetapi juga tentang dinamika agama yang berkembang di dalamnya.
Dengan hadirnya tokoh-tokoh seperti Arya Adikara Ranggalawe, kita melihat bagaimana perbedaan agama dan pandangan politik dapat menciptakan sejarah yang lebih kaya, penuh warna, dan mendalam. Keberagaman itulah yang menjadikan Majapahit istimewa, sebagai cerminan dari keragaman yang ada di Nusantara.