JATIMTIMES– Pemilihan Wali Kota Blitar 2024 kembali diwarnai polemik. Kasus dugaan pengkondisian Pemungutan Suara Ulang (PSU) mengguncang publik setelah sebuah unggahan viral di media sosial TikTok. Dalam unggahan itu, seorang anggota Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) diduga berupaya mengarahkan PSU di sejumlah tempat pemungutan suara.
Unggahan tersebut berasal dari akun @miraylasensi yang mempublikasikan tangkapan layar percakapan oknum berinisial D dengan seseorang. Isi percakapan itu menunjukkan adanya instruksi untuk memastikan PSU terjadi. “Ojo oleh ngono, kudu PSU (jangan seperti itu, harus PSU),” tulis oknum D dalam percakapan singkat. Ungkapan itu seolah menjadi tekanan untuk pihak lain agar mengarahkan proses pemungutan suara ulang.
Baca Juga : Pria di Tulungagung Tewas Tengkurap di Teras Rumah Bersimbah Darah
Isu ini semakin memanas ketika oknum D memberikan bantahan saat dikonfirmasi pada Selasa (10/12/2024). Saat dikonfirmasi, anggota Panwascam tersebut menyatakan dengan tegas bahwa dirinya bukan pelaku dalam percakapan tersebut. “Bukan, mas,” ujarnya singkat tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Sebelumnya, Ketua KPU Kota Blitar Rangga Bisma Aditya menyatakan bahwa pihaknya akan tetap fokus pada tahapan pemilihan yang sudah berjalan. Menurutnya, semua laporan terkait dugaan pelanggaran pemilu akan disikapi sesuai mekanisme yang berlaku. “KPU Kota Blitar berkomitmen menjaga proses pemilu tetap bersih dan transparan. Jika ada dugaan pelanggaran, silakan dilaporkan melalui prosedur resmi,” ujarnya pada Rabu (4/12/2024).
Dalam keterangannya pada 4 Desember 2024, Muhammad Nur Azis, Komisioner Bawaslu Kota Blitar Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa, menegaskan bahwa polemik terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kota Blitar telah menemukan titik akhir. “Intinya (permasalahan PSU) ini sudah mandek. Gak ada PSU,” ujarnya tegas.
Pernyataan ini muncul setelah proses panjang yang melibatkan dugaan pelanggaran administratif di 13 TPS, yakni 11 di Kecamatan Sananwetan dan 2 di Kecamatan Sukorejo, yang awalnya memicu rekomendasi PSU dari Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada 29 November 2024.
Namun, rekomendasi tersebut tidak langsung direspons positif. PPK Sananwetan dan Sukorejo menyatakan bahwa temuan pelanggaran tersebut belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk dijadikan landasan pelaksanaan PSU. Situasi semakin kompleks ketika Bawaslu Kota Blitar mengeluarkan surat rekomendasi untuk menunda rekapitulasi suara tingkat kota pada 1 Desember 2024, dengan tujuan memastikan penyelesaian yang lebih mendalam dan sesuai peraturan. Ketua Bawaslu Kota Blitar, Roma Hudi Fitrianto, menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil demi menjaga integritas proses Pilkada. “Kami ingin memastikan seluruh tahapan berjalan sesuai regulasi dan prinsip keadilan, demi menjaga kepercayaan publik terhadap demokrasi,” katanya.
Bawaslu Kota Blitar kemudian berkoordinasi dengan Bawaslu Provinsi Jawa Timur untuk membahas lebih lanjut dugaan pelanggaran yang terjadi. Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Blitar turut melakukan kajian mendalam sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2024. Ketua KPU Kota Blitar, Rangga Bisma Aditya, menekankan bahwa setiap rekomendasi PSU harus dievaluasi secara ketat untuk memastikan kesesuaian dengan syarat hukum dan administratif. “Kita tidak bisa serta-merta memutuskan PSU. Proses ini membutuhkan kajian mendalam dan kehati-hatian agar tidak menimbulkan persoalan hukum baru,” ujarnya.
Setelah melalui berbagai kajian, KPU Kota Blitar akhirnya memutuskan untuk tidak melaksanakan PSU pada 2 Desember 2024. Keputusan ini kemudian dikuatkan dalam rapat pleno rekapitulasi tingkat kota yang digelar pada malam 3 Desember. “Kami sudah mengkaji bersama semua pihak terkait, termasuk PPK, PPS, dan ketua KPPS di lokasi-lokasi yang menjadi objek rekomendasi. Kesimpulannya, tidak ada PSU yang dilaksanakan,” tegas Rangga Bisma Aditya.
Kasus ini mencuat di tengah kemenangan pasangan Syauqul Muhibbin-Elim Tyu Samba, yang akrab disapa Mas Ibin-Elim, dalam Pilwali Kota Blitar 2024. Berdasarkan pleno rekapitulasi suara yang digelar KPU Kota Blitar, Rabu (4/12/2024), pasangan nomor urut 2 ini unggul dengan selisih 6.131 suara. Mas Ibin-Elim memperoleh 49.674 suara atau 51,55 persen, sementara pasangan Bambang Rianto-Bayu Setyo Kuncoro hanya meraih 43.543 suara atau 45,18 persen.
Kemenangan ini pun dianggap sebagai pukulan telak bagi Bambang-Bayu. Namun, tim hukum pasangan nomor urut 1 mengajukan gugatan sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tim hukum yang diketuai Joko Trisno Mudianto menuding telah terjadi kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Dalam pernyataannya, Joko berharap MK dapat membatalkan penetapan KPU dan memerintahkan Pemungutan Suara Ulang di sejumlah TPS.
“Gugatan ini sudah kami ajukan secara resmi dan dinyatakan lengkap pada Senin, 9 Desember 2024. Kami yakin proses ini akan membuka fakta-fakta terkait kecurangan yang terjadi,” ujar Joko.
Baca Juga : Kemenhub Gelar Mudik Gratis, ini Daftar Beserta Link Pendaftarannya
Kubu Mas Ibin-Mbak Elim menyikapi gugatan ini dengan tenang. Ketua Tim Pemenangan, M. Zainul Ichwan, menegaskan bahwa selisih suara yang signifikan membuktikan keunggulan pasangan nomor urut 2. Menurutnya, langkah kubu Bambang-Bayu mengajukan gugatan adalah upaya yang tidak realistis.
“Kalau selisihnya 100 suara, silakan dipersoalkan. Tapi ini 6.000 lebih suara sah. Saya rasa harus legawa. Demokrasi adalah soal kedewasaan politik,” kata Zainul saat ditemui di Hotel Sari Pan Pacific, Kota Blitar. Ia juga meminta semua pihak menghormati proses yang telah berjalan dan tidak mencari-cari kesalahan.
KPU Kota Blitar sendiri masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan tersebut. Rangga Bisma Aditya menjelaskan bahwa penetapan calon terpilih baru akan dilakukan setelah adanya keputusan final dari MK. “Kami menunggu BRPK (Bukti Register Perkara Konstitusi) dari MK. Jika tidak ada gugatan yang diterima, penetapan calon akan segera dilakukan,” katanya.
Sementara itu, isu dugaan pengkondisian PSU oleh oknum Panwascam menambah panas suasana politik di Kota Blitar. Bagi publik, kasus ini memunculkan tanda tanya besar soal integritas penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan. Meski oknum D membantah keterlibatannya, bukti percakapan yang viral sudah terlanjur mencoreng netralitas badan pengawas.
Dalam situasi ini, transparansi menjadi tuntutan utama. Penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu, diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan polemik yang berkembang. Penegakan integritas penyelenggaraan pemilu menjadi kunci untuk meredam spekulasi yang berkembang di tengah masyarakat.
Bagi pasangan Mas Ibin-Mbak Elim, kemenangan ini adalah hasil dari kerja keras tim dan kepercayaan masyarakat. “Kemenangan ini milik seluruh warga Kota Blitar. Tidak ada lagi perbedaan, mari kita bersama-sama membangun kota ini lebih maju,” ujar Mas Ibin penuh optimisme.
Kini, mata publik tertuju pada dua isu: gugatan sengketa di MK dan dugaan pengkondisian PSU. Di tengah dinamika politik yang memanas, kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di Kota Blitar diuji. Apakah kasus ini akan berakhir di meja sidang atau menemukan solusi damai, semua bergantung pada transparansi proses yang berjalan.