free web hit counter
Jatim Times Network Logo
Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Serba Serbi

Sejarah Munculnya Londo Ireng di KNIL: Pasukan Belanda Berkulit Hitam dari Afrika

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Dede Nana

08 - Dec - 2024, 08:07

Placeholder
Potret langka prajurit Londo Ireng dalam barisan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL). (Foto: Ist)

JATIMTIMES - Di bawah langit tropis yang panas, dengan aroma rempah-rempah dan hiruk-pikuk kota-kota yang penuh sejarah, sebuah babak gelap dalam sejarah Hindia Belanda mulai terukir pada awal abad ke-19. Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL), yang didirikan pada 1830, bukan hanya terdiri dari pasukan pribumi Indonesia dan Belanda, namun juga melibatkan sekelompok tentara berkulit hitam yang datang dari benua Afrika. Mereka dikenal dengan nama Zwarte Hollanders atau lebih familiar di Indonesia dengan sebutan Londo Ireng.

Asal-usul kelompok ini dimulai pada tahun 1830, saat Belanda merasa kekurangan pasukan untuk menanggapi berbagai perlawanan yang muncul dari pasukan pribumi Indonesia. Dengan populasi Belanda yang terbatas di Hindia Belanda, mereka mulai mencari sumber daya manusia dari luar untuk memenuhi kebutuhan tentara mereka. Pilihan pertama yang diambil adalah merekrut orang-orang Afrika, yang menurut mereka lebih tahan terhadap iklim tropis ketimbang tentara asal Eropa.

Baca Juga : Fuad Baradja, Pemain Sinetron Jin dan Jun Meninggal Dunia: Ini Sosoknya

Zwarte Hollanders: Rekrutmen dan Penempatan

Perjalanan panjang munculnya Londo Ireng dimulai pada tahun 1830, setelah kemerdekaan Belgia yang mengakibatkan berkurangnya jumlah tentara asal Belanda. Dalam keadaan genting tersebut, Belanda melihat potensi besar dalam merekrut pasukan dari koloni-koloni mereka di Afrika. Elmina, sebuah kota di pesisir Ghana yang pada masa itu menjadi bagian dari kerajaan Euro-Afrika, menjadi tempat pertama di mana orang-orang Afrika direkrut. Dari 150 orang yang pertama kali dipilih, 44 di antaranya merupakan keturunan keluarga Euro-Afrika yang telah lama menetap di sana.

Namun, perekrutan mereka bukanlah langkah yang datang begitu saja. Belanda kemudian melakukan kontrak dengan Raja Ashanti di Ghana pada 1830-an, yang memungkinkan mereka untuk merekrut lebih banyak orang Afrika untuk menjadi tentara. Sebagian besar dari mereka adalah bekas budak yang berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di luar Afrika. Proses ini berlangsung selama beberapa dekade, dengan sekitar 3.000 orang Afrika direkrut sebagai prajurit KNIL pada tahun 1872.

Bagi Belanda, merekrut tentara dari Afrika dianggap solusi strategis karena mereka percaya tentara Afrika lebih mudah beradaptasi dengan kondisi tropis di Indonesia. Hal ini menjadikan pasukan Londo Ireng tidak hanya sebagai pelengkap pasukan Eropa, tetapi juga sebagai salah satu komponen penting dalam upaya Belanda mengukuhkan kekuasaannya di Nusantara.

Londo Ireng yang menjadi bagian dari KNIL tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap pasukan. Mereka turut berperan aktif dalam berbagai pertempuran besar, salah satunya adalah Perang Aceh yang berlangsung pada akhir abad ke-19. Pasukan yang sebagian besar terdiri dari orang Afrika ini, bersama dengan tentara Belanda dan pribumi Indonesia, terlibat dalam pertempuran panjang yang menuntut banyak korban.

Bagi Belanda, keberadaan Londo Ireng di KNIL adalah simbol dari kekuatan militer yang beragam. Mereka diberikan status yang setara dengan tentara Eropa, lengkap dengan seragam tentara KNIL yang khas. Selain itu, mereka juga tinggal di tangsi yang sama dengan prajurit Eropa, yang pada waktu itu merupakan tempat tinggal yang cukup nyaman, lengkap dengan pengaturan keluarga yang lebih baik. 

Para Londo Ireng ini bahkan memiliki hak untuk memiliki istri pribumi (nyai), yang kemudian melahirkan anak-anak yang, jika laki-laki, akan mengikuti jejak ayah mereka menjadi serdadu KNIL.

Salah satu figur yang mencuat dalam sejarah Londo Ireng adalah Jan Kooi, seorang Kopral Afrika yang dikenal berkat prestasinya yang luar biasa. Nama Jan Kooi menjadi terkenal di kalangan tentara KNIL karena keberaniannya dan kemampuannya dalam berbagai pertempuran yang tak terhitung jumlahnya. Jan Kooi bukan hanya dianggap sebagai pahlawan oleh sesama Londo Ireng, tetapi juga mendapatkan pengakuan dari Belanda atas jasa-jasanya.

Kehidupan Pasca-Kontrak dan Pembentukan Komunitas Afrika di Jawa

Seiring dengan berjalannya waktu, para Londo Ireng yang telah menyelesaikan kontrak mereka dengan Belanda memiliki dua pilihan: kembali ke Afrika atau memilih untuk menetap di Jawa. Sebagian dari mereka memilih untuk tinggal di tanah yang telah menjadi tempat pengabdian mereka, sementara yang lain kembali ke kampung halaman mereka di Afrika. Mereka yang tinggal di Jawa akhirnya membentuk komunitas-komunitas kecil yang dikenal dengan sebutan kampung Afrika. Kampung-kampung ini berkembang di beberapa daerah, terutama di sekitar kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.

Baca Juga : Ramai Kopi Oplosan di Pasaran, Ini Cara Memilih Kopi Asli yang Aman

Komunitas Londo Ireng ini tidak hanya terbatas pada tentara, tetapi juga melibatkan keturunan mereka yang kemudian membaur dengan masyarakat pribumi. Anak-anak dari para Londo Ireng ini, terutama yang laki-laki, sering kali dipersiapkan untuk melanjutkan peran ayah mereka sebagai prajurit dalam pasukan KNIL. Hal ini menciptakan sebuah generasi baru yang tumbuh dalam lingkungan yang menggabungkan budaya Belanda, Afrika, dan Indonesia.

Namun, kehidupan mereka tidak sepenuhnya mulus. Banyak dari mereka yang dihadapkan pada diskriminasi sosial, baik dari masyarakat Belanda yang memandang mereka sebagai warga kelas dua, maupun dari masyarakat pribumi yang melihat mereka sebagai pengkhianat. Meskipun begitu, keturunan dari Londo Ireng ini tetap bertahan dan menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial di Indonesia, meskipun identitas mereka sering kali menjadi hal yang ambigu.

Penting untuk dicatat bahwa istilah Londo Ireng tidak hanya merujuk pada tentara Afrika di KNIL, tetapi juga pada pribumi Indonesia yang memilih untuk bergabung dengan pasukan Belanda. Walaupun demikian, sebagian besar penggunaan istilah ini lebih identik dengan tentara asal Afrika yang bergabung dengan KNIL. Sering kali, orang-orang ini dianggap sebagai pengkhianat oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Namun, pandangan ini semakin berkembang seiring dengan pemahaman yang lebih dalam tentang sejarah kolonial dan keterlibatan orang-orang Afrika dalam dinamika politik dan militer pada masa itu.

Di sisi lain, pengaruh keberadaan Londo Ireng dalam KNIL juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka tidak hanya membantu Belanda dalam menjaga kekuasaan kolonial di Indonesia, tetapi juga meninggalkan jejak dalam kehidupan sosial dan budaya di negeri ini. Kehadiran mereka, meskipun sering kali diabaikan dalam catatan sejarah mainstream, adalah bagian penting dari narasi besar mengenai kolonialisasi dan perlawanan di Indonesia.

Sebagai catatan akhir, generasi Londo Ireng yang terlibat dalam KNIL adalah bagian dari sejarah yang rumit dan penuh kontroversi. Di satu sisi, mereka adalah korban dari sistem kolonial yang menindas, namun di sisi lain, mereka juga menjadi alat dalam mempertahankan kekuasaan Belanda atas tanah yang bukan milik mereka. Sejarah mereka, seperti halnya sejarah Indonesia, adalah sejarah yang penuh dengan kompleksitas dan ambiguitas yang masih terus dipelajari dan diperbincangkan hingga hari ini.

 


Topik

Serba Serbi knil londo ireng hindia belanda



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Jatim Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Dede Nana