JATIMTIMES - Di hutan pegunungan Boliyohuto, Gorontalo, hidup sebuah komunitas tradisional yang dikenal sebagai Suku Polahi. Mereka merupakan kelompok masyarakat yang hingga kini menjalani kehidupan serba sederhana dan jauh dari peradaban modern.
Karena memilih hidup terisolasi, Suku Polahi masih mempraktikkan tradisi unik dan kontroversial, salah satunya adalah perkawinan sedarah atau incest.
Baca Juga : Wisata Gunung Bromo Ditutup Sementara Jelang Tahun Baru, Berikut Jadwalnya!
Perkawinan sedarah di Suku Polahi melibatkan hubungan antara anggota keluarga dekat, seperti ibu dan anak laki-laki, ayah dan anak perempuan, atau saudara kandung. Tradisi ini berakar pada isolasi sosial yang membuat mereka sulit berhubungan dengan masyarakat luar.
Menurut Yowan Tamu, seorang antropolog dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG), praktik tersebut terjadi karena masyarakat Polahi hidup dalam lingkungan yang sangat tertutup dan tidak pernah mendapatkan edukasi, baik pendidikan formal maupun agama.
"Mereka adalah kelompok yang sangat tertutup dan tidak mendapatkan pendidikan apapun," jelas Yowan, dikutip Detikcom, Selasa (26/11/2024).
Sejak abad ke-17, Suku Polahi memutuskan mengasingkan diri ke dalam hutan sebagai bentuk pelarian dari penjajahan Belanda. Mereka memilih menjalani kehidupan nomaden daripada harus tunduk kepada penjajah.
Nama Polahi sendiri berasal dari bahasa Gorontalo, yaitu lahi-lahi, yang berarti "melarikan diri." Hingga saat ini, kehidupan mereka yang terisolasi membuat penelitian terhadap kelompok ini menjadi sangat sulit. "Akses menuju mereka sangat sulit, dan penelitian biasanya hanya dilakukan di bagian luar komunitas mereka, bukan di inti kelompok yang lebih tertutup," ungkap Yowan.
Meskipun ada laporan tentang praktik perkawinan sedarah, detailnya belum terungkap secara mendalam. Jurnal Universitas Sam Ratulangi menyebutkan bahwa tradisi ini dianggap sebagai cara mereka untuk mempertahankan keberlangsungan generasi di tengah isolasi.
"Pola hidup berpindah di hutan menyebabkan minimnya interaksi dengan kelompok lain, sehingga perkawinan sedarah menjadi upaya mempertahankan generasi," demikian isi jurnal tersebut.
Baca Juga : Buya Yahya Sarankan Lakukan ini Jika Terlanjur Terima Serangan Fajar Jelang Pilkada 2024
Namun, akses yang sulit membuat peneliti kesulitan mendalami tradisi ini secara langsung."Saya sebenarnya ingin meneliti lebih jauh, tetapi akses ke komunitas inti sangat terbatas," tambah Yowan.
Salah satu hal yang membuat Suku Polahi menarik perhatian adalah kondisi keturunan mereka. Dalam teori medis, perkawinan sedarah sering kali menghasilkan keturunan dengan kelainan genetik atau cacat. Namun, kasus ini tidak terjadi pada Suku Polahi.
"Yang menarik, keturunan mereka normal-normal saja. Tidak ada yang cacat seperti yang biasanya ditemukan di negara lain dengan praktik perkawinan sedarah," ujar Yowan. Fenomena ini menjadi misteri yang belum dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan.