JATIMTIMES - Indonesia memiliki potensi besar untuk memperkuat demokrasi, terutama dengan mayoritas penduduknya yang berusia muda. Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, 27,94% dari total populasi adalah Generasi Z, sedangkan 25,87% adalah Milenial.
Angka ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh penduduk Indonesia merupakan generasi muda yang diyakini mampu membawa perubahan signifikan dalam tatanan demokrasi, khususnya di era digital.
Anggota DPRD Kabupaten Malang, Zulham Mubarrok, dalam sebuah acara Focus Group Discussion (FGD) di Kecamatan Kromengan menegaskan bahwa pemuda adalah aset bangsa yang harus diberdayakan. “Potensi ini harus dimanfaatkan untuk memperkuat demokrasi melalui partisipasi aktif mereka,” ujar Zulham.
Periode 2020-2030 dikenal sebagai bonus demografi, di mana 70% penduduk Indonesia berada dalam usia produktif (15-64 tahun). "Di Jawa Timur, sekitar 21,69% penduduk adalah pemuda berusia 16-30 tahun, dengan sebagian besar tinggal di perkotaan. Pemuda yang tinggal di perkotaan cenderung memiliki akses lebih baik ke pendidikan, pekerjaan, dan teknologi digital, yang memungkinkan mereka memainkan peran penting dalam demokrasi," jelaa Zulham.
Namun, gaya hidup digital yang mendominasi kehidupan sehari-hari menjadi tantangan tersendiri. "Rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan 8 jam 52 menit sehari menggunakan internet, dengan 3 jam 14 menit di antaranya untuk media sosial," tambahnya.
Survei DPD KNPI Kabupaten Malang mengungkapkan rendahnya minat pemuda terhadap partai politik. Sebagian besar pemuda lebih memilih bergabung dengan organisasi kemasyarakatan (91,4%) dan organisasi pelajar. "Media sosial menjadi sumber informasi utama (91,4%), jauh mengungguli berita online (29,9%) dan televisi (17,2%)," papar Zulham.
Sayangnya, pesimisme masih menyelimuti pandangan pemuda terkait lapangan pekerjaan. Sebanyak 60,1% responden menilai pekerjaan sulit ditemukan, dan 17,5% menganggapnya sangat sulit.
"Meski begitu, kepercayaan mereka terhadap lembaga negara masih tinggi, terutama pada Presiden (89,7%), TNI (88,19%), dan Mahkamah Konstitusi (77,43%)," kata Zulham, memaparkan hasil survei DPD KNPI Kabupaten Malang.
Namun, lembaga seperti DPR RI (59,32%), DPD RI (59,84%), dan Polri (55,91%) dianggap kurang memuaskan. Hal ini menjadi sinyal perlunya pembenahan dalam hubungan antara pemuda dan lembaga negara.
Zulham menjelaskan bahwa digitalisasi telah membawa perubahan besar dalam cara pemuda berpolitik. “Politik digital sering diidentikkan dengan penggunaan internet yang telah mengubah praktik kekuasaan, saling pengaruh, dan dominasi,” ujarnya.
Menurut Zulham, kultur digital membuka ruang baru bagi demokrasi, di antaranya sebagai berikut:
1. Akses Tanpa Batas: Rakyat dapat terhubung langsung dengan pengambil kebijakan.
2. Ekspresi Demokrasi: Partisipasi publik kini dapat dilakukan melalui berbagai platform digital.
3. Kecepatan Respons: Demokrasi di era digital menuntut efisiensi waktu dan tindakan.
4. Konektivitas: Kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat menjadi kunci untuk memperkuat posisi rakyat.
Zulham memprediksi beberapa tren ke depan, seperti cara baru berpolitik berbasis digital, ruang demokrasi yang semakin terbuka, serta munculnya gelombang disrupsi informasi yang menantang birokrasi konvensional. Selain itu, organisasi kemasyarakatan perlu menjadi penyeimbang informasi agar demokrasi berjalan sehat.
“Transformasi digital menjadi elemen penting dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Generasi muda, dengan penguasaan teknologi dan semangat inovasi, diharapkan mampu menciptakan perubahan positif,” jelas Zulham.
Melalui pemberdayaan pemuda dan optimalisasi teknologi digital, menurut Zulham demokrasi di Indonesia memiliki peluang besar untuk berkembang lebih inklusif, responsif, dan relevan dengan kebutuhan zaman.