JATIMTIMES - Debat publik kedua untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Blitar 2024 pada Senin malam, 4 November 2024, yang diharapkan menjadi arena adu gagasan antara pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Rijanto-Beky, dan paslon nomor urut 2, Rini Syarifah–Abdul Ghoni, berakhir singkat setelah tim nomor urut 1 memutuskan walkout. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, terutama Tim Pemenangan Rini-Ghoni, yang menyayangkan ketidakmampuan pesaing untuk menyikapi perbedaan pendapat secara dewasa.
Nur Muchlisin, Liaison Officer (LO) dari tim Rini-Ghoni, menegaskan bahwa timnya sudah menaati regulasi debat sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 13 Tahun 2024 dan Keputusan KPU No. 1363 Tahun 2024. Aturan ini mengamanatkan agar para calon menyampaikan visi dan misi secara menyeluruh untuk memberikan pemahaman komprehensif kepada masyarakat. Menurut Muchlis, pihaknya hanya berpegang pada regulasi ketika calon mereka membaca visi dan misi secara rinci.
Baca Juga : Mayat Pria Tanpa Identitas Ditemukan Ngambang di Sungai Brantas Kota Malang
“Dalam debat ini, kami sudah berada di jalur yang sesuai aturan, yaitu menyampaikan visi dan misi. Sangat aneh jika tiba-tiba debat dihentikan saat kami sedang memaparkan rencana kerja kami kepada publik. Tidak ada alasan mengharuskan debat dilakukan ‘tangan kosong’ tanpa persiapan,” ujar Muchlis, merespons tuduhan dari paslon nomor urut 1 yang merasa keberatan.
Muchlis juga mempertanyakan peran KPU Kabupaten Blitar yang sebelumnya menyatakan akan memfasilitasi teks visi dan misi untuk setiap kandidat, namun hingga debat berlangsung, fasilitas tersebut tidak diberikan kepada paslonnya. Menurut Muchlis, hal ini menimbulkan tanda tanya terkait netralitas penyelenggara pemilu.
“KPU sudah menyatakan akan menyediakan teks visi misi, namun sampai Paslon kami sudah berada di atas panggung, tidak ada teks yang diberikan,” imbuh Muchlis dengan nada kecewa.
Di sisi lain, Joko Trisno, anggota Tim Hukum Rini-Ghoni, menyebut keputusan walkout adalah hak setiap calon. Meski demikian, ia menilai langkah ini menunjukkan sikap yang kurang dewasa dalam menghadapi perbedaan pandangan di ranah politik. Menurutnya, kandidat yang walkout dari arena debat dapat dipersepsikan publik sebagai sosok yang kurang matang dalam berpolitik.
“Ya itu hak mereka (untuk walkout), tapi itu mencerminkan kepribadian dalam berpolitik. Jika paslon memilih untuk turun, itu menunjukkan kedewasaan politik yang perlu dipertanyakan,” ujar Joko Trisno.
Tim Rini-Ghoni mengaku kecewa karena walkout tersebut menghalangi kesempatan mereka untuk menyampaikan visi dan misi secara utuh. Mereka merasa telah mempersiapkan diri dengan matang untuk debat ini, namun momen penting bagi publik untuk menilai program kerja mereka terputus di segmen pertama.
Joko Trisno juga mengingatkan bahwa tim hukumnya tidak segan untuk menempuh jalur hukum jika ditemukan ketidakadilan dalam pelaksanaan debat. Menurutnya, debat publik seharusnya bisa berjalan lancar dengan fasilitasi yang tepat dari pihak KPU dan seluruh kandidat mengikuti aturan yang telah disepakati.
Baca Juga : Universitas Negeri Malang dan UNU Blitar Kembangkan Media VR Kakao di Kampung Coklat
Debat kedua ini seharusnya memberikan ruang bagi masyarakat Blitar untuk memahami visi dan misi setiap kandidat secara mendalam. Namun, ketegangan yang terjadi pada segmen pertama mencoreng harapan tersebut, membuat masyarakat kehilangan kesempatan untuk menilai program dari masing-masing kandidat.
Pengamat politik dan dosen sosiologi dari Universitas Islam Blitar (Unisba) Blitar, Novi Catur Muspita, turut mengkritik tajam sikap KPU yang ia nilai kurang tegas dalam mengawal jalannya debat. Menurutnya, ketidakmampuan KPU Kabupaten Blitar untuk mengendalikan situasi menunjukkan kurangnya profesionalisme dalam penyelenggaraan debat.
“Keputusan KPU untuk tidak memfasilitasi debat sesuai aturan sangat merugikan Paslon Rini-Ghoni, yang sudah mempersiapkan diri dengan baik. KPU seharusnya mampu mengatasi ketegangan ini agar masyarakat dapat menilai dengan adil,” tegas Novi.
Insiden ini semakin memperkeruh situasi politik di Kabupaten Blitar menjelang pemilihan. Di tengah sorotan publik, semua pihak berharap KPU mampu melakukan evaluasi dan mengembalikan kredibilitasnya sebagai penyelenggara yang netral dan profesional.