JATIMTIMES- Dalam debat perdana pemilihan wali kota dan wakil wali kota Blitar yang digelar pada Rabu, 16 Oktober 2024, program Smart City menjadi salah satu topik hangat yang dipaparkan oleh kedua pasangan calon.
Paslon nomor urut 01, Bambang Rianto-Bayu Setyo Kuncoro, yang didukung oleh PDIP, Golkar, dan PPP, mengusung konsep perluasan akses wifi dan penambahan CCTV sebagai strategi utama untuk mewujudkan Blitar sebagai kota pintar.
Baca Juga : Pemkot Batu Uji Coba Program Makan Gratis Presiden Prabowo di SD Torongreno 03
Sementara itu, pasangan nomor urut 02, Syauqul Muhibbin (Mas Ibin) dan Elim Tyu Samba, yang diusung oleh PKB, Demokrat, PAN, Nasdem, PSI, dan PKS, mengajukan pendekatan berbasis layanan cepat dan aplikasi terpadu untuk memudahkan akses masyarakat.
Dalam pemaparannya, Bambang dan Bayu menekankan pentingnya akses internet gratis di seluruh wilayah Kota Blitar. “Smart City adalah kebutuhan seluruh masyarakat Indonesia,” ujar Bayu.
Ia menyebut bahwa penambahan wifi publik akan menjadi prioritas untuk mendukung program ini, bersama dengan pemasangan CCTV di seluruh wilayah kota demi menjaga ketenangan dan keamanan warga.
Mas Ibin, di sisi lain, menanggapi dengan perspektif yang berbeda. Ia menyampaikan bahwa tantangan utama dalam pelayanan publik di Kota Blitar adalah keterlambatan dan kurangnya integrasi.
“Pelayanan itu harus cepat dan tidak bertele-tele,” kata Mas Ibin. Dia mengaku melihat antrian panjang di rumah sakit dan proses surat-menyurat yang berlarut-larut sebagai masalah utama.
Oleh karena itu, ia berencana mengoptimalkan Mal Pelayanan Publik satu atap yang sudah ada, dengan tambahan aplikasi digital untuk mempercepat berbagai layanan dasar, seperti kesehatan dan administrasi.
Mas Ibin juga mengomentari gagasan wifi publik. Menurutnya, wifi bukan kebutuhan mendesak yang harus disediakan secara massal, sebab banyak keluarga yang sudah mampu membeli akses internet sendiri.
Ia menambahkan bahwa akses internet yang luas tanpa kontrol dapat menimbulkan masalah, terutama bagi anak-anak. Sebaliknya, menurutnya, integrasi layanan dan teknologi di sektor pelayanan akan lebih bermanfaat.
Pasangan nomor 02 ini juga menekankan pentingnya sosialisasi penggunaan aplikasi layanan publik yang sudah ada. Menurut Mbak Elim, meskipun aplikasi SIM sudah tersedia, penggunaannya masih kurang dikenal masyarakat luas.
“Nanti kami akan bantu sosialisasinya, agar benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” kata Mbak Elim.
Ia berencana menggunakan media sosial untuk menyebarluaskan informasi, terutama kepada kelompok lanjut usia yang mungkin kesulitan mengakses teknologi.
Dalam tanggapannya, Bayu dari pasangan Bambang-Bayu mengakui bahwa pengembangan Smart City di Blitar perlu belajar dari pengalaman daerah lain agar lebih efektif dan berkelanjutan.
Baca Juga : DPRD Kota Malang Tak Ingin Buru-Buru Gulirkan Program Makan Siang Bergizi
“Kita perlu belajar dari daerah lain,” ujarnya, seraya menekankan bahwa program Smart City mereka akan terus dievaluasi demi pelayanan yang lebih baik.
Pendekatan Bambang-Bayu dalam pengembangan kota pintar ini mendapat perhatian dari pengamat politik sekaligus dosen FISIP Unisba Blitar, Anwar Hakim Darajad. Menurut Anwar, konsep yang ditawarkan oleh Mas Ibin dan Mbak Elim menunjukkan inovasi yang lebih tepat sasaran.
“Dalam konteks Smart City, pelayanan berbasis aplikasi memang dapat memberi manfaat langsung kepada warga, terutama yang membutuhkan akses cepat dan efisien,” ucap Anwar, Senin (28/10/2024).
Anwar juga menilai bahwa kebutuhan wifi gratis bukan prioritas utama di kota yang sebagian besar warganya sudah bisa mengakses internet secara mandiri.
“Wifi itu bisa diakses banyak orang dengan mudah saat ini, jadi tidak perlu dijadikan fokus utama,” ujarnya.
Sebaliknya, menurut Anwar, upaya Mas Ibin dan Mbak Elim untuk mengintegrasikan layanan publik melalui aplikasi lebih relevan dengan tujuan Smart City yang berorientasi pada kemudahan pelayanan bagi masyarakat.
Dari perbedaan pandangan yang mencolok ini, publik bisa melihat bagaimana kedua pasangan calon menawarkan visi yang berbeda dalam mengembangkan Blitar sebagai kota pintar.
Di satu sisi, program wifi publik yang diusung Bambang-Bayu dapat mendukung masyarakat dalam mengakses informasi, meski tampak kurang inovatif di mata sebagian pihak.
Di sisi lain, rencana Ibin-Elim untuk memaksimalkan pelayanan berbasis aplikasi dan mempercepat layanan dasar memberi harapan akan adanya efisiensi nyata yang langsung dapat dirasakan warga.