JATIMTIMES- Tim hukum pasangan calon (paslon) nomor urut 2 dalam Pilkada Kota Blitar, Syauqul Muhibbin (Mas Ibin) dan Elim Tyu Samba (Mbak Elim), resmi melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Blitar ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Laporan ini menyangkut dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu terkait kurangnya transparansi data visi, misi, dan program calon yang seharusnya diunggah KPU melalui media publik.
Baca Juga : Firhando Gumelar-Rudi Janji Uraikan Masalah Pertanahan di Kota Batu
Mashudi, kuasa hukum tim pemenangan Syauqul-Elim, mengungkapkan bahwa ketidakterbukaan KPU berpotensi merugikan kliennya dalam menjalani tahapan debat publik yang digelar pada Rabu (16/10/2024) malam di Hotel Puri Perdana, Blitar.
"Kami merasa tidak ada kesetaraan dalam kesempatan untuk mengkritisi program. Paslon kami sudah mempersiapkan diri untuk membedah visi dan misi lawan, tapi tidak mendapat akses yang sama karena data tersebut tidak tersedia," ujar Mashudi dalam keterangannya, Minggu (27/10/2024).
Debat Publik Tahap I Ditingkahi Ketidakseimbangan Data
Debat publik pertama antara dua paslon wali kota dan wakil wali kota Kota Blitar ini diselenggarakan dengan tema besar “Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan Memajukan Daerah.”
Mashudi menjelaskan bahwa pelaksanaan debat dibagi dalam enam segmen yang memungkinkan kedua paslon saling melontarkan pertanyaan. Pada segmen keempat, calon wali kota dari paslon nomor urut 2, Syauqul Muhibbin, menanyakan kepada paslon nomor urut 1 mengenai visi, misi, dan program mereka.
Namun, menurut keterangan Mashudi, tim Mas Ibin-Mbak Elim menemukan bahwa dokumen visi, misi, dan program paslon nomor urut 1, Bambang Rianto dan Bayu Setyo Kuncoro, tidak diunggah di situs atau media sosial resmi KPU Blitar. Padahal, lanjut Mashudi, peraturan mengharuskan KPU untuk menayangkan dokumen tersebut guna memastikan publik dan lawan politik dapat mempelajarinya.
Menurut bukti yang diajukan tim hukum Mas Ibin-Mbak Elim, KPU pernah mempublikasikan dokumen tersebut pada 14 September 2024, namun pada link yang tertera hanya terdapat visi, misi, dan program paslon nomor urut 2, tanpa mencantumkan program paslon nomor urut 1.
Mashudi menambahkan bahwa pada 16 Oktober 2024, beberapa jam sebelum debat dimulai, tim pemenangan Mas Ibin-Mbak Elim telah mencoba meminta dokumen itu secara resmi ke KPU, namun permintaan tersebut tidak dipenuhi dengan alasan kantor KPU sudah tutup.
Respons KPU Blitar Menuai Sorotan
Ketua KPU Kota Blitar, Rangga Bisma Aditya, menyangkal adanya ketidakterbukaan terkait informasi visi dan misi calon. Dalam keterangannya kepada media usai debat, Rangga menyatakan bahwa pihaknya telah mengumumkan visi, misi, dan program dari kedua paslon secara terbuka dan transparan melalui situs dan akun media sosial resmi. "Publik bisa mengaksesnya kapan saja," tegas Rangga.
Namun, tim hukum Mas Ibin-Mbak Elim membantah pernyataan ini dan menyebutnya sebagai kebohongan publik. Mashudi menilai, jika pernyataan KPU benar, publik seharusnya dapat mengakses informasi tersebut tanpa kendala. “Menurut data kami, link tersebut baru diperbarui pada 16 Oktober pukul 22.13 WIB atau setelah debat selesai. Hal ini memperkuat indikasi ketidakterbukaan dari KPU,” jelas Mashudi, menunjukkan bukti tangkapan layar untuk mendukung klaimnya.
Tuntutan ke DKPP: Evaluasi Etika dan Transparansi KPU
Baca Juga : Safari Budaya Mas Ghoni: Menghidupkan Nilai Sejarah di Candi Simping
Mashudi dan tim pemenangan Mas Ibin-Mbak Elim berharap DKPP akan memberikan perhatian serius atas laporan ini. Mereka menilai KPU Kota Blitar, khususnya Ketua Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih (Sosdiklih) serta Sumber Daya Manusia (SDM), Dwi Hesti Ermono, telah gagal memenuhi prinsip-prinsip keterbukaan, keadilan, ketertiban, kepastian hukum, kejujuran, dan profesionalitas dalam penyelenggaraan Pemilu, sebagaimana tercantum dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Menurut Mashudi, tindakan ini bukan hanya berdampak pada tim pemenangan Mas Ibin-Mbak Elim, tetapi juga pada integritas Pemilu di Kota Blitar secara keseluruhan. Ia menambahkan, "Apabila kondisi ini dibiarkan, maka kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan Pemilu akan semakin tergerus."
Mashudi mengingatkan bahwa setiap penyelenggara Pemilu harus menempatkan transparansi dan akses yang setara sebagai prinsip utama, terutama dalam tahapan debat yang menguji gagasan setiap calon. Ia menyayangkan kejadian ini dan berharap DKPP mampu memberikan rekomendasi yang tepat agar transparansi dalam Pemilu tidak hanya menjadi slogan.
Kasus ini telah menjadi sorotan publik, terutama di kalangan pegiat demokrasi yang berharap KPU mampu menjunjung tinggi etika profesional dalam penyelenggaraan Pemilu. Sejumlah warga Blitar mengaku kecewa atas kejadian ini, mengingat keterbukaan informasi adalah hak masyarakat untuk bisa mengenal calon pemimpinnya.
Dalam waktu dekat, DKPP diharapkan segera memanggil pihak-pihak terkait untuk mendalami laporan ini. Mashudi dan timnya berharap, dengan proses hukum ini, KPU bisa lebih peka dan bertanggung jawab terhadap informasi yang disampaikan ke publik.