JATIMTIMES - Pada debat perdana pasangan calon (paslon) Pilkada Kota Blitar 2024 yang digelar pada Rabu, 16 Oktober 2024, Mas Ibin (Syauqul Muhibbin) dan Mbak Elim Tyu Samba (Mbak Elim) memaparkan konsep smart city mereka.
Fokus utama konsep tersebut adalah memberikan kemudahan bagi warga Kota Blitar melalui optimalisasi teknologi informasi dalam layanan publik. Mas Ibin dan Mbak Elim mengusung ide-ide inovatif untuk menjawab tantangan pelayanan yang selama ini dirasakan masih lamban dan tidak efisien.
Baca Juga : Debat Pilkada Kota Malang Diundur 5 Hari, Ini Sebabnya
Dalam debat tersebut, Mas Ibin menyoroti betapa pentingnya menghadirkan pelayanan yang cepat, sederhana, dan tanpa bertele-tele. Ia mengkritik bagaimana layanan publik di Kota Blitar saat ini cenderung memakan waktu lama, khususnya di sektor kesehatan.
“Warga seringkali harus mengantri lama di rumah sakit, mulai dari antrian mendapatkan tindakan, obat, hingga resep. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan yang perlu segera diatasi,” jelas Mas Ibin.
Ia juga menambahkan bahwa integrasi teknologi dalam layanan publik, termasuk penerapan smart city, akan menjadi kunci untuk memperbaiki hal tersebut. “Pelayanan satu atap di mall pelayanan sudah ada, dan ini yang akan kami maksimalkan. Kami akan membuat aplikasi-aplikasi khusus untuk mempercepat layanan rumah sakit dan layanan administrasi lainnya,” ujar Mas Ibin.
Di sisi lain, Bambang Rianto dan Bayu Setyo Kuncoro, paslon pesaing, menekankan pentingnya infrastruktur dasar untuk mendukung smart city. Bambang mengungkapkan bahwa penambahan jaringan Wi-Fi di seluruh Kota Blitar merupakan prioritas utama dalam program smart city mereka.
“Penambahan Wi-Fi di seluruh wilayah kota Blitar akan membantu memaksimalkan implementasi smart city. Selain itu, pemasangan CCTV di seluruh kota juga akan meningkatkan rasa aman bagi masyarakat,” tutur Bambang.
Namun, Mas Ibin melihat program penambahan Wi-Fi ini dengan perspektif berbeda. Ia berpendapat bahwa penyediaan Wi-Fi di semua lini belum menjadi kebutuhan mendesak, terutama karena kontrol keluarga terhadap penggunaan internet, terutama oleh anak-anak, masih menjadi tantangan.
“Prinsip smart city yang kami usung adalah integrasi IT dalam pelayanan publik agar lebih simpel, mudah, dan cepat. Bukan hanya soal akses internet, tetapi bagaimana teknologi bisa benar-benar meningkatkan kualitas layanan untuk masyarakat,” ujar Mas Ibin menanggapi gagasan pesaingnya.
Sementara itu, Mbak Elim menyoroti pentingnya sosialisasi aplikasi layanan yang sudah ada di Kota Blitar. Menurutnya, meski beberapa aplikasi layanan seperti SIM (Sistem Informasi Manajemen) sudah diterapkan, manfaatnya belum dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat karena kurangnya sosialisasi.
“Kami akan memperkuat sosialisasi aplikasi-aplikasi ini, terutama melalui media sosial, agar lebih banyak masyarakat yang familiar, termasuk kalangan manula yang mungkin belum terlalu akrab dengan teknologi,” jelas Mbak Elim.
Tanggapan Pengamat: Konsep Lebih Inovatif
Konsep smart city ala Mas Ibin dan Mbak Elim dinilai lebih inovatif oleh beberapa pengamat. Salah satunya adalah Anwar Hakim Darajad, seorang pengamat politik sekaligus dosen di Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar. Ia berpendapat bahwa konsep yang ditawarkan Mas Ibin dan Mbak Elim memiliki pendekatan yang lebih matang dan solutif dibandingkan program dari Bambang-Bayu.
Baca Juga : Debat Pilgub Jatim, Tiga Paslon Dikritik Terkait Komitmen Keterbukaan Informasi Publik
“Konsep smart city Mas Ibin dan Mbak Elim lebih menekankan pada pelayanan cepat dan sederhana, yang merupakan kebutuhan nyata masyarakat Kota Blitar saat ini. Mereka tidak hanya berbicara soal teknologi seperti penambahan Wi-Fi atau CCTV, tetapi bagaimana teknologi itu bisa diintegrasikan untuk memperbaiki pelayanan publik,” ujar Anwar.
Ia menambahkan, gagasan Mas Ibin dan Mbak Elim tentang sosialisasi aplikasi yang sudah ada dan pelibatan masyarakat dalam proses penggunaan teknologi adalah hal yang sangat penting.
Anwar juga menilai bahwa Mas Ibin lebih realistis dalam merespons tantangan digitalisasi yang sering kali sulit diakses oleh segmen masyarakat tertentu. "Mas Ibin menunjukkan kepedulian pada segmen masyarakat yang mungkin kurang paham dengan teknologi, seperti manula, yang seringkali terabaikan dalam program-program smart city di daerah lain. Ini menandakan konsep mereka lebih inklusif," tambahnya.
Sejalan dengan pernyataan Anwar Hakim, konsep smart city ala Mas Ibin dan Mbak Elim menawarkan pendekatan yang lebih holistik dalam meningkatkan pelayanan publik. Mereka tidak hanya berbicara tentang infrastruktur teknologi, tetapi juga soal kemudahan akses, kecepatan layanan, serta penyederhanaan prosedur yang diharapkan akan membantu masyarakat Kota Blitar menjalani keseharian mereka dengan lebih efisien.
Bambang Rianto dan Bayu Setyo Kuncoro pun mengakui bahwa penerapan smart city bukanlah perkara mudah dan membutuhkan pembelajaran dari daerah lain yang sudah lebih maju dalam bidang ini. "Kita perlu belajar dari daerah lain agar smart city di Kota Blitar bisa benar-benar maksimal dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat kita," kata Bayu.
Namun, dengan visi yang lebih terstruktur dan fokus pada pelayanan yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat, konsep smart city dari Mas Ibin dan Mbak Elim tampaknya lebih menjanjikan untuk diimplementasikan di Kota Blitar. Pasangan ini tidak hanya memandang smart city sebagai sekedar teknologi, tetapi sebagai alat yang bisa membawa perubahan nyata bagi kehidupan sehari-hari masyarakat.
Debat perdana ini menunjukkan perbedaan pandangan yang jelas antara kedua paslon dalam membangun Kota Blitar yang lebih maju. Pada akhirnya, masyarakat akan menilai siapa yang mampu menghadirkan solusi yang paling relevan dan aplikatif untuk menjawab kebutuhan mereka di era digital ini.