JATIMTIMES - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo menerima kucuran dana transfer Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun anggaran 2024 dari pemerintah pusat sebesar Rp 77 miliar 500 juta lebih, jumlah tersebut lebih besar dibanding tahun 2023 yakni sebesar Rp 66 miliar.
Anggaran DBHCHT tersebut, digunakan sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk kepentingan masyarakat. Ini sampaikan langsung oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Situbondo, Sugiono.
Baca Juga : Entaskan Kemiskinan, Dinsos-P3AP2KB Kota Malang Lakukan Berbagai Upaya
"Yang jelas DBHCHT ini dipergunakan untuk kepentingan masyarakat Situbondo," tegasnya, Senin (23/9/2024).
Lebih lanjut, Sugiono menjelaskan, DBHCHT sebesar Rp. 77 miliar lebih ini diperuntukkan untuk kegiatan fisik maupun non-fisik di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Lingkungan Pemkab Situbondo.
Seperti, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispertangan) Rp 16 miliar 900 juta lebih, Dinas PUPP Rp.4,5 miliar, Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Persandian Rp 3 miliar lebih
Kemudian, Bappeda sendiri sekitar Rp 568 juta lebih, Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Rp1,3 miliar, Dinas Sosial (Dinsos) Rp2,5 miliar, Satpol PP Rp5,9 miliar, Dinas Kesehatan (Dinkes) Rp 26 miliar lebih.
“Selain itu, juga ada di tiga rumah sakit milik pemerintah. Yakni UoBK. RSUD dr. Abdoer Rahem Rp2,8 miliar lebih, Uobk. RSUD Besuki Rp6,7 miliar lebih dan UoBK RSUD Asembagus Rp5,8 miliar lebih,” bebernya.
Lebih lanjut, Sugiono juga menjelaskan terkait kegunaan DBHCHT yang harus diperhatikan oleh OPD terkait untuk bidang kesejahteraan masyarakat ini bisa digunakan untuk pelatihan penguatan petani, pengadaan pupuk organik atau hayati cair, pengadaan cultivator.
Kemudian untuk pengadaan roda tiga, pembuatan sumur dangkal dan sumur dalam, sekolah lapang pengolahan pasca panen, infrastruktur sarana irigasi, padi organik, rehabilitasi jalan produksi yang dapat dilalui kendaraan roda empat, bantuan bibit atau benih dan perbaikan jalan untuk industri tembakau.
"Sedangkan kegiatan penegakan hukum ini bisa digunakan sosialisasi ketentuan di bidang cukai untuk sosialisasi tatap muka, pengumpulan informasi peredaran barang kena cukai illegal dan juga bisa digunakan untuk operasi bersama Bea Cukai," jelasnya.
Baca Juga : Target PAD Parkir Tak Terkejar, Skema Non-Tunai Pakai Qris Masih Jadi Wacana
Sedangkan untuk kegiatan bidang kesehatan meliputi, pembangunan jamban keluarga, pemberian makanan tambahan untuk anak usia dini, TK, RA, Pemberian tambahan makan untuk pemulihan balita gizi buruk, dan pengadaan obat obatan pemenuhan alkes puskesmas dan rumah sakit.
Selain itu, juga bisa digunakan untuk pengadaan obat obatan pemenuhan obat obatan puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Situbondo, rehabilitasi dan pemeliharaan fasilitas kesehatan lainnya (Poskesdes) dan ambulance.
"Kegiatan prioritas daerah lainnya terdiri dari Sehati, pelatihan bagi IKM dan bantuan alat, dan diseminasi informasi kepada masyarakat melalui media informasi (Media radio, media televisi, media cetak dan media elektronik," tutupnya
Sementara itu, dalam penggunaan Anggaran DBHCHT juga bertujuan untuk mensosialisasikan gempur rokok ilegal sebagai tersangka dalam kegiatan melanggar hukum dan merugikan negara. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai.
Pada Pasal 54 UU tersebut dijelaskan bahwa Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Sedangkan pada Pasal 56 berbunyi, Setiap orang yang menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar. ( ADV)