JATIMTIMES - Pertarungan politik antara petahana Rini Syarifah dan mantan Bupati Blitar Rijanto diprediksi akan menjadi salah satu perhelatan paling sengit dalam Pilkada Kabupaten Blitar 2024. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap netralitas aparatur sipil negara (ASN) yang dinilai menjadi kerawanan paling tinggi selama pelaksanaan pemilihan.
Menurut Jaka Wandira, koordinator Divisi Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Kabupaten Blitar, netralitas ASN menjadi poin utama dalam pengawasan. “Ini adalah kerawanan terbesar dalam Pilkada Blitar 2024, mengingat kedua bakal calon memiliki akses yang cukup besar terhadap ASN di lingkungan Kabupaten Blitar,” ujarnya.
Baca Juga : Tingkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan, Pj Wali Kota Kediri Buka FinFest 2024
Rini Syarifah, sebagai petahana, tentunya masih memiliki kedekatan struktural dengan ASN, sementara Rijanto, yang pernah menjabat sebagai Bupati Blitar, juga memiliki jaringan kuat yang bisa mempengaruhi posisi ASN. Jaka menyebut bahwa Bawaslu Kabupaten Blitar telah membentuk tim khusus untuk mengawasi netralitas ASN dalam pelaksanaan Pilkada Serentak di Kabupaten Blitar. Pengawasan dilakukan secara langsung, maupun melalui media sosial, untuk mendeteksi potensi keterlibatan ASN dalam kampanye.
Langkah proaktif juga telah diambil dengan menggelar sosialisasi bersama Bawaslu Provinsi Jawa Timur, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Pemerintah Kabupaten Blitar. "Kami ingin memastikan semua pihak mematuhi aturan agar ASN tetap netral dan tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon," tambahnya.
Selain netralitas ASN, potensi kerawanan lain yang menjadi sorotan adalah praktik politik uang (money politic). Jaka menegaskan bahwa indikasi adanya politik uang juga menjadi salah satu aspek pengawasan ketat dari Bawaslu. “Kami terus melakukan pemantauan dan menyiapkan langkah-langkah preventif untuk menekan praktik-praktik yang dapat mencederai demokrasi ini,” ujarnya.
Pilbup Blitar 2024 ini bukan kali pertama Rini dan Rijanto bertarung. Pada Pilbup Blitar 2020, Rijanto yang berpasangan dengan Marhaenis Urip Widodo sebagai calon petahana, harus mengakui kekalahan dari pasangan Rini Syarifah dan Rahmat Santoso. Kemenangan Rini pada saat itu dinilai cukup mengejutkan, mengingat Rijanto saat itu dianggap memiliki basis massa yang kuat sebagai petahana.
Namun, pada Pilkada 2024 ini, pertarungan diprediksi akan semakin ketat. Dukungan politik dan basis massa masing-masing calon di Kabupaten Blitar diperkirakan akan terpecah, dengan kedua kandidat memiliki rekam jejak kepemimpinan yang kuat di wilayah tersebut. Selain itu, faktor sejarah rivalitas antara keduanya turut menambah dinamika politik yang menarik untuk diikuti.
Novi Catur Muspita, sosiolog dari Universitas Islam Blitar (Unisba) mengungkapkan bahwa netralitas ASN dalam Pilkada Blitar 2024 ini memang menjadi tantangan yang sangat berat. Menurutnya, keterlibatan ASN secara langsung maupun tidak langsung dalam politik praktis kerap terjadi, terutama ketika mereka merasa memiliki kedekatan historis dengan salah satu kandidat.
“Kita tidak bisa menutup mata bahwa ASN sering kali berada di bawah tekanan politik, baik dari petahana maupun mantan kepala daerah. Di satu sisi, mereka mungkin merasa terikat loyalitas dengan petahana, tetapi di sisi lain, mereka mungkin juga memiliki hubungan emosional dengan mantan pimpinan mereka,” papar Novi.
Baca Juga : Diikuti Ratusan Offroader, Pemkab Jember Kenalkan Wisata Alam Lewat Event JAWER
Lebih lanjut, Novi menilai bahwa ketegangan politik di Blitar kali ini bisa memperbesar potensi terjadinya pelanggaran netralitas ASN. “Ini adalah situasi yang sulit, apalagi di daerah seperti Blitar, di mana hubungan antara birokrasi dan politik sangat erat,” tambahnya. Oleh karena itu, pengawasan terhadap ASN harus lebih intensif, dan perlu ada tindakan tegas dari Bawaslu dan instansi terkait apabila ditemukan adanya pelanggaran.
Novi juga menekankan pentingnya pendidikan politik bagi ASN untuk meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya menjaga netralitas. “Mereka harus memahami bahwa keterlibatan dalam politik praktis bukan hanya melanggar aturan, tapi juga berisiko merusak sistem demokrasi secara keseluruhan,” tutupnya.
Dengan demikian, Pilkada Blitar 2024 tidak hanya menjadi ajang duel politik antara dua tokoh besar, tetapi juga ujian bagi netralitas ASN dan kualitas demokrasi di Kabupaten Blitar. Bawaslu bersama pihak-pihak terkait diharapkan mampu menjaga agar proses demokrasi berjalan dengan adil dan terbebas dari intervensi yang tidak semestinya.