JATIMTIMES - Suasana tegang terjadi di depan Kantor DPRD Kota Blitar pada Jumat, 23 Agustus 2024. Aliansi mahasiswa yang terdiri dari anggota GMNI, PMII, IMM, dan HMI menggelar aksi protes yang berlangsung dengan penuh semangat dan kekuatan simbolik.
Dengan membawa replika pocong dan keranda mayat, para mahasiswa menggelar orasi yang keras, menuntut anggota DPRD Kota Blitar yang baru dilantik agar tidak menjadi "tikus kantor" yang menggerogoti kepercayaan rakyat.
Baca Juga : Aliansi Mahasiswa Blitar Desak DPRD Kota Terpilih Jaga Konstitusi dan Hindari Korupsi
Aksi dimulai tepat pukul 09.00 WIB, hanya setengah jam setelah pelantikan 25 anggota DPRD Kota Blitar periode 2024-2029. Para mahasiswa, yang dipimpin oleh koordinator lapangan, Qitfirul Azis dari HMI, melancarkan kritik tajam terhadap para wakil rakyat yang dianggap telah mengabaikan aspirasi masyarakat.
"Kami mahasiswa tidak mendukung kalian, anggota DPRD Kota Blitar terpilih," teriak salah seorang orator dengan lantang, diiringi sorakan dukungan dari para demonstran.
Orasi mereka tidak hanya sekadar seruan, tetapi juga sebuah peringatan keras. “DPRD Kota Blitar terpilih jangan jadi tikus-tikus kantor!” seru orator lainnya, menegaskan bahwa korupsi dan penyalahgunaan wewenang adalah musuh utama demokrasi yang harus diberantas.
Replika pocong dan keranda mayat yang mereka bawa menjadi simbol kematian demokrasi dan keadilan jika DPRD gagal menjalankan tugasnya dengan integritas.
Mahasiswa menuntut agar seluruh anggota DPRD yang baru dilantik keluar dari gedung dan menemui mereka. Namun, hanya sebagian yang merespons panggilan tersebut.
Di antara yang keluar untuk menemui para demonstran adalah Syahrul Alim, Bayu Kuncoro, Yudi Meira, dan Aries Dedi Arman dari PDIP, serta Agus Zunaidi, Nuhan Wahyudi, dan Guntur Pamungkas dari PPP. Dari PKB, yang hadir adalah Totok Sugiarto, Adi Santoso, Abdus Sjakur, dan Judarso, sementara M. Hardita Magdi dan Purwanto dari Golkar juga ikut hadir.
Ketidakpuasan mahasiswa semakin memuncak ketika mereka melihat jumlah anggota dewan yang keluar tidak memenuhi harapan mereka.
Situasi ini memicu ketegangan di antara kedua belah pihak. Mahasiswa yang merasa diabaikan merangsek ke depan, mendekati para wakil rakyat yang berdiri di depan kantor DPRD. Ketegangan tak terhindarkan, dan aksi saling dorong antara mahasiswa dan anggota DPRD pun terjadi.
Puncak dari aksi ini adalah pembakaran keranda mayat di depan para anggota dewan. Tindakan simbolis ini dilakukan sebagai protes keras terhadap potensi kematian aspirasi rakyat jika DPRD tidak bertindak sesuai amanah yang telah diberikan oleh rakyat.
Aksi ini menjadi puncak dari ketidakpuasan mahasiswa terhadap para anggota dewan yang mereka anggap telah kehilangan kepercayaan publik.
Baca Juga : Buntut Video Diduga Mesum: Kepala dan Sekretaris Disdikbud Jombang Diberhentikan
Setelah cukup lama berorasi, akhirnya beberapa anggota DPRD bersedia menandatangani tuntutan yang disampaikan oleh mahasiswa. Keputusan ini diambil untuk meredakan ketegangan dan menunjukkan bahwa para anggota DPRD mendengarkan aspirasi yang disampaikan oleh para demonstran.
Syahrul Alim, salah satu anggota DPRD dari PDIP yang turut menandatangani tuntutan mahasiswa, memberikan tanggapannya setelah aksi.
"Kami memahami keresahan yang disampaikan oleh mahasiswa. Sebagai wakil rakyat, kami berkomitmen untuk bekerja dengan penuh integritas dan memastikan bahwa keadilan tetap terjaga," ujar Syahrul Alim dengan nada yang serius.
Totok Sugiarto dari PKB juga memberikan tanggapan serupa. Ia menyatakan bahwa aksi ini adalah pengingat bagi mereka untuk selalu memprioritaskan kepentingan rakyat di atas segalanya.
"Kami menerima masukan dari mahasiswa dengan hati terbuka. Kami akan bekerja keras untuk tidak mengecewakan rakyat yang telah memberikan kepercayaan kepada kami," tegas Totok Sugiarto.
Dengan penandatanganan tuntutan tersebut, aksi mahasiswa berakhir. Namun, pesan mereka jelas—bahwa mereka akan terus mengawasi kinerja DPRD Kota Blitar dan siap turun ke jalan jika aspirasi rakyat tidak diakomodasi dengan baik.
Aksi ini menjadi catatan penting dalam perjalanan demokrasi lokal di Blitar, mengingatkan para wakil rakyat bahwa kekuasaan sejatinya berasal dari rakyat dan harus digunakan untuk kepentingan rakyat.