JATIMTIMES - Foto terakhir Cut Nyak Dien, pahlawan perempuan Aceh yang legendaris baru-baru ini kembali menarik perhatian publik setelah diunggah oleh akun Facebook Kisah Ulama dan Sejarah Nusantara. Foto tersebut, yang asli hitam putih dan telah diwarnai menggunakan teknologi AI, menunjukkan sosok Cut Nyak Dien dalam kondisi tua dan lemah, duduk di antara empat pria berpakaian rapi. Hingga Jumat, 26 Juli 2024, unggahan tersebut telah mendapatkan 7.324 like, 761 komentar, dan 644 kali dibagikan.
Dalam foto tersebut, terlihat seorang wanita tua dengan rambut beruban dan kulit yang tampak kusut. Cut Nyak Dien, dengan kedua tangan yang diletakkan di atas paha dan wajah menunduk, mengisyaratkan rasa sakit yang mendalam. Ia tampak tidak mengenakan alas kaki, sebuah simbol yang kuat dari keterasingan dan penurunan derajat hidupnya setelah bertahun-tahun berjuang melawan penjajah Belanda.
Baca Juga : Viral Bocah Diduga Terinfeksi Amuba dari Air Galon Isi Ulang, Berbahayakah?
Foto ini mengingatkan kita pada kisah hidup Cut Nyak Dien yang penuh perjuangan dan pengabdian. Terkenal sebagai pemimpin perang wanita yang telah menghancurkan markas Belanda pada 11 Februari 1899, Cut Nyak Dien diasingkan ke Sumedang setelah mengalami serangkaian kekalahan dan penangkapan. Pada tahun 1908, di tempat pembuangannya tersebut, Cut Nyak Dien menghembuskan nafas terakhirnya.
Perjuangan dan Pengasingan
Cut Nyak Dien lahir pada 12 Mei 1848 di Aceh dan dikenal sebagai salah satu tokoh paling berani dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan kolonialisme Belanda. Setelah kehilangan suami pertama, Ibrahim Lamnga, dan kemudian suaminya yang kedua, Teuku Umar, dalam pertempuran melawan Belanda, Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangannya dengan semangat yang tak tergoyahkan.
Namun, setelah Teuku Umar gugur pada 11 Februari 1899, Cut Nyak Dien berjuang sendirian. Usianya yang semakin tua dan kondisi kesehatan yang memburuk membuatnya sulit untuk melanjutkan perlawanan. Pada tahun 1906, ia ditangkap dan dipindahkan ke Sumedang. Di sana, meskipun dalam keadaan sakit, ia tetap memberikan kontribusi melalui pengajaran agama, mendapatkan julukan "Ibu Perbu" dari ulama setempat.
Unggahan foto Cut Nyak Dien di akun Facebook Kisah Ulama dan Sejarah Nusantara mendapat berbagai reaksi yang penuh penghormatan dari pengguna media sosial. Naurah Zalfa Hidayat, salah satu pengguna Facebook, menulis, "Ya Allah, saya sangat terharu melihat foto Cut Nyak Dien. Semoga beliau mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Tuhan. Amin." Komentar ini mendapat banyak suka dan balasan dari pengguna lain yang turut berdoa.
Nur Santoso, yang juga menanggapi postingan tersebut, menyampaikan, "Semoga Allah menerima amal ibadah beliau dan mengampuni dosa-dosanya, Allahumma firlahua warhamha wa’afiha wa’fuanha." Komentarnya direspons dengan hangat dan dukungan dari pengguna lain yang sepakat dengan doa tersebut.
Sementara itu, Hakim Soraya Moms menambahkan, "Semoga Allah muliakan beliau di alam kubur hingga di akhirat kelak. Aamiin." Komentar ini mendapat balasan positif dan dukungan emosional dari netizen, menunjukkan betapa besar penghormatan yang diberikan kepada Cut Nyak Dien.
Cut Nyak Dien meninggal pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Makamnya baru ditemukan pada tahun 1959 berkat usaha Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. Sejak itu, makam Cut Nyak Dien menjadi tempat ziarah bagi masyarakat Aceh dan peziarah lainnya yang ingin menghormati jasa dan perjuangannya.
Baca Juga : Viral, Pembeli Bakso di Jakarta Ini Makan di Depan Jemaah Salat Jumat
Meskipun terdapat wacana untuk memindahkan makam Cut Nyak Dien ke Aceh, masyarakat Sumedang menolak rencana tersebut. Mereka merasa dekat dengan sosok "Ibu Perbu" yang telah mempererat hubungan antara Aceh dan Sumedang. Makam ini telah dipugar pada 1987 dan saat ini dikelilingi pagar besi dengan luas 1.500 m², termasuk musholla dan batu nisan yang melambangkan penghormatan terhadap ulama setempat.
Peran Teknologi dalam Melestarikan Sejarah
Penggunaan teknologi AI untuk mewarnai foto hitam putih Cut Nyak Dien memberikan nuansa baru pada penggambaran sejarah. Dengan melihat foto tersebut dalam warna, generasi muda dapat lebih mudah merasakan kedekatan emosional dengan tokoh sejarah seperti Cut Nyak Dien. Teknologi ini membantu menyampaikan pesan sejarah yang lebih hidup dan relevan.
Foto terakhir Cut Nyak Dien yang diwarnai menggunakan AI bukan hanya sekadar gambar, melainkan sebuah jendela ke masa lalu yang penuh makna. Foto ini tidak hanya mengingatkan kita pada perjuangan dan pengorbanan seorang pahlawan, tetapi juga menegaskan bahwa kisah Cut Nyak Dien terus hidup dalam ingatan dan hati rakyat Indonesia. Melalui media sosial, foto ini telah menyentuh ribuan orang, mengingatkan kita akan jasa-jasa para pahlawan yang telah mengorbankan segalanya untuk kemerdekaan bangsa.
Sebagai pahlawan nasional, Cut Nyak Dien tetap dikenang dan dihormati, baik di Aceh maupun di Sumedang, tempat di mana ia menghabiskan sisa hidupnya. Cerita di balik foto ini, dengan segala kompleksitas dan emosi yang terkandung di dalamnya, akan terus menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan Indonesia.