JATIMTIMES - Belakangan ini, joki tugas dan skripsi di kalangan pelajar ramai menjadi perbincangan hangat di media sosial khususnya X. Apalagi, maraknya joki ini dianggap oleh sebagian orang hal yang wajar.
Oleh karena itu, joki tugas pun kini menjadi sebuah bisnis yang menggiurkan. Warganet menemukan sejumlah perusahaan badan hukum yang bergerak di bidang "perjokian".
Baca Juga : Profil Tomy Winata, Sosok yang Dikaitkan Inisial T Aktor di Balik Judi Online
Tak hanya tugas kuliah atau skripsi, beberapa perusahaan juga menawarkan jasa joki untuk tes masuk pekerjaan.
Apa itu joki?
Sebelum masuk ke penjelasan mengenai hukum joki di Indonesia, perlu juga kita ketahui apa itu joki. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), joki merupakan penunggang kuda pacuan atau dalam konteks lainnya. Joki adalah orang yang mengerjakan ujian untuk orang lain dengan menyamar sebagai peserta ujian yang sebenarnya dan menerima imbalan uang.
Jika merujuk pada definisi dari KBBI pada pokoknya joki merupakan kegiatan seseorang yang melakukan kegiatan atas nama orang lain untuk mendapatkan suatu hasil yang diinginkan atas nama orang lain.
Lalu, bolehkah praktik perjokian itu?
Melansir dari laman terasihukum, praktik joki tidak diperbolehkan. Sebab, praktik ini melanggar kode etik akademis. Akibatnya karya tulis ilmiah dalam bentuk tugas akhiritu bisa dibatalkan dan tentu juga gelarnya pun bisa dicabut.
Selain itu, jasa joki ini juga bisa ditindak dengan Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai jiplakan atau plagiasi. Sanksi yang diatur dalam UU SISDIKNAS adalah sebagai berikut:
Lulusan yang karya ilmiah yang digunakannya untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 2 terbukti merupakan jiplakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
Baca Juga : Komisi III DPR RI Nilai Putusan Bebas Ronald Tannur dalam Kasus Pembunuhan Kesalahan Fatal!
Selanjutnya praktik perjokian ini juga bisa ditindak dengan dalil melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Sanksinya adalah sebagai berikut:
Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Berdasarkan KUHP, praktik perjokian ini juga bisa dianggap sebagai pemalsuan surat sebagaimana diatur Pasal 263 KUHP, sehingga dapat di pidana dengan tindak pidana pemalsuan surat. Bunyi Pasal 263 KUHP adalah sebagai berikut:
Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
Alasan joki bisa disebut pemalsuan surat
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tujuan akhir dari perjokian adalah kelulusan yang dibuktikan dengan ijazah. Oleh karena perjokian, tentu ijazah yang diterbitkan itu menjadi tidak sah karena tidak pasti orang yang menggunakan jasa joki itu layak lulus. Bisa jadi jika tidak menggunakan jasa joki ia, tidak layak lulus. Oleh karena itulah praktek joki juga dapat dijerat dengan tindak pidana pemalsuan surat.