JATIMTIMES - Joe Arridy adalah seorang pria dengan keterbelakangan mental yang memiliki IQ 46. Hidupnya diwarnai ketidakmampuan untuk memahami realitas di sekitarnya.
Pada tahun 1936, di Pueblo, Colorado, ia secara salah dihukum dan dieksekusi atas tuduhan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Dorothy Drain, seorang anak berusia 15 tahun.
Baca Juga : Hadir dengan Wajah Baru, Museum Surabaya Dibuka Akhir Juli 2024
Melansir YouTube Young Blunt, dalam proses hukumnya, Joe menghadapi tekanan besar dari polisi yang memaksanya untuk mengaku sesuatu yang tidak pernah ia lakukan. Dengan IQ yang rendah, Joe menjadi target mudah untuk manipulasi dan tekanan, dan akhirnya dijadikan kambing hitam dalam kasus tersebut.
Meskipun bukti yang ada tidak cukup untuk menjeratnya, hukuman mati tetap dijatuhkan. Namun, sepanjang proses ini, kepolosan dan kebahagiaan tetap terpancar dari wajah Joe.
Banyak orang pada saat itu, dan bahkan setelahnya, meyakini bahwa Joe tidak bersalah. Sebuah kelompok yang dikenal sebagai Friends of Joe Arridy terbentuk untuk mendukungnya dan menyusun petisi agar namanya dibersihkan.
Di penjara, Joe sering bermain dengan mainan kereta api yang diberikan oleh sipir penjara Roy Best. Best menggambarkan Joe sebagai "tahanan terpidana mati yang paling bahagia". Hubungan mereka sangat dekat, hingga Best merawat Joe seperti anaknya sendiri dan sering memberinya hadiah.
Sebelum eksekusi, Best mengungkapkan bahwa Joe mungkin tidak benar-benar memahami bahwa ia akan mati. Joe hanya duduk gembira dan asik bermain dengan kereta mainannya.
Pada tanggal 8 Februari 1937, ketika kasusnya diajukan ke pengadilan, pengacara Joe berjuang keras untuk menyelamatkan nyawanya. Namun, meskipun tiga psikiater mengakui bahwa Joe memiliki keterbatasan mental yang serius, ia tetap dinyatakan waras dan divonis bersalah.
Tidak ada bukti fisik yang memberatkan Joe. Salah satu korban yang selamat bahkan bersaksi bahwa pelaku sebenarnya adalah seorang pria bernama Aguilar. Namun, tekanan dan manipulasi selama interogasi membuat Joe memberikan pengakuan palsu.
Pada hari eksekusinya, Joe menunjukkan kebingungan dan tidak memahami makna dari kamar gas. Ia mengatakan kepada sipir bahwa "Joe tidak akan mati".
Baca Juga : Kolaborasi dengan Yonif 511/Badak Hitam: SMK Islam Kanigoro Persiapkan Siswa Hadapi PKL 2024
Sebelum meninggalkan penjaranya, Joe berpamitan dengan semua narapidana dan meminta semangkuk es krim sebagai makanan terakhirnya, yang bahkan belum ia habiskan. Ia meminta sisa es krimnya didinginkan untuk dimakan nanti, tanpa menyadari bahwa ia tidak akan kembali.
Di antara dinding penjara yang dingin, mainan kereta api menjadi sumber kebahagiaan sederhana bagi Joe. Menjelang eksekusi, ia memberikan mainan kesayangannya kepada seorang teman tahanan, berbagi kegembiraan yang pernah ia miliki.
Roy Best, yang sangat terikat dengan Joe, menangis selama eksekusi dan memohon kepada Gubernur Colorado untuk meringankan hukuman Joe, namun permohonan itu ditolak.
Tujuh puluh tahun setelah eksekusinya, keadilan akhirnya menghampiri Joe. Pada tahun 2011, Gubernur Colorado memberikan pengampunan penuh dan tanpa syarat kepada Joe Arridy, berdasarkan bukti dan ulasan dari pengacara dan aktivis. Pengampunan tersebut, meskipun tidak dapat menghapus ketidakadilan yang telah dialami Joe, setidaknya membawa sedikit cahaya keadilan bagi nama yang telah tercemar.
"Pengampunan Joe Arridy tidak dapat membatalkan peristiwa tragis dalam sejarah Colorado ini, namun demi kepentingan keadilan dan kesopanan, untuk memulihkan nama baiknya," kata Gubernur, dilansir Unilad.com, Jumat (26/7).
Meskipun tidak bisa mengembalikan waktu yang hilang atau menghapus ketidakadilan yang telah dialaminya, pengampunan itu setidaknya membawa sedikit cahaya keadilan bagi nama Joe yang tercemar.